Senin, 08 Desember 2014

Tanggapan Kritikan M Nuh Soal Penghentian Kurikulum 2013



Jakarta – WARA - Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar-Menengah Anies Baswedan menyatakan bahwa keputusannya menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 dan kembali pada Kurikulum 2006 merupakan langkah tepat bagi pendidikan nasional. Ia menolak jika kebijakannya itu disebut sebagai sebuah kemunduran.
Anies menjelaskan, penerapan Kurikulum 2013 tidak diimbangi dengan kesiapan pelaksanaan. Ia juga menyebut substansi pelaksanaan kurikulum tersebut tidak jelas dan tidak terdokumentasi dengan baik.

"Tidak ditemukan penjelasan (mengapa) Kurikulum 2006 diubah dengan Kurikulum 2013. Kajiannya mana? Dokumennya mana? Mana buktinya kalau Kurikulum 2006 lemah sehingga perlu diubah?" kata Anies di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/12/2014), ketika dimintai tanggapan mengenai kritik dari mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh.

Mantan Rektor Universitas Paramadina itu mengaku tidak ingin menyalahkan Kurikulum 2013. Anies hanya menyayangkan karena penerapan kurikulum tersebut sangat tergesa-gesa.

Anies menuturkan, banyak guru dan siswa yang keberatan akibat ketergesaan menerapkan Kurikulum 2013. Padahal, kata Anies, guru adalah kunci utama untuk menyukseskan penerapan kurikulum tersebut.

"Kurikulum berubah, tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Namun, jika kualitas guru meningkat, pendidikan kualitasnya pasti meningkat, itu kuncinya," ujar Anies.

Anies sebelumnya menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006. Sementara itu, sekolah yang telah menjalankannya selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum tersebut sembari menunggu evaluasi dari pihak berwenang.

M Nuh menyatakan kecewa terhadap keputusan Anies. Ia menganggap kebijakan menghentikan Kurikulum 2013 merupakan sebuah kemunduran. (KOMPAS.com )

Sekda DKI Salahkan Sistem E-Budgeting Peninggalan Jokowi


Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah 

Jakarta - WARA— Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menuturkan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI   sebesar Rp 72,9 triliun baru terserap sekitar 36,07 persen karena  sistem baru yang diterapkan di tengah perjalanan anggaran. Selain itu juga terdapat defisit anggaran  Rp 12 triliun.

"Belum dihitung kok. Saya bilang kan anggaran  2014 itu Rp 72 triliun angkanya. Padahal, sudah jelas ada defisit anggaran  Rp 12 triliun. Sehingga, ketersediannya hanya Rp 60 triliun. Jadi saya minta hitung penyerapannya dihitung dari Rp 60 triliun atau Rp 72 triliun," kata Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (8/12).

Dia menjelaskan sistem e-budgeting dan proses lelang di Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (ULP) yang hadir di pertengahan periode membuat penyerapan anggaran  menjadi lamban. Namun, menurutnya, Pemprov DKI masih bisa mengejar penyerapan anggaran  itu.

Sistem e-budgeting adalah salah satu terobosan yang dibuat Gubernur DKI Joko Widodo alias Jokowi sebelum dilantik menjadi Presiden untuk mempermudah dan mengontrol sistem anggaran  di Pemprov DKI.

"Nantilah hitungannya kan 31 Desember 2014. Kita lihat saat ini banyak lagi perbaikan trotoar, jalan dan itu semua belum terbayar. Selain itu, ada pula bangun sekolah, puskesmas dan kantor kelurahan dan kecamatan," ungkapnya.

Mantan Wali Kota Jakarta Pusat itu menjelaskan bahwa anggaran yang tidak terserap akan digunakan sebagai Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa). Hal ini sesuai dengan peraturan yang ada. Namun, walaupun penyerapan rendah, Pemprov DKI tetap menganggarkan Rp 76 triliun dalam Rancangan APBD DKI 2015.

"Kenapa lebih besar karena perencanaan kami saat ini lebih ok. Ada dana perimbangan pusat dan daerah naik. Kemarin rapat terakhir, pusat dan daerah dikasih angka Rp 17 triliun dan berbeda dengan tahun sebelumnya yang hanya disetor Rp 11 triliun. Dana itu berasal dari dana perimbangan pajak," ungkapnya. (Warta Kota)

Surat Keputusan Mendikbud Menghentikan Kurikulum 2013

Jakarta - WARA - Banyak memperhatikan keluhan dan bermacam kritik dan kajian mengenai kesulitan dalam penerapan kurikulum 2013. Keluhan datang dari para guru, murid, orang tua, pengamat pendidikan dan ahli pendidikan.

Salah satu kajian itu berasal dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). AIPI memperhatikan banyaknya keluhan dan kritik mengenai kesulitan dalam penerapan Kurikulum 2013 dari banyak pihak. AIPI menemukan ketidakjelasan konsep yang digunakan dalam kurikulum tersebut yang tergambar dalam kerancuan bahasa, rumusan tidak operasional/logis, serta tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam naskah kurikulum tingkat SD, SMP maupun SMA.

Berdasarkan kajian itu AIPI menyimpulkan, bahwa Kurikulum 2013 tidak mendorong terwujudnya tujuan bernegara yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan Pancasila. Kurikulum 2013 juga dinilai tidak mendorong terbentuknya budaya ilmiah.

AIPI juga menyimpulkan, Kurikulum 2013 tidak dibangun atas prinsip ilmu pengetahuan yang mengedepankan nalar kritis, melalui penggunaan kata "mengagumi" yang mendominasi isi kurikulum. Kurikulum tersebut juga dinilai tidak mencerminkan terbentuknya kompetensi berdasarkan azas spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan mempunyai batasan waktu (specific, measurable, attainable, relevant, time?bound). Wacana Kurikulum 2013 dianggap tidak menggunakan prinsip kesetaraan gender, prinsip keberagaman dan kebhinnekaan Indonesia.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan disebutkan, bahwa ada beberapa indikasi permasalan kurikulum 2013. Beberapa diantaranya antara lain tidak adanya kajian terhadap penerapan Kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan urgensi perpindahan pada Kurikulum 2013.

Evaluasi juga tidak dilakukan secara menyeluruh terhadap  uji coba penerapan Kurikulum 2013 setelah setahun penerapan di sekolah?sekolah yang ditunjuk. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah pada diJuli 2014, sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat pada Oktober 2014 (Peraturan Menteri no 159).

Berdasarkan segala masukan dari tim evaluasi dan para pemegang kepentingan itulah, Mendikbud memutuskan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah?sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah?sekolah ini akan kembali menggunakan Kurikulum 2006.

"Maka, bagi para kepala sekolah dan guru di sekolah?sekolah tersebut diminta mempersiapkan diri untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015," ujar Mendikbud di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Mendikbud memutuskan untuk tetap melanjutkan penerapan Kurikulum 2013 di sekolah? sekolah yang telah tiga semester menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014, serta menjadikan sekolah?sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan, lalu sekolah?sekolah ini dan sekolah?sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) maka dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya.

"Bagi sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan," ujarnya.

Selain itu, Mendikbud mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Nantinya, pengembangan Kurikulum tidak lagi ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja jangka pendek.

"Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh gur di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa," katanya. (KOMPAS.com)

Warga DKI Ramai-ramai Ajukan Keringanan PBB



Jakarta - WARA - Sebanyak 27.293 warga DKI Jakarta meminta keringanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama 2014. Besaran pemberian keringanan pembayaran PBB diberlakukan bervariasi, maksimal 50 persen untuk warga biasa dan 75 persen untuk veteran.

"Warga yang merasa keberatan dengan tagihan PBB diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan keringanan pembayaran. Kalau memenuhi persyaratan, akan disetujui. Tapi permohonan bisa ditolak kalau tidak memenuhi persyaratan," kata Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setyawandi, di Balaikota Jakarta, Senin (8/12/2014).

Menurut Iwan, persetujuan pengurangan pembaaran PBB mengakibatkan berkurangnya penerimaan PBB sebesar Rp 11 miliar. Berdasarkan data dari Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta hingga 4 Desember 2014, perolehan penerimaan PBB baru mencapai Rp 5,3 triliun, dari target Rp 6,5 triliun.

Meski demikian, Iwan mengklaim secara keseluruhan jumlah pendapatan sektor pajak DKI Jakarta untuk tahun ini lebih besar ketimbang tahun lalu. Karena pada tahun ini, kata Iwan, jumlah penerimaan sektor pajak DKI mencapai Rp 32,5 triliun.

"Kenaikan pencapaian target untuk seluruh pajak termasuk PBB memang cukup tinggi dari tahun sebelumnya, yakni mencapai Rp 32,5 triliun. Meningkat dari tahun lalu yang hanya mencapai Rp 22,6 triliun," ucap Iwan.

Sebagai informasi, sejak diberlakukannya kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), jumlah PBB yang harus dibayarkan oleh warga Jakarta juga turut mengalami kenaikan. Kenaikannya bervariasi, mulai dari 120 persen hingga 240 persen, disesuaikan dengan lokasi wilayah.

Kenaikan diterapkan saat kepemimpinan gubernur sebelumnya, Joko Widodo. Saat itu, Jokowi mengatakan bahwa tujuannya menaikan PBB karena selama empat tahun, NJOP di Jakarta tidak pernah naik. Ia pun ingin agar sektor pajak menjadi sektor unggulan untuk penerimaan pendapatan bagi DKI Jakarta. (KOMPAS.com)

Gubernur Papua Barat Minta Tiga Hal Kepada Presiden


Gubernur Provinsi Papua Barat Abraham Oktavianus Atururi

Manokwari – WARA - Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi mengungkapkan, dirinya telah meminta tiga hal kepada Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua Barat.
 
"Tiga hal yang saya minta perhatian Presiden untuk kemajuan masyarakat Papua Barat adalah soal LNG Tangguh, Tol Laut dan Pembangunan Pabrik Semen," ujar Abraham saat berbincang dengan media di Manokwari, akhir pekan lalu. Tiga hal tersebut disampaikannya saat pertemuan gubernur seluruh Indonesia dengan Presiden di Istana Bogor beberapa waktu lalu.

Disampaikan Abraham, pihaknya ingin agar gas yang dihasilkan LNG Tangguh dapat menjadi sumber energi untuk pembangkit listrik yang menjangkau seluruh tanah Papua. Sebab, LNG Tangguh berada di daerah Papua, namun justru tidak dinikmati masyarakat Papua.

“Saya sampaikan kepada Presiden supaya LNG Tangguh itu jangan hanya diekspor ke Tiongkok, tapi juga untuk pembangkit listrik di seluruh Papua. Jangan Tiongkok terang, kita justru gelap," tegas Abraham.

Menurutnya, persoalan listrik menjadi salah satu hal yang membuat ekonomi Papua sulit berkembang. "Bagaimana investor bisa masuk kalau listrik lebih banyak mati daripada hidup? Bagaimana mau bangun gedung tinggi kalau listrik sulit dan tidak ada lift. Jadi ini masalah kami," terangnya.

Menurutnya, dari 12 kabupaten dan 1 kota di wilayah Papua Barat, baru Kabupaten Teluk Bintuni yang listrik hidup 24 jam. "Jadi ke depan kami berharap LNG Tangguh bisa digunakan untuk menghidupkan listrik 24 jam di Tanah Papua," katanya.

Hal kedua adalah mengenai program tol laut yang dicanangkan Presiden Jokowi. Pemerintah pusat rencananya akan membangun banyak pelabuhan baru mulai dari Sumatera hingga Papua dalam upaya memperlancar transportasi laut baik untuk angkutan orang maupun barang untuk menekan harga barang yang tinggi seperti yang terjadi di Papua.

“Saya sampaikan kepada Presiden, bahwa pelabuhan terakhir tol laut adalah di Sorong. Dari sana akan jadi hub untuk ke daerah lain di Papua," tutur Abraham.

Menurutnya, akses transportasi memang menjadi salah satu kekurangan daerah Papua. Hal ini yang membuat biaya logistik menjadi mahal. "Padahal dulu Papua cukup baik. Tahun 90-an Bandara Biak itu sudah diterbangi pesawat berbadan lebar dari luar negeri. Ini juga akan kita minta untuk dibuka kembali," ujar mantan Wakil Gubernur Papua tersebut.

Persoalan ketiga yang disampaikan kepada Jokowi adalah rencana pembangunan pabrik semen di Maruni Manokwari. Dia meminta pemerintah pusat mendukung pembangunan pabrik semen Maruni guna menekan harga semen yang tinggi di Papua, mempermudah pembangunan infrastruktur dan meningkatkan investasi.
"Semen di Jayawijaya itu bisa Rp2 juta per sak, karena harus dibawa dari luar Papua. Kalau di sini ada pabrik semen, tentu biayanya bisa lebih murah," ucapnya.

Selain itu, dengan adanya pabrik Semen di Papua akan mempercepat pembangunan infrastruktur. "Kita sudah membuka jalan antarkota dari Sorong-Manokwari. Ada banyak jalan yang juga akan dibuka. Nanti itu akan disemen semua, sehingga setiap kota dapat terhubung," katanya.

Keberadaan pabrik semen, lanjut Abraham, juga akan meningkatkan investasi dan industri. Sebab jika investor ingin membangun pabrik atau kantor, pasti membutuhkan semen.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan dukungannya terhadap ketiga hal tersebut. Sebab, lanjut Agus, jika tiga hal tersebut terealisasi, proses industrialisasi akan berkembang di Papua. "Kalau industri bertumbuh, maka kebutuhan untuk Papua tidak semua harus didatangkan dari luar, tapi bisa diproduksi di sini. Ini akan membuat ekonomi Papua, khususnya Papua Barat semakin baik," terangnya.

Menurut Agus, perbankan akan hadir jika aktivitas ekonomi di suatu daerah bertumbuh baik. "Karena itu, kuncinya adalah bagaimana membangun infrastruktur agar kegiatan ekonomi bisa maksimal. Bank Indonesia sangat mendukung langkah-langkah agar Papua Barat lebih berkembang," jelas Agus.

Selain itu, Agus menyatakan, BI juga akan menyediakan asistensi kepada pemerintah daerah dalam rangka pengendalian inflasi. Dengan keberadaan perwakilan BI di Papua Barat, pihaknya berharap segera dibentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). "Nanti TPID ini bersama stakeholder di daerah akan bersama-sama mengendalikan inflasi daerah. Kami akan memberi masukan sehingga kebijakan pemda dapat mengendalikan inflasi," tuturnya. (BeritaSatu)