Kamis, 29 Januari 2015

Kasus Bansos, Mantan Gubernur Kalbar dan Anggota DPR Asal Golkar Tersangka



Pontianak - WARA - Polda Kalimantan Barat (Kalbar) menetapkan mantan Gubernur Kalbar Usman Djafar yang saat ini menjadi anggota DPR RI asal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Zulfadli mantan Ketua DPRD Kalbar yang saat ini menjadi anggota DPR RI dari fraksi Golkar sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos).

Selain kedua anggota DPR itu, Polda Kalbar juga menetapkan calon tersangka lain yaitu mantan Sekretaris Daerah Kalbar dalam kasus yang sama. Hal itu dikatakan Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulistyanto bersama Direskrimsus Kombes Pol Widodo kepada wartawan, Kamis (29/1).

Ia mengatakan, kedua tersangka terlibat dalam dugaan korupsi pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kalbar tahun 2006 hingga 2008 yaitu dengan mata anggaran Dana Bansos untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kalbar. Saat itu Usman Jafar menjabat sebagai Ketua KONI sekaligus Gubernur Kalbar. Adapun Zulfadli sebagai anggota DPRD. Penggunaan dana puluhan miliar untuk KONI diduga fiktif.

Arief mengatakan, penetapan kedua tersangka tak lepas dari hasil audit dan investigasi serta perhitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kerugiannya diperkirakan mencapai Rp 20 miliar.

Dalam waktu dekat, Polda Kalbar akan melaksanakan gelar perkara untuk memperjelas kasus yang sedang diproses. Direncanakan, gelar perkara dilakukan pada minggu ini guna menetapkan tersangka berikutnya.
Pihaknya juga akan melakukan pemanggilan terhadap dua orang tersangka. Jika tidak memenuhi panggilan, Polda akan melakukan pemanggilan secara paksa.

Sebelumnya Polda Kalbar sudah menetapkan tersangka Iswanto yang saat itu menjabat bendahara KONI. (SP)

Politikus Gerindra: Presiden Jokowi Diragukan Memimpin Sampai Lima Tahun


Politisi Partai Gerindra, Martin Hutabarat
Jakarta - WARA -  Pernyataan politikus Partai Gerindra, Martin Hutabarat mengejutkan. Sepertinya ia mulai meragukan kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan bertahan sampai lima tahun mendatang.
"Dalam 100 hari pemerintahan Presiden Joko Widodo muncul tanda tanya besar di kalangan masyarakat, apakah bisa menyelesaikan masa tugasnya sebagai presiden sampai lima tahun akan datang?" tukas Martin di Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Muncul kesan Jokowi sebagai presiden yang dikenal merakyat, mudah ditemui dan suka blusukan sampai desa-desa terpencil. Rakyat yang semula berharap banyak pada kepemimpinannya mulai berkurang. "Mulai muncul keraguan," imbuhnya.

Martin menilai kepemimpinan Presiden Jokowi belum terlihat menonjol dan terkesan sangat enteng melaksanakan pekerjaannya. Jokowi tidak terlihat menghadapi persoalan-persoalan negara yang begitu besar sebagai beban.

Dalam kasus KPK versus Kepolisian yang terjadi sekarang, Martin mencontohkan, Jokowi susah mengambil putusan. Sangat kentara Jokowi diliputi keraguan dan seakan tidak yakin pada dirinya sendiri. Persoalan yang mudah menjadi sulit dan meluas.

"Saya kira Jokowi perlu belajar lagi jadi Presiden RI dan jangan menganggap enteng jabatan kepresidenan tersebut. Dibahunya sekarang tergantung masa depan bangsa dgn 250 juta penduduk indonesia," terang Martin. (Tribun)

Presiden Jokowi, Mana Janjimu Beli Kembali Indosat yang Dulu Dijual Megawati?

Markas PT Indosat Tbk dan Presiden Joko Widodo 


Jakarta - WARA - Pemerintah melalui Kementerian BUMN diminta merealisasikan janji Presiden Joko Widodo yang akan membeli kembali (buy back) saham mayoritas PT Indosat Tbk yang dijual pada era kekuasaan Presiden Megawati.

"Jangan hanya janji. Ketika kampanye, gencar berorasi hendak buy back Indosat. Kami menunggu aksi pemerintah (Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan)," kata anggota Komisi XI DPR Willgo Zainar di sela Rapat Kerja Komisi XI dengan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Rabu (28/1/2015) malam.

Rapat tersebut membahas usulan pemberian dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp72 triliun perusahaan milik negara pada APBN-P 2015, di mana sebesar Rp 48,01 diantaranya dikucurkan kepada 35 BUMN. Willgo menyebutkan sudah saatnya Pemerintah membuktikan janjinya.

"Jika langkah (buy back) tersebut dapat dibuktikan, maka kita menjadi bangsa yang lebih terhormat," ujarnya.

Pria yang merupakan politisi dari Fraksi Gerindra ini menuturkan, jika memang Pemerintah serius maka harus segera dieksekusi. "Pasti akan didukung seluruh fraksi," ujarnya.

Terkait PMN yang diusulkan kepada sejumlah BUMN tersebut, Willgo tidak mempermasalahkannya asal diberi kepada perusahaan yang benar-benar membutuhkan yang didasari dengan rencana bisnis yang baik.
"Penambahan modal untuk perusahaan oke saja. Tetapi jangan pernah ada lagi kebijakan menjual BUMN seperti yang pernah terjadi pada Indosat," tegasnya.

Sebelumnya pada "Debat Capres" pada Minggu, 22 Juni 2014, ketika itu Capres Joko Widodo mengatakan bahwa suatu saat akan membeli saham Indosat namun dalam harga yang wajar.

Menurut catatan, Indosat saat ini dikuasai perusahaan asal Qatar, Ooredoo Asia Pte Ltd, dengan kepemilikan saham sebesar 65 persen, pemerintah Republik Indonesia 14,29 persen, perusahaan Amerika Serikat Skagen sebesar 5,42 persen, selebihnya 15,29 persen dimiliki publik. (Tribun)

Jokowi Diminta Putuskan Polemik Kapolri Pakai Akal Sehat



Jakarta - WARA - Segala kemungkinan-kemungkinan dan alternatif soal dilantik atau tidaknya Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri menjadi salah satu bahasan pertemuan antara Tim Independen dengan Presiden Joko Widodo. Bahkan, pertimbangan sejumlah nama-nama untuk menggantikan Komjen Budi sebagai Kapolri juga dibahas dalam pertemuan tersebut.

"Semua dibahas, yang jelas semua dampak A B C dibahas. Termasuk dampaknya pada KPK, pada polisi, pada publik yang memiliki harapan begitu besar pada upaya-upaya pemberantasan korupsi,” kata Anggota Tim Independen, Imam Prasodjo kepada wartawan usai bertemu Jokowi di Istana Presiden, Jakarta, Rabu (28/1).

Imam menegaskan, Tim Independen telah memberikan sejumlah rekomendasi atau pertimbangan beserta kemungkinan yang terjadi. Namun demikian, Tim Independen tidak bisa membeberkan secara panjang lebar.

"Ini kan semua ini kemungkinan-kemungkinan yang begitu banyak. Pertimbangan hukum dibahas, pertimbangan komplikasi politik, pertimbangan akal sehat," jelasnya.

Sosiolog Universitas Indonesia itu menambahkan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi untuk mengambil keputusan. Yang jelas, kata Imam, pihaknya telah memberikan sejumlah pertimbangan-pertimbangan dengan berbagai resiko bila mengambil salah satunya.

"Biarkan presiden memikirkan apa yang sudah kita lontarkan dengan A B C D-nya, kan kita bukan hanya satu alternatif, kalau satu alternatif kan kita kaya alat penekan," tegas Imam.

"Kalau ini yang diambil mungkin ini paling baik, tapi bapak ada konsekuensi ini, tapi kalau alternatif ini, ini konsekuensinya. Kaya gitu. Tapi mana yang dipilih ya terserah presiden," tutupnya. (merdeka)

Pramono Anung Duga Tim 9 Ada Yang Tidak Independen


Pramono Anung.
Jakarta - WARA - Politikus senior PDIP, Pramono Anung menyarankan agar Presiden Joko Widodo lebih memaksimalkan peran lembaga hukum yang ada di Indonesia, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Menurutnya, memaksimalkan peran lembaga itu ketimbang menerima masukan dari Tim Independen untuk mengatasi masalah yang terjadi antara KPK dan Polri.

"Sebaiknya Presiden menggunakan instrumen negara yang ada. Ada baiknya Presiden mendengar MK, MA, KY. Mereka ini kan paham dengan hukum yang ada," kata Pramono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/1).

Walaupun mengaku menghormati keberadaan Syafi'i Maarif sebagai ketua tim independen, namun Pramono menduga ada beberapa nama di tim tersebut yang tidak independen dalam menjalankan tugasnya memberi masukan ke Jokowi. Hal inilah yang dianggap Anggota Komisi I DPR itu sebaiknya Jokowi lebih memaksimalkan peran dari lembaga hukum di tanah air.

"Bukan saya tidak respect dengan tim sembilan/independen. Saya respect dengan Buya Syafii. Tapi kita tahu ada beberapa nama yang tidak independen. MK, MA, KY bahkan ada Ombudsman. Menurut saya langkah ini yang harus diambil," katanya.

Seperti diketahui, banyak kalangan yang heran dengan keberadaan tim independen. Terlebih, tim tersebut bekerja tanpa ada Keppres, serta Jokowi seperti tidak memaksimalkan keberadaan Wantimpres dan Staf Presiden. (merdeka)