Jumat, 13 Februari 2015

Ahok Beri Izin Reklamasi, Ini Tanggapan Kementerian Kelautan



Nelayan yang tergabung dalam ANTRAmelakukan unjuk rasa dengan memasang spanduk di perahu mereka sebagai penolakan reklamasi Pantai Kalasey, Kab Minahasa, Sulawesi Utara.

Jakarta - WARA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, pemberian izin reklamasi sepenuhnya ialah hak kementerian. Hal itu menanggapi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang memberi izin salah satu pengembang di proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Sudirman Saad menerangkan, untuk mendapatkan izin reklamasi tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 mengenai reklamasi.

"Pak Ahok menyatakan ada Perpres Tahun 95. Itu Perpres tentang reklamasi sebelum adanya institusi Kelautan. Lalu ada UU baru itu UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan laut pesisir dan laut produksi, ada Perpres baru Perpres 122 Tahun 2012 tentang reklamasi pantai di situ sudah jelas," kata dia, Jakarta, Kamis (12/2/2015).

Dia menjelaskan, ketentuan tersebut mengatur antara lain pertama perencanaan harus terakomodasi dulu di dalam Peraturan Daerah tentang zonasi. Kedua, izin pelaksanaan tidak boleh langsung. Dalam ketentuan tersebut pengembang wajib melakukan studi amdal supaya memperoleh  untuk memastikan rencana reklamasi itu tidak merusak lingkungan.

"Lalu menyusun induk reklamasinya di dalam induk reklamasi itu selain menjelaskan tentang berapa luas yang akan diuruk materialnya, diambil dari mana ini juga penting. Jangan-jangan nanti mengambil material dari pulau, pulaunya bisa hilang atau mau mengambil dari mana itu harus dijelaskan," lanjutnya.

Dia mengatakan, jika ketentuan tersebut sudah dijalankan reklamasi dapat dilakukan. Pihaknya mengaku belum mengetahui apakah Ahok sudah melewati prosedur itu.

Karena itu, pihaknya tak bisa berani memastikan jika Ahok bersalah. "Saya tidak ingin mengomentari itu, ikuti aturan hukum. Saya sudah jelaskan bahwa kawasan strategis nasional itu kewenangan menteri," kata dia.

DKI Jakarta terlibat dalam proyek tanggul laut raksasa tahap A. Di tahap ini, 33 kilo meter tanggul di Pantai Utara Jakarta ditinggikan dengan pembagian 25 kilometer menjadi tugas pengembang, dan sisanya menjadi tugas Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.

Pengembang yang terlibat membangun 17 pulau buatan yakni PT Kapuk Naga Indah, PT Taman Harapan Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Muara Wisesa Samudera, PT Jaladri Eka Paksi, PT Manggala Krida Yuda, dan PT Pelindo.

Perizinan reklamasi sudah dimulai sejak 1995 saat terbitnya Keputusan Presiden No.52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Izin yang telah dikantongi oleh sejumlah pengembang pun harus diperbarui dengan munculnya ragam produk hukum.

Rencana pengembangan harus direvisi setelah diterbitkan Peraturan Presiden No.54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur dan Perda 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI 2030. (Liputan6)

Eks Panglima TNI Akui Konflik KPK-Polri Saat Ini Rumit



Endriartono Sutarto saat menyambangi Gedung KPK, Kamis (12/2).
Jakarta - WARA - Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal (Purnawirawan) Endriartono Sutarto, mengakui konflik membelit Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri saat ini lebih pelik. Dia bisa mengatakan hal itu lantaran berpengalaman menangani soal yang sama beberapa tahun lalu.

Endriartono membandingkan kemelut kedua lembaga penegak hukum itu pada masa lalu. Yakni saat dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Matra Hamzah, ditersangkakan oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Keduanya diduga menerima suap dari mantan pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, melalui adiknya, Anggodo Widjojo, supaya menghentikan penyidikan kasus suap pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan pada 2006-2008.

"Yang saya lihat situasi sekarang memang lebih kompleks. Lebih berat," kata Endriartono kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/2).

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu sempat memperbincangkan soal langkah-langkah penyelesaian konflik di masa lalu. Dia juga membandingkan apakah taktik itu masih bisa dipakai saat ini.

"Hanya konsultasi saja karena saya dianggap punya pengalaman dalam kasus cicak-buaya, sehingga apakah langkah-langkah yang kita lakukan waktu itu masih valid atau tidak," ujar Endriartono. (Merdeka.com)

Ahok : Pak Presiden 'Kerendem' Juga Nggak Apa-apa



Ahok mendapat kritikan karena dinilai tak kunjung bisa mengatasi banjir Jakarta.

Jakarta - WARA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendapat kritikan karena dinilai tak kunjung bisa mengatasi banjir Jakarta. Apalagi kantor Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, juga sempat tergenang.

Lalu apa kata Ahok?

"Pak Presiden mah kerendem juga nggak apa-apa. Makanya kalau kepepet kerendem tinggi kita akan buka kantong Istiqlal, tapi nggak ada masalah," kata Ahok di Balaikota, Jakarta, Kamis (12/2/2015).

"Presiden sudah biasa hadepin banjir, itu mah orang fitnah nggak demen gue aja," imbuh dia.

Ahok mengatakan, banjir di Jakarta dikarenakan Waduk Pluit di Jakarta Utara meluap. Waduk itu, kata dia, memang memiliki peran sentral dalam mengendalikan banjir di Jakarta.

Air dari Waduk Pluit yang meluap itu bisa berdampak ke bagian barat dan timur Jakarta. Tak terkecuali Istana Negara. Karena itu, kata dia, Jakarta harus memiliki banyak waduk guna mengendalikan air.

Mantan Bupati Belitong Timur tersebut mengatakan, saat ini Jakarta memang belum siap menghadapi banjir karena masih banyak kali yang sedang dalam masa normalisasi. Sehingga mau tidak mau, daerah lain masih terendam banjir.

"Kalau daerah lain nggak mau banjir mesti normalisasi, buang rumah-rumah yang di pinggirannya. Mesti disiapin rusun, rusunnya belum jadi. Sekarang gimana? Ya nggak apa-apa biar dia meluap di atas tapi bawahnya lancar," tutur Ahok.

Suami Veronica Tan itu menjamin, jika semua sudah siap, Jakarta tidak akan terendam. Sebab, kondisi drainase dan waduk sudah baik. Banjir Jakarta, sambung dia, tidak akan lebih dari sehari.

"Makanya saya bilang orang Jakarta kalau banjir di atas dan meluap kalau bawahnya waduknya semua beres, ya nggak lebih sehari kering. Itu yang saya jamin. Kan kalian sudah pernah rasakan yang waktu hujan begitu lebat Sabtu-Minggu," papar dia.

"Orang begitu lihat kok nggak ada genangan. Karena semua saluran semua drainase kita sudah kita perbaiki dengan baik," tandas Ahok. (Liputan6)

Wapres : Cari Dan Tangkap Peneror KPK



Wakil Presiden Jusuf Kalla
Jakarta – WARA - Senada dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) secara tidak langsung juga memerintahkan kepolisian untuk mencari dan menangkap oknum penebar teror ke staf, penyidik, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sebenarnya, sederhana saja, kalau teror kayak begitu laporkan siapa yang teror ke polisi, bisa ditangkap, bisa dicari," kata JK yang ditemui di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (12/2).

Tetapi, ketika dikaitkan dengan ada ketegangan antara KPK dan Polri, JK hanya berharap situasi panas antara dua institusi penegak hukum tersebut cepat terselesaikan, termasuk soal teror.

Seperti diketahui, mulai dari staf sampai Pimpinan KPK serta keluarganya menerima ancaman yang sangat serius dari pihak lain dan bahkan disebutkan oleh Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW), "berkaitan dengan urusan nyawa."

Kemudian, BW secara tidak langsung mengatakan ancaman tersebut bagian rangkaian peristiwa yang terjadi belakangan ini. Seperti, penersangkaan calon tunggal Kapolri, Komjen Budi Gunawan oleh KPK dan penersangkaan dirinya oleh Bareskrim Polri.

Tetapi, Wakil Kapolri (Wakapolri) Badrodin Haiti telah menegaskan bahwa peneror tersebut bukan berasal dari kepolisian.

"Saya sudah cek ke Kabareskrim kemarin, ternyata bukan dari anggota kita," ujar Badrodin di Kantor Presiden usai mengikuti rapat terbatas, Jakarta, Rabu (11/2) petang.

Sebaliknya, Badrodin mengatakan bahwa Polri juga tak jarang menerima ancaman serupa. Namun, menurutnya, hal tersebut diabaikan sebab diyakini sebagai upaya mengadu domba kedua belah pihak.

"Banyak, kalau dibuntuti, ada sekitar-sekitar anggota di sana itu kan juga sama. Apakah itu anggota KPK kan belum tentu juga," ujarnya.

Lebih lanjut, Badrodin menawarkan jasa penjagaan khusus untuk staf ataupun penyidik KPK. (SP)

Menkumham Bersumpah Bantah Rekayasa Menangkan BG



Yasona H Laoly

Jakarta – WARA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly membantah telah mendesain sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan (BG) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yasonna telah menyampaikan hal tersebut kepada Prersiden Joko Widodo (Jokowi).

"Enggak ada itu. Kita beritahu saja (kepada Presiden). Tidak ada penulis, kalau dia (pengirim surat kaleng) tanggung jawab, kasih namanya," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/2).

Dia menyatakan enggan menanggapi surat kaleng yang menuding dirinya mendesain praperadilan. "Kalau kita layani surat kaleng, matilah kita tiap hari nanti," ujarnya.

Dia menegaskan sama sekali tidak pernah berurusan dengan praperadilan BG. "Coba lihat dulu, saya ada gerakan enggak ke pengadilan, jumpa ketua pengadilan? Urusan saya banyak," tegasnya.

"Jadi tidak benar Pak?," tanya wartawan.

"Enggak. Swear," jawabnya sambil mengangkat mengacungkan jari tanda orang bersumpah.

Dia berharap sidang praperadilan tetap berjalan adil. "Kan terbuka sidangnya, transparansi," tukasnya.

Sebelumnya, sebuah surat tanpa nama pengirim atau surat kaleng, diterima wartawan yang meliput di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/2).

Surat itu berisi informasi terkait kemungkinan hasil sidang praperadilan. Surat ditujukan untuk para wartawan yang biasa meliput di KPK.

Lembaran surat dalam amplop tersebut hanya bertuliskan kalimat yang menyatakan bahwa hasil sidang praperadilan sudah diatur sejumlah pihak. 

Surat tersebut pun menyebut sejumlah nama, yaitu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Pelaksana Tugas Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

"Kami baru saja mendapat informasi dari family kami di Jakarta bahwa hasil sidang praperadilan Budi Gunawan sudah di setting oleh Bpk. Tedjo, Hasto, & Yasona Laoly, dan hasilnya dimenangkan oleh Budi Gunawan, tolong berita rahasia ini disebarluaskan," bunyi surat tersebut.
Di bagian depan amplop terdapat logo hotel Aneka Beach Hotel yang beralamat di Jalan Pantai Kuta, Bali. Dua buah prangko yang masing-masing bernilai Rp 1.500 melekat di sudut kanan atas amplop. (SP)