Rabu, 03 Desember 2014

Maarif Institute: Gubernur Tandingan Buatan FPI Merusak Demokrasi



Jakarta - WARA - Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, angkat suara atas deklarasi Gubernur tandingan DKI Jakarta yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) di depan Balaikota, Jakarta, Senin (1/12/2014). 

Menurutnya aksi FPI tersebut mencerminkan kesempitan cara pandang berwarga negara.
"Sebagai ekspresi kebebasan berpendapat sah-sah saja tindakan FPI itu. Namun saya tidak melihat alasan kuat yang dapat membenarkannya kecuali semata-mata alasan politik dan kebencian sektarianisme. Ini merusak tata demokrasi kita karena orang diprovokasi untuk mengingkari aturan main yang sudah disepakati", ungkap Fajar kepada Tribunnews.com, Jakarta, Senin (1/12/2014).

Menurut kader Muhammadiyah ini, aksi FPI mengeraskan sentimen-sentimen SARA yang membahayakan fondasi kebangsaan.

Dia tegaskan, prinsip kebhinekaan mutlak dilembagakan dalam institusi kenegaraan, terutama dalam kepemimpinan selama sejalan dengan semangat Pancasila.

Selain itu, dia juga menyesalkan sikap beberapa pimpinan DPRD DKI yang telah dijadikan celah pembenaran oleh kelompok yang tidak setuju dengan Ahok.

"Konflik politik KMP dan KIH di DPR telah dijadikan amunisi untuk mendelegitimasi Ahok di DKI Jakarta. DPRD DKI harus mementingkan keberlangsungan pembangunan Jakarta dan mengawasi kinerja Ahok daripada larut dalam intrik-intrik politik yang justru mendegradasikan kualitas demokrasi kita", jelasnya.
Dia jelaskan pelantikan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu jelas-jelas sudah sesuai prosedur.

Terlebih, Ahok terpilih secara demokratis sebagai Wakil Gubernur DKI mendampingi Jokowi pada pilkada tahun 2012 lalu. (TRIBUNNEWS.COM)

Orang Kristen Pernah Jadi Gubernur Jakarta


Henk Ngantung

WARA - Isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) kini dipakai untuk kampanye politik pemilihan (Pilkada) gubernur DKI Jakarta. Padahal sejarah mencatat, putra asal Minahasa beragama Kristen, pernah menjadi wakil gubernur sekaligus gubernur di periode 1960-1965.

Saya sengaja menulis ini, untuk menepis anggapan seniman Rhoma Irama pendukung Foke-Nara, yang menyatakan pemimpin daerah harus beragama Islam. Kita semua tahu, bahwa pernyataan Bang Haji itu ditujukan ke Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, yang merupakan cawagub pendamping Jokowi. Ahok adalah pria asal Bangka-Belitung keturunan Tionghoa yang beragama Kristen.

Gubernur yang saya bahas adalah Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau biasa disebut Henk Ngantung. Presiden Soekarno mengangkat Henk Ngantung menjadi Gubernur DKI Jakarta karena ingin Jakarta menjadi kota yang berbudaya. Saat itu, memang calon gubernur tidak mengikuti Pilkada, karena ditunjuk langsung oleh presiden.

Di saat Henk Ngantung menjadi wakil gubernur Jakarta, di tempat asalnya Sulawesi Utara (Sulut), AA Baramuli menjadi gubernur. Bahkan, provinsi Sulut yang kala itu mayoritas beragama Kristen pun, pernah dipimpin oleh gubernur beragama Islam, yakni Abdullah Amu yang menjabat pada periode 1966-1967. Sulut memang hingga kini dikenal sebagai provinsi yang pluralis, sehingga nyaman bagi setiap pendatang dan kalangan investor dari manapun.

Terlepas dari pro-kontra prestasi Henk Ngantung sebagai gubernur di waktu menjabat, saya ingin memberi apresiasi kepadanya, karena mampu menjadikan Jakarta sebagai daerah yang pluralis. Sayangnya, beliau ‘terjebak’ pada krisis ekonomi negara dan konflik politik yang melibatkan PKI.

Bagi saya, Henk Ngantung telah mencatat sejarah di negeri ini, bahwa pemimpin itu tak harus hadir dari kelompok mayoritas. Ia berhasil mewujudkan sosok gubernur yang berwibawa tanpa harus melakukan korupsi. Henk Ngantung yang pernah dituduh PKI dan dijebloskan ke penjara, tidak pernah menggugatnya ke pengadilan di masa orde baru dan reformasi.

Dan terakhir, sebagai uji objektifitas tulisan saya ini, saya mendukung sepenuhnya kandidat mana pun yang berlaga di Pilkada Jakarta. Meskipun secara garis instruksi partai politik tempat aktifitas saya mendukung kandidat Foke-Nara, tapi ijinkan saya memberikan apresiasi luar biasa kepada sosok Ahok.

Saya yakin, meski hatinya gundah dengan isu SARA, tapi ia tetap bersikap sabar dan mengutamakan ‘hukum kasih’ sebagai seorang penganut Kristen. Sama seperti Henk Ngantung, Ahok berhasil menunjukkan kualitas kepemimpinan dan bukan sebatas ingin diakui sebagai pemimpin. (sumber: flickr.com)

Merasa Tidak Diwajibkan, DPR Enggan Pajang Foto Jokowi



Jakarta - WARA - Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan terpajang dengan megah setiap foto Presiden Indonesia. Mulai dari foto Presiden pertama hingga Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi, tak ada sosok Jokowi di antara para mantan presiden tersebut.

Namun, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menegaskan tidak akan memasang foto Presiden ketujuh Joko Widodo, alasannya peraturan di DPR sekarang tidak mewajibkan ada foto Presiden diwajibkan untuk dipasang.

"Penempelan foto di DPR tidak wajib seperti dulu. Karena peraturan yang sekarang sudah beda. Kalau dulu memang wajib," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12).

Agus menambahkan, tidak hanya di Gedung Nusantara III yang tidak dipasang foto Presiden Jokowi, di ruang rapat paripurna DPR pun tidak akan dipasang, bahkan DPR tidak ada rencana untuk memasangnya.

"Sampai sekarang di ruang paripurna juga tidak ada. Kalau sekarang ini tidak wajib, tidak seperti dulu," tambahnya.

Politikus Partai Demokrat itu juga membantah, tidak memasang foto Jokowi karena ia adalah presiden yang diusung dari Koalisi Indonesia Hebat. "Tidak lah, siapapun Presidennya memang sekarang tidak wajib dipasang," ucapnya.

Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen terpajang foto Presiden Indonesia secara berurutan, dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Foto-foto presiden tersebut dibingkai secara megah dengan ukuran 4x3 meter. (Merdeka.com)

Kerugian Beberapa BUMN Membengkak



Jakarta - WARA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku sedang menganalisis kerugian beberapa BUMN yang terus membesar akhir tahun ini. Menurut dia, kerugian itu ada kaitannya dengan pinjaman yang memakai dollar.

"Persoalannya dari tahun sebelumnya, banyak perusahaan BUMN melakukan pinjaman dengan dollar AS, yang sama sekali mereka tidak perhatikan bahwa pendapatan mereka rupiah. Ini risiko manajemen yang kurang prudent," ujar Rini saat berbincang dengan wartawan di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (1/12/2014).

Dia mengaku, sejak ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi BUMN, perhatiannya sudah tercurah pada permasalahan kerugian BUMN. Dia pun merasa bingung mengapa perusahaan yang pendapatannya rupiah berani meminjam uang dalam mata uang dollar.

"Sejak saya masuk BUMN, ini hal yang paling utama saya soroti. Kenapa perusahaan yang pendapatannya rupiah begitu berani ambil pinjaman USD," kata dia.

Menurut Rini, saat dia menanyakan mengapa berani meminjam uang dalam mata uang dollar kepada dirut BUMN pun, dia hanya menjawab seadanya. "Ditanya mengapa, jawabannya karena USD bunganya sangat murah. Tapi tanpa melihat fluktuasi nilai tukar. Kalau dilihat nilai tukar naik, bisa tidak murah. Rupiah melemah satu tahun ini, makanya kerugian begitu besar," kata Rini. (KOMPAS.com)

Tetangga Anggap Aneh Fahrurrozi Jadi Gubernur Tandingan


Rumah gubernur tandingan.

Jakarta - WARA - Saat menggelar aksi demo besar-besaran kemarin (1/12), secara sepihak Front Pembela Islam (FPI) melantik Fahrurrozi Ishaq sebagai Gubernur DKI Jakarta tandingan, acara pelantikan itu pun dilakukan di depan gedung DRPD Provinsi. Dalam sehari, sosok asal Jakarta Timur itupun langsung menjadi perbincangan di media.

Asad (48), tetangga Fahrurrozi, terkejut mendengar ustaz Fahrurrozi terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sembari tersenyum, Asad mengaku aneh mendengarnya, apalagi Jakarta saat ini sudah memiliki gubernur.

"Memang sebenernya secara kontitusional itu Pak Ahok, tapi karena dari warga banyak yang enggak suka timbullah Gubernur tandingan. Saya sebagai tetangga dukung saja, beliau juga kan asli Betawi, dia massanya juga banyak, dan bisa merekut orang juga," kata Asad, saat ditemui di Jalan Jatinegara Timur 3, RT 4 RW 4 Kelurahan Rawabunga, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (2/12).

Asad mengungkapkan, rumah Fathurrozi kerap dipakai sebagai pusat kegiatan Majelis Taklim. Tak hanya itu, kediamannya juga sering dikunjungi tokoh dari salah satu partai.

"Kadang liat, orang partai ke rumahnya. Kalau enggak salah orang PPP," katanya.

Sementara itu, Ketua Rukun Tetangga (RT) 04 RW 4, Kelurahan Rawabunga, Jatinegara, Muti (56) mengaku terkejut bahwa salah seorang warganya menjadi Gubernur DKI. Pak RT pun mengaku hal itu tidak masuk akal dan melanggar aturan.

"Iya, saya baru tahu. Kan sudah ada pak Ahok," jelasnya.

Seperti diketahui, Ketua Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ), Fahrurrozi Ishaq terpilih menjadi 'Gubernur Tandingan' pilihan Front Pembela Islam (FPI). Fahrurrozi menyatakan kesiapannya untuk memulai harinya sebagai pemimpin DKI Jakarta dan melakukan blusukan seperti Jokowi.

Meski diangkat sebagai gubernur tandingan kediaman Fahrurrozi di Jalan Jatinegara Timur, Rawabunga, Jakarta Timur, nampak terlihat sepi. Tidak ada aktivitas apapun di rumah bercat coklat tersebut. Tidak terlihat juga adanya sepanduk atau ucapan selamat di rumah yang terlihat sederhana ini.

"Bapak sedang keluar sama keluarga. Tidak ada selamatan apapun, terkait dipilihnya bapak," kata salah satu murid Fahrurrozi bernama Habib, saat ditemui dikediamannya, Selasa (2/12).

Habib menjelaskan, rencanan gurunya tersebut berencana akan melakukan blusukan setalah acara keluarganya tersebut sudah selesai. Menurut Habib, Ustad Fahrurrozi juga akan mengadakan kenprensi pers.

"Hari ini kayaknya ustaz gak pulang. Nanti katanya kalau udah pulang mau konprensi pers," ujarnya. (Merdeka.com)