Senin, 19 Januari 2015

Ahok Tantang DPRD DKI Jelaskan Anggaran Siluman Sebesar Rp 8,8 T

Jakarta WARA - Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) dan DPRD DKI kembali ‘perang’. Akar permasalahannya adalah munculnya anggaran siluman yang diajukan para wakil rakyat Jakarta itu dalam RAPBD 2015 sebesar Rp 8,8 triliun.

“Kita udah susun, selesai. Tiba-tiba nggak tau darimana, dari DPRD, tidak diakui. Kirim surat kepada kami bilang ada titipan dari DPRD nih, visi misi. Ternyata ditaruh di Bappeda,” ujar Ahok kepada wartawan di SME Tower, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Minggu (18/1/2015).

“Tapi pasti dia nggak mau ngaku. Ya saya perintahkan nggak boleh diganti. Bappeda kan nggak bisa isi lagi kan udah e-budgeting. Makanya nggak heran BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) ketemu 2 kali,” lanjutnya.

Bukan main, Ahok dibuat kesal setengah mati dengan ajuan anggaran sebesar itu dalam bungkusan surat visi misi. Apalagi maksud diajukannya anggaran ‘siluman’ tersebut untuk sosialisasi SK Gubernur.

“Bukan visi misi. Judulnya visi misi, isinya itu suruh kita ubah masuki Rp 8,8 triliun. Versinya mereka. Sosialisasi SK Gubernur saja Rp 46 miliar, seratus juta, seratus juta. Rp 46 miliar setahun gila nggak? Apa yang mau disosialisasi SK gubernur,” kata mantan Bupati Belitung Timur itu.

“Makanya saya marah, tapi mereka nggak mau mau. Bilangnya nggak tau apa-apa. Saya panggil Bappeda, BPKD, sama sekda nggak ada kompromi. Jadi kalau mau berantem, berantem aja. Saya udah kasih tahu Pak Pras (Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi), saya yakin masih ada anggota DPRD yang baik,” tegasnya lagi.

Namun, Ahok tidak mengetahui siapa saja oknum yang mendalangi dana sebesar itu. Untuk itu, Senin (19/1) besok dirinya bersama para anggota legislatif Kebon Sirih akan mengadakan pertemuan untuk membahas kembali. Akibat tidak tercapainya kesepakatan, Paripurna RAPBD 2015 yang semula dijadwalkan Jumat (16/1) lalu batal terlaksana.Next
“Dia nggak mau ngaku dong. Akibatnya apa? Begitu nggak mau ngaku, batalin paripurna,” kata Ahok dengan kesal.

“Senin saya bikin 2 kubu aja. Kalau kalian nggak mau bahas, saya gunakan APBD 2014. Jadi DPRD yang mau dukung saya gunakan APBD 2014, datang ke Balaikota. Yang nggak mau dukung, nggak usah dateng. Ribut saja deh udah,” imbuhnya.

Ahok menduga dana ‘siluman’ berjumlah triliunan yang disebut-sebut masuk dalam visi misi itu akan disalurkan ke beberapa dinas Ibu Kota. Apakah ada indikasi kongkalikong dengan dinas-dinas terkait di bawahnya?

“Dulu begitu. Makanya dulu mereka menolak e-budgeting saya kan. Sengaja kan. Mereka nggak tahu angka satuan. Saya tunggu sampai Desember, bisa ngisi. Ketahuan sewa mobil Rp 461 miliar kan,” terang suami Veronica Tan itu.

“Makanya tahun ini saya desak, siapapun yang nggak mau ngisi, gua pecat-pecatin lu. Terus bilang nggak ada duit buat kumpul-kumpul makan Rp 164 juta. Lu pake duit gua, gua bilang. Gila kan, anggaran itupun nggak ada,” lanjutnya dengan nada tinggi.

Ahok mengaku tidak takut dengan perang dingin dan tantangan yang diajukannya terhadap DPRD DKI akan memperkeruh hubungan eksekutif-legislatif. Menurutnya, keberadaan ‘dana siluman’ itu tidak bisa lagi ditolerir.

“Emang gua pikirin kalau dia nggak mau bahas? Kita ngetes aja, di Indonesia belum pernah terjadi kan Gubernur lawan DPRD. Kan nggak semua DPRD, Pak Pras dukung kita. Siapa yang dukung pikiran saya, ayo datang. Tapi kalau nggak mau datang, ayo musuhan sama saya sekalian deh,” pungkasnya. (detik)

Petisi 'Pilih Kapolri Bersih" Disiapkan untuk Jokowi



Jakarta - WARA - Para Aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) mengajak seluruh warga untuk turut mengawasi proses pemilihan Kapolri. Karena itu, KMS mengumpulkan tanda tangan dukungan agar Presiden Joko Widodo memilih Kapolri yang bersih.

"Kami minta publik aware (waspada) untuk memperhatikan proses seleksi (Kapolri) ini. Ada 28 ribu tanda tangan kita kumpulkan mulai 10 hari lalu sampai hari ini," ungkap perwakilan KMS, Erwin Natosmal Oemar, di depan Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (18/1/2015).

Ia mengatakan aksi ini sebagai upaya panjang Koalisi Masyarakat Sipil guna mendesak Presiden Jokowi memilih Kapolri yang bebas dari dugaan tindak korupsi. Erwin mengatakan pihaknya berharap Jokowi bisa konsisten dengan janji untuk menunjuk jajaran yang berintegritas dan bebas dari kasus hukum.

"Kami minta pak Jokowi konsisten dengan janjinya memilih kapolri bersih. Bagaimana kita bisa berharap banyak kalau kapolrinya nggak bersih?!" tegas Erwin.

Ia mengatakan aksi-aksi KMS akan terus dilakukan hingga Kapolri yang dipilih sesuai harapan rakyat, yakni bersih dari dugaan-dugaan pelanggaran hukum.

"Kami akan terus melakukan aksi ini. Memang tidak semasif dulu. Tapi sampai Jokowi pilih Kapolri bersih," ucap dia.

Selain penandatangan dukungan, ada pula atraksi seni dan musik serta orasi dari sejumlah LSM dalam aksi ini. Misalnya, dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). (Liputan6.com)

Kompolnas Kesal KPK Tak Mau Bagi Data Rekening Gendut Jenderal



Jakarta - WARA - Komisioner Kompolnas, M Nasser menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mau terbuka soal daftar nama Jenderal yang bermasalah. Dia mengaku KPK tak memberikan data atau pun informasi mengenai hal tersebut.

"Saya kira seperti itu. Saya mengatakan itu, karena data itu tidak diberikan. Kami tidak diberikan informasi, seharusnya KPK memberikan data kepada Kompolnas," kata Nasser dalam diskusi bertajuk 'Jokowi, Kok Gitu', Jakarta, Sabtu (17/1).

Dia menampik soal data yang diserahkan Bareskrim ke Kompolnas hanya 'di copy paste' tidak dilakukan pemeriksaan. Dugaan itu menguat karena Budi Gunawan dulu pernah disorot atas rekening gendut, tapi tetap direkomendasikan sebagai calon Kapolri pada Jokowi.

"Saya kira itu tidak terlalu benar karena pemilihan pencarian informasi dan data tentang calon kapolri ini kita sudah lakukan jauh-jauh hari sebelumnya," ujarnya.

Nasser beralasan pihaknya sudah pernah mengirimi surat ke KPK, PPATK juga Komnas Ham menyangkut calon Kapolri Komjen Budi Gunawan.

Pemeriksaan itu dilakukan saat Kompolnas berniat menggantikan mantan Kapolri Timur Pradopo. Namun, lanjut dia, pihak-pihak yang dimaksudkan tidak memberikan jawaban atas surat tersebut.

"Pada waktu itu kita sudah meminta KPK PPATK dan Komnas Ham bagaimana tapi tidak dijawab. Sehingga kita tidak punya aliran data tentang dana rekening gendut dan sebagainya," ucap Nasser. (Merdeka.com)

Fox Minta Maaf karena Komentar 'Birmingham Kota Islam'


BBC Indonesia Pembawa acara Jeanine Pirro yang mewawancarai Steven Emerson.

WARA - Stasiun TV Amerika Serikat, Fox News, menyampaikan permintaan maaf saat siarannya karena menayangkan pernyataan bahwa Birmingham adalah 'kota hanya untuk umat Islam.'

Tayangan itu menghadirkan Steven Emerson, seorang pengamat terorisme di AS, yang juga menyebutkan 'warga non-Islam sebaiknya tidak pergi ke sana'.

Emerson tampil di Fox News terkait serangan teror di Perancis pekan lalu namun dia kemudian menarik pernyatannya itu setelah dihubungi berbagai media.

Dalam siaran pernyataan minta maafnya, Fox mengatakan amat menyesalkan kesalahan tersebut dan meminta maaf kepada warga Birmingham, Inggris tengah.

Pembawa acara Jeanine Pirro -yang mewawancarai Emerson saat mengeluarkan komentar kontroversial itu- mengatakan bahwa para pembicara tamu membuat 'serangkaian kesalahan faktual dan dia melakukan kesalahan dengan membiarkannya tidak ditantang maupun dikoreksi."

"Pembicara tamu menyatakan bahwa Birmingham, Inggris, adalah Islam total dan merupakan tempat yang tidak dikunjungi non-Islam."

"Keduanya tidak benar," tegas Pirro.

Dia menambahkan bahwa data berdasarkan sensus 2011 memperlihatkan 22 persen warga Birmingham yang mengidentifikasi dirinya sebagai Islam.

"Kami menyesalkan secara mendalam atas kesalahan-kesalaan itu dan meminta maaf kepada warga Birmingham, penonton kami, dan semua pihak yang tersinggung," tuturnya. (KOMPAS.com)

Efek Jera Eksekusi Mati Terpidana Narkotika



Enam orang ditembak mati sekaligus. Negara sahabat meradang.

Cilacap - WARA - Sabtu malam, 17 Januari 2015, Dermaga Wijaya Pura, Cilacap, Jawa Tengah terasa mencekam. Ratusan warga yang ingin mengikuti eksekusi mati terpidana mati kasus narkotika tampak tegang di dermaga yang hanya berjarak sekitar dua ratus meter dari lokasi eksekusi.


Tepat pukul 24.00, listrik di lapangan tempat lokasi eksekusi dimatikan. Tiga puluh menit kemudian terdengar suara tembakan. Tak berselang lama, lampu di lokasi penembakan kembali menyala. Drama eksekusi lima narapidana kasus narkoba ini pun usai.

Di lokasi berbeda juga terjadi hal serupa. Selepas pukul 00.00 terdengar suara tembakan dari Depan Markas Brimob, Gunung Kendil, Boyolali, Jateng. Suara tembakan itu diduga berasal dari regu tembak yang telah mengeksekusi mati narapidana asal Vietnam, Tran Thi Bich Hanh.

Ada 80 lebih personel dari Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Jateng yang dikerahkan untuk menjadi eksekutor enam terpidana mati yang dilaksanakan di Boyolali dan Lapas Nusakambangan. Namun hanya 14 personel yang diterjunkan di Boyolali guna mengeksekusi Tran Thi Bich Hanh. Sementara, 70 personel menjadi regu tembak terhadap lima narapidana di Lapas Nusakambangan.

Selain Tran Thi Bich Hanh, lima napi yang dieksekusi di Lembah Nirbaya, lapangan dekat Lapas Nusakambangan. Mereka adalah, Namaona Denis (48), warga negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53), warga negara Brazil, Daniel Enemua (38), warga negara Nigeria, Ang Kim Soei (62) warga negara Belanda dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia, warga negara  Indonesia.

Kejaksaan Agung menyatakan, eksekusi mati terhadap enam terpidana kasus narkoba tersebut berjalan lancar. Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, enam jenazah sudah diurus sesuai permintaan keluarga. Tiga jenazah dikremasi. Sementara sisanya dikebumikan. Prasetyo menyatakan, eksekusi mati terhadap enam terpidana kasus narkoba tersebut bertujuan menciptakan efek jera terhadap para pelaku peredaran narkoba di Indonesia.

Menurut dia, eksekusi mati terhadap lima warga negara asing dan satu warga negara Indonesia tersebut diharapkan bisa menjadi pelajaran penting bagi para pelaku bisnis narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia. Ia mengklaim, keputusan kontroversial tersebut harus dilakukan guna kepentingan dan masa depan generasi bangsa.

Prasetyo mengancam, ia akan melakukan aksi serupa terhadap para pengedar narkoba yang tak kunjung jera. Ia menyatakan, eksekusi ini adalah gelombang pertama dan akan ada gelombang berikutnya. "Gelombang kedua akan menyusul. Indonesia tidak main-main memerangi kejahatan narkotika. Kita akan berjuang konsisten untuk hal ini," ujarnya menegaskan.

Mantan politisi Partai Nasdem ini menyatakan, tak ada ampun bagi kejahatan narkotika di Indonesia. Hukuman akan dilakukan dengan cara ditembak sampai mati. "Presiden juga menyatakan tidak ada ampun. Yang kita dahulukan adalah pidana narkotika. Kita berharap sikap keras dan tegas ini, agar berdampak jera kepada bandar, pengedar atau pelaku."

Ia mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menolak grasi 62 orang terpidana mati. Enam orang di antaranya yang dieksekusi pada Minggu dinihari, 18 Januari 2015. Jokowi mengakui. Ia telah menolak memberikan grasi terhadap puluhan terpidana mati. Menurut dia, para terpidana tersebut telah merusak masa depan bangsa. Jokowi mengatakan, hukuman mati bagi para pengedar obat bius sangat penting untuk menjadi shock therapi bagi siapapun yang melanggar undang-undang narkotika Indonesia. Saat ini, ada 64 orang yang dihukum mati terkait perdagangan barang haram tersebut.

Dikecam
Eksekusi mati terhadap para narapidana kasus narkoba ini dikecam sejumlah kalangan dari dalam dan luar negeri. "Eksekusi mati ini harus segera dihentikan. Hukuman mati merupakan pelanggaran HAM," ujar Direktur Riset Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Rupert Abbott.

Menurut dia, Pemerintahan Indonesia yang baru berjanji akan memperbaiki penghormatan terhadap HAM. Namun, eksekusi tersebut menjadi langkah mundur.  Amnesty International menilai, kejahatan narkoba tidak memenuhi syarat sebagai "kejahatan paling serius" dimana hukuman mati bisa diterapkan.

Amnesty International menolak hukuman mati untuk semua jenis kejahatan dan untuk segala situasi apapun tanpa memandang sifat dari kejahatannya, karakter pelakunya atau metode yang digunakan oleh negara untuk melakukan eksekusi mati. Pasalnya, hukuman mati melanggar hak untuk hidup yang diakui di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Selain itu hukuman mati merupakan bentuk terburuk penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.

Kecaman yang sama datang dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Koordinator Kontras Haris Azhar menyatakan, eksekusi mati bagi terpidana kasus narkotika melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Ia tak sepakat bahwa hukuman mati akan menimbulkan efek jera. Pasalnya, tak ada korelasi antara efek jera dengan hukuman mati.

Menurut dia, hukuman mati untuk menciptakan efek jera merupakan cara pandang kuno. Negara-negara yang sistem hukumnya maju sudah meninggalkan model hukuman seperti itu. Ia mengatakan, jika akan memberantas narkoba yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem dan integritas para penegak hukum. "Harus ada pengawasan di bea cukai, penegakan hukum, adanya kontrol terhadap hukum, pengetatan wilayah perbatasan dan kemampuan membongkar gembong narkoba itu sendiri."

Pendapat senada disampaikan kriminolog asal Universitas Indonesia, Adrianus Meliala. Ia mengatakan, dari data yang ada dan pengalaman negara yang menerapkan hukuman mati, model hukuman ini tak bisa menciptakan efek jera. Apalagi hukuman mati seringkali dilaksanakan dalam kurun waktu yang lama. Ia menilai, eksekusi mati terhadap napi narkoba ini hanya bersifat simbolik.
“Untuk menimbulkan kesan bahwa Indonesia merupakan negara yang tegas,” ujarnya kepada wartawan, Minggu, 18 Januari 2015. Menurut dia, eksekusi mati ini mirip dengan aksi pemerintah membakar kapal nelayan asing yang melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia.

Tarik Dubes
Presiden Brasil Dilma Rousseff pun tak bisa menyembunyikan kegusarannya. Dia berduka setelah salah satu warganya, Marco Archer Cardoso Moreira (53) dieksekusi regu tembak Polri. Juru bicara Rousseff seperti dilansir Yahoo News mengungkapkan, Moreira merupakan warga Brasil pertama yang dieksekusi mati di luar negeri. Sebelumnya, Presiden Rousseff telah memohon secara pribadi kepada Presiden Jokowi agar warga negaranya tersebut diberi grasi. Namun, Jokowi menolak permohonan tersebut.

Rousseff mengatakan, eksekusi mati bisa mengganggu hubungan bilateral antara Indonesia dan Brasil. "Hukuman mati adalah hal yang tidak manusiawi dan melanggar hukum internasional. Ini bisa memengaruhi hubungan Indonesia dan Brasil," tuturnya.

Rousseff pun menarik Duta Besar Brasil untuk Indonesia, Paulo Alberto Da Silveira Soares. Paulo ditarik pulang untuk berkonsultasi dengan pemerintah seperti dilansir Reuters, Minggu, 18 Januari 2015. Mereka mengatakan, eksekusi mati terhadap Marco Archer Cardoso Moreira jelas akan berdampak pada hubungan bilateral kedua negara.

"Pemberlakuan hukuman mati yang dikecam oleh masyarakat dunia, jelas sangat mempengaruhi hubungan dengan negara kami," ujar Presiden Dilma Roussef dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita Brasil.

Tak mau kalah, Pemerintah Belanda juga menarik Duta Besarnya di Indonesia, Tjeerd de Zwaan. Keputusan itu diambil Belanda karena Pemerintah Indonesia tetap mengeksekusi warga negara mereka, Ang Kiem Soei. "Ini merupakan sebuah hukuman yang kejam dan tidak berperikemanusiaan yang menolak martabat dan integritas manusia," ujar Menteri Luar Negeri Belanda, Bert Koenders.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang memberlakukan hukuman mati. Sejumlah negara tetangga juga menerapkan hukuman serupa. Amnesty Internasional mencatat, sejumlah negara masih menerapkan hukuman mati. Negara-negara tersebut di antaranya Tiongkok, Iran, Arab Saudi, Malaysia dan Amerika Serikat. Selain Amerika, Jepang merupakan negara maju yang masih memberlakukan hukuman mati. Bahkan pada 2012 lalu, Pengadilan Jepang menghukum gantung tiga terpidana. (VIVA.co.id)

Protes Pengacara Terpidana Mati Ang Kiem Soei



Jakarta - WARA - Pengacara terpidana mati Ang Kiem Soei berharap eksekusi mati kliennya bukan untuk pengalihan isu politik yang sedang memanas saat ini.

"Kami sungguh tidak mengharapkan bahwa rencana eksekusi hukuman mati atas klien kami hanya sekadar pengalihan isu atas situasi politik yang panas saat ini, apalagi sampai melanggar hak-hak dari terpidana," kata pengacara Ang Kiem Soei, Harry Ponto, di Jakarta, Sabtu (17/1/2015) malam.

Ia juga menyatakan keberatan dan menolak keras rencana pelaksanaan eksekusi, sebab pengacara belum menerima Keputusan Presiden RI yang menolak permohonan grasi.

"Kami sungguh keberatan dan menolak keras rencana pelaksanaan eksekusi mati yang diumumkan secara tiba-tiba oleh Jaksa Agung tersebut, mengingat hingga saat ini kami selaku kuasa hukum belum menerima Keputusan Presiden (Keppres) yang menurut pemberitaan menolak grasi yang secara resmi kami ajukan pada tanggal 17 Juni 2013," kata dia.

Terpidana Ang Kiem Soei telah diputus dengan pidana mati berdasarkan putusan yang menurut dia pertimbangannya tidak cukup dan tidak lengkap.

Dalam putusan di tingkat Peninjauan Kembali (PK) Nomor 106 PK/Pid/2005 tanggal 1 Juni 2006, Majelis Hakim Agung yang memutus perkara hanya memberikan pertimbangan terhadap 1 dari 3 alasan PK yang diajukan terpidana Ang Kiem Soei, sementara dua lainnya belum diperiksa sama sekali.

"Sangat disayangkan bahwa untuk masalah yang sangat penting, yaitu penjatuhan hukuman mati kepada seseorang, Mahkamah Agung melanggar hak klien kami dengan memberikan putusan yang pertimbangannya tidak cukup seperti itu," tandas pengacara terpidana mati Ang Kiem Soei, Harry Ponto.

Kejaksaan Agung dijadwalkan mengeksekusi 6 terpidana mati pada Minggu 18 Januari dini hari. Bila tak ada perubahan, 5 Terpidana mati dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap dan 1 lainnya dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah.

Berikut 6 terpidana mati yang dijadwalkan dieksekusi:

1. Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brasil) dieksekusi di Nusakambangan.
2. Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI) dieksekusi di Nusakambangan.
3. Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam) dieksekusi di Boyolali.
4. Namaona Denis (WN Malawi) dieksekusi di Nusakambangan.
5. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria) dieksekusi di Nusakambangan.
6. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (warga Belanda) ‎dieksekusi di Nusakambangan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Liputan6.com, Jaksa Agung HM Prasetyo akan memberikan keterangan pers terkait eksekusi mati tersebut di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Minggu 18 Januari 2015 pukul 09.00 WIB. (Ant)