Rabu, 10 Desember 2014

KPK Geledah Rumah Ketua DPRD Bangkalan di Cipinang



Jakarta - WARA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediaman Ketua DPR Bangkalan, Fuad Amin Imron  di Kawasan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur. Fuad menjadi tersangka kasus dugaan suap jual beli gas untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Jawa Timur.

Selain di kediaman mantan Bupati Bangkalan itu, penyidik KPK juga turut menggeledah sebuah kantor dan rumah milik tersangka lainnya yang berperan sebagai perantara suap ini, Rauf.

"Penggeledahan juga dilakukan ‎di rumah dan kantor R (Rauf) di Jalan Bangka I, Mampang, Jakarta Selatan. Lalu, Kantor ABD (Antonio Bambang Djatmiko) di SCBD, Gedung Energy lantai 17," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya Jakarta, Rabu (10/12/2014).

Priharsa menjelaskan, dari penggeledahan yang dilakukan terkait kasus ini sejak Senin 8 Desember, KPK mengamankan sejumlah dokumen yang diharapkan mampu menguak perkara ini. "Hasilnya ada dokumen dalam bentuk fisik dan digital," ungkap dia.

KPK menetapkan 4 tersangka terkait kasus dugaan suap jual beli pasokan gas alam  untuk pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Bangkalan dan Gresik, Jawa Timur.

Mereka adalah Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron, ajudan Fuad bernama Rauf, Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Widjatmiko, dan anggota TNI Angkatan Laut Kopral Satu TNI Darmono.

Fuad dan Rauf dikategorikan sebagai penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2,‎ serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi‎ (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Sedangkan Antonio selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 5 ayat 1 huruf b, serta Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.‎ Sementara khusus Darmono proses hukumnya dilimpahkan KPK ke peradilan militer, dalam hal ini Polisi Militer TNI Angkatan Laut. (Liputan6.com)

Penembakan Brutal di Papua,7 Warga Tewas, Belasan Dilarikan ke RS



Ilustrasi
Jakarta - WARA - Penembakan brutal kembali terjadi di Papua. Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM RI, kepada Tribunnews.com, beberapa saat yang lalu, menginformasikan telah terjadi tembakan beruntun kepada sejumlah warga di Enarotali kabupaten Paniai, Papua.

Akibatnya tujuh warga Paniai tewas di tempat. Penembakan diduga dilakukan aparat kepolisian setempat.
"Sebanyak 21 orang warga sipil sebagian besar ditembak oleh aparat keamanan. Dan 7 orang mati ditempat, 14 warga diantaranya dalam kondisi kritis di Rumah Sakit," kata Natalius, Senin (8/12/2014).

Tokoh masyarakat Papua ini menegaskan motif penembakan semula dimulai dengan sebuah kata pelecehan yang diduga dilakukan oleh aparat tersebut disambut oleh seorang anak sekolah menengah yang menegur aparat tersebut karena merasa dilecehkan keyakinannya.

"Kemudian aparat tersebut menganiaya dan akibatnya hari ini 21 orang tertembak," kata Natalius.
Kata dia, warga ditembaki setelah melakukan aksi protes ke kantor kepolisian setempat atas dugaan pelecahan itu.

Kata Natalius ini tindakan tidak berperikemanusiaan, dan Komnas HAM mengutuk keras.
"Komnas HAM meminta Presiden, Menkopolhukam, Kapolri dan Panglima TNI secepat merespon," kata dia.

Komnas HAM, kata Natalius, akan secara serius lakukan penyelidikan karena kejahatan kemanusiaan terus menerus terjadi di Papua.

"Komnas HAM juga minta dunia internasional memperhatikan pembunuhan yang keji dan kejam ini. Dalam waktu dekat akan lakukan penyelidikan serius atas kasus ini. Pimpinan keamanan harus dicopot dan diadili secepatnya," kata dia.

Hingga berita ini diturunkan, Tribunnews.com belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari pihak kepolisian. (Tribun)

Muhammadiyah: Jangan Paksa Umat Islam Pakai Atribut Natal

WARA - Bendahara Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas menilai atribut natal yang dikenakan seorang muslim dapat mengubah pandangan, sikap, dan prilakunya.

Dia mengutip sebuah hadits yang artinya, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari kaum tersebut.”

“Oleh karena itu, atribut natal dapat merusak agama Islam,” tegasnya kepada Islampos, Senin (8/12).

Dia menambahkan seorang muslim tidak masuk akal bila memakai atribut natal. “Sebab itu pakaian agama Kristen dan Katolik. Jadi tidak ada hubungannya dengan agama Islam,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menerangkan arti toleransi antar umat beragama. Menurutnya, toleransi itu tidak memaksa umat agama lain mengenakan atribut agamanya.

“Umat Islam tidak memaksa umat Hindu memakai atributnya. Pun sebaliknya. Umat Kristen tidak memaksa umat Islam memakai atributnya. Juga sebaliknya,” contohnya.

“Kalau umat Islam tidak memaksa umat agama lain memakai atributnya, maka jangan paksa kami memakai atribut kalian (atribut natal -red),” tutupnya. [andi/Islampos]

Jokowi Kaji Ulang Proyek Tanggul Raksasa Rp 500 Triliun


Untuk teknik pengerjaan tanggul, Ahok merasa yang paling bisa ditiru untuk ibukota adalah Rotterdam, Belanda.

Jakarta - WARA - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) mengisyaratkan penundaan proyek pembangunan The National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau lebih dikenal dengan Tanggul Raksasa (Giant Sea Wall). Padahal Oktober lalu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah groundbreaking tahap I (A) dinding penahan air.

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan mengkaji ulang proyek berbentuk burung garuda besar di Utara Jakarta yang diperkirakan menelan anggaran sekira Rp 500 triliun itu. Namun dia menampik jika disebut penundaan.

"Bukan ditunda, tapi dipelajari lebih lanjut supaya pembangunannya holistik (menyeluruh), dari hulu tengah sampai hilir sekaligus. Nggak hanya menyelesaikan di hilir saja, tapi hulunya nggak diselesaikan," tutur dia usai Rakor Giant Sea Wall di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (9/12/2014).

Lebih jauh katanya, pemerintah akan mempelajari kembali konsep dan desain tahap II dan tahap III (seksi B dan seksi C). Sementara tahap I pembangunan dinding penahan air sepanjang 33 Kilometer (Km) tetap berlanjut sebagai penyelamat Jakarta.

"Tahap I harus tetap dibangun apapun yang terjadi. Mau ada tanggul raksasa atau tidak, tahap I harus ada. Kalau nggak, Jakarta Utara banjir kena air robb. Makanya ditinggikan tanggulnya, kalau nggak bahaya, Jakarta Utara kerendem," tegas dia.

Pemerintah, lanjut Aher begitu panggilan akrabnya, ingin menciptakan keberlanjutan dari manfaat tanggul raksasa. Sehingga perlu ada kajian menyeluruh dari proyek fantastis tersebut.

"Kritikannya khawatir kalau tidak holistik, nggak utuh pembangunannya dari hulu sampai hilir, nanti yang berkelanjutan proyek pembangunannya bukan manfaatnya," terangnya.

Senada, Menteri Riset dan Teknologi Muhammad Natsir mengatakan, pembangunan tanggul raksasa mesti terintegrasi dari hulu sampai hilir.

"Belum (batal), nunggu kajian. Kayaknya nggak mungkin (lanjut) kan kita harus terintegarasi. Proyek itu hulunya bagaimana karena sekarang baru ada kajian parsial, bagaimana mengatasi masalah 13 sungai yang ada di DKI," tegas dia. (Liputan6.com)

Umat Lain Tak Dipaksa Pakai Atribut Jelang Hari Raya

Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin menggunakan songkok adat Bugis-Makassar saat menghadiri acara silaturahmi di kantor Kemenag Sulsel Jl Nuri, Makassar, Jumat (14/11/2014).
WARA - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa Kementerian Agama tidak akan membuat aturan mengenai penggunaan atribut tertentu dalam memperingati hari besar keagamaan.

“Kemenag tentu takkan membuat aturan berisi perintah atau larangan tentang penggunaan atribut dan pakaian keagamaan tertentu,” demikian penegasan Menag LHS menanggapi isu tentang penggunaan pakaian atau atribut Kristen jelang Natal, Jakarta, Selasa (9/12/2014), sebagaimana dikutip dari situs resmi Kementerian Agama.

Menurutnya, masing-masing pemeluk agama dituntut untuk dewasa dan bijak serta tidak menuntut apalagi memaksa seseorang untuk menggunakan pakaian atau atribut agama yang tidak dianutnya. 

“Seorang muslim tidak usah dituntut menggunakan kalung salib atau topi sinterklas demi menghormati Hari Natal. Juga umat perempuan non muslim tidak perlu dipaksa berjilbab demi hormati Idul Fitri,” tegasnya.

Dikatakan Menag bahwa bertoleransi bukanlah saling meleburkan dan mencampurbaurkan identitas masing-masing atribut dan simbol keagamaan yang berbeda, tetapi saling mengerti dan memahami. 

“Bertoleransi adalah saling memahami, mengerti, dan menghormati akan perbedaan masing-masing, bukan menuntut pihak lain yang berbeda untuk menjadi sama seperti dirinya,” tandasnya. (Tribun)

Hari Anti Korupsi Harus Disikapi Secara Kritis Seruan Moral



Rahmat Aminudin SH

Jakarta - WARA - Tindak kejahatan korupsi merupakan hal yang sangat berbahaya bagi kelancaran roda pembangunan, namun semakin banyak kalangan pejabat yang notabene sebagai pelaku pemerintahan justru menjadi pelakunya. Sekalipun KPK semakin gencar melakukan aksinya dalam memberantas korupsi, namun kenyataan yang ada tetap saja angka tindak kejahatan korupsi menunjukkan peningkatan.

Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2014 menjadi hari momentum untuk merefleksikan secara kritis penegakan hukum di Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Momentum ini juga untuk membangun kesadaran kritis dan pemahaman masyarakat dalam mengusung gerakan sosial sebagai upaya membangun budaya anti korupsi. Demikian diungkapkan oleh Ketua DPD HAMI DKI Jakarta, Rahmat Aminudin SH saat ditemui di katornya Jalan Rawa Kepa Utama, Jakarta, Rabu (10/12).

“Pencegahan korupsi berbasis keluarga harus dipahami dari sekarang. Kejahatan korupsi yang menghantui Ibu Pertiwi ini tentunya merugikan Negara, karena penerimaan dan pendapatan Negara menjadi tidak stabil atau tidak maksimal,” ujar Rahmat

Lebih jauh dikataknnya, bahwa penegakan Hukum di Indonesia seperti menegakan benang basah. Hukum yang seharusnya dijadikan sebagai panglima dalam memberantas segala bentuk tindak kejahatan, penuh dengan toleransi atas dasar kepentingan golongan. Kesewenangan hukum yang terjadi di Indonesia yang seoalah tidak memberikan efek jera, hanya akan menumbuh-suburkan segala bentuk tindakan kejahatan, salah satunya yakni korupsi. Korupsi menjadi permasalahan akut bangsa yang harus ditumpas sampai keakar-akarnya.

"Kejujuran adalah trigger untuk mencegah korupsi," serunya dengan lantang.

Pasalnya, lanjut Rahmat, upaya pencegahan terhadap kasus korupsi harus melibatkan seluruh komponen masyarakat dan  lembaga terkait dalam menangani kasus korupsi. Perbuatan korupsi merupakan tindakan yang tidak manusiawi yang merampas hak material masyarakat untuk kepentingan individu. Tindakan korupsi ini juga tentunya perbuatan yang tidak terpuji dan merugikan masyarakat atau lembaga.

Dijelaskan Rahmat, penegakan Hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku tidak bisa ditolerir. Rasionalitas dalam melihat perkara korupsi dengan Hukum sebagai pisau dalam membedah tindakan kejahatan hukum salah satunya korupsi  mutlak untuk  diperjuangkan.

“Setelah sekian lama Ibu Pertiwi dihantui oleh kejahatan korupsi, telah begitu banyak produk hukum yang dihasil untuk menumpas kejahatan korupsi tetapi nyatanya persoalan korupsi kian massif terjadi. Untuk itu, peringatan hari anti korupsi menjadi titik refleksi kritis untuk melihat sejauh mana persoalan korupsi ditangani dan menjadi refleksi kritis bagi pemerintah sejauh mana komitmen pemerintah menumpas habis perkara korupsi di Indonesia,” tukas Rahmat.

“Oleh karena itu, agar lembaga negara yang menangani persoalan korupsi agar tetap komitmen sesuai visinya untuk menumpas segala bentuk tindak kejahatan korupsi di Indonesia. Di sisi lain, sinergisitas dari seluruh komponen masyarakat, ormas, LSM, mahasiswa dan sebagainya bergandeng tangan bersama mengurai persoalan korupsi di Tanah Air,” pintanya mengakhiri perbincangan. (RA)