Rabu, 25 Februari 2015

Jokowi Tanggapi Santai Diancam Interpelasi DPR Karena Tak Lantik BG



Jokowi bertemu Bawaslu

 Jakarta - WARA - Penunjukan Komjen Polisi Badrodin Haiti sebagai Kapolri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) memunculkan wacana DPR untuk menggunakan hak interpelasinya. Alasannya, Jokowi disebut langgar UU karena tak melantik Budi Gunawan setelah disetujui DPR, tapi malah menggantinya dengan Badrodin Haiti.

Namun, tampaknya Jokowi tidak peduli ancaman itu dan tetap menunggu perkembangan yang terjadi di DPR terkait pengajuan usulan kembali calon kapolri baru menggantikan Komjen Polisi Budi Gunawan. Istana tanggapi dingin soal wacana itu.

"Ya memang ada pemberitaan begini begitu (DPR Interpelasi), tetapi presiden merasa tidak perlu untuk melakukan tanggapan apapun. Kita mengikuti pengambilan keputusan di DPR," ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, (25/2).

Menurut Pratikno, Presiden akan memperhatikan serius setiap perkembangan yang terjadi di DPR. Bahkan dalam masa reses ini, Presiden juga mengikuti perkembangannya yang diberitakan oleh media massa.

"Jadi nanti kalau DPR sudah mulai bersidang, ya tentu saja presiden akan memperhatikan sangat serius terhadap perkembangan. Tapi presiden selalu mengikuti apa yang terjadi yang ditulis oleh teman-teman media massa," ujarnya.

Terkait aturan yang mengusulkan calon baru Kapolri, kata Pratikno, tidak ada yang dilanggar presiden. Menurut dia, Jokowi hanya mengambil keputusan demi keamanan masyarakat luas.

"Memang ini tidak diatur, tapi sekaligus juga tidak ada yang dilanggar. Itu yang membuat presiden mengambil keputusan seperti itu. Dan tentu saja yang paling utama adalah bahwa ini demi kebaikan masyarakat luas. Jadi presiden harus mendengar kontroversi yang ada di masyarakat," ujarnya.

Adapun jika DPR betul ingin menggunakan hak interpelasinya kepada Presiden, Jokowi akan siap dipanggil dewan. "Ya memang harus dilakukan, memang harus dipersiapkan dan dilakukan," ujarnya.

Yang jelas, kata Pratikno, Presiden masih terus berkomunikasi dengan pihak manapun termasuk dengan pimpinan DPR. Karena DPR sedang masa reses, Presiden akan menunggu hasil keputusan usulan calon kapolrinya tersebut.

"Oh iya presiden kan selalu membuka diri terhadap komunikasi dengan siapapun dari berbagai faksi di DPR. Jadi komunikasi itu berjalan terus tetapi DPR sebagai institusi kan sedang reses jadi menunggu reses selesai," ujarnya. (Merdeka.com)

Bambang Widjojanto: Suka-suka Penyidik Jika Mau Menahan



Bambang Widjojanto diperiksa Bareskrim
Jakarta - WARA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bambang Widjojanto datang ke Mabes Polri. Bambang mengaku memenuhi panggilan penyidik. Dia pasrah jika nanti usai pemeriksaan langsung ditahan.

"Kan sebagai seorang tersangka, suka-suka penyidiknya," kata Bambang di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/2).

Usai bicara singkat, Bambang tak lantas memasuki ruang Bareskrim. Sebelum melakukan pemeriksaan, Bambang terlebih dahulu menuju ruang Plt Kapolri Komjen Pol Badrodin Haiti guna menyerahkan surat.

Sementara itu, kuasa hukum Bambang, Lelyana Santosa, menyatakan akan menyampaikan tiga permohonan kepada Polri terkait kasus kliennya. Menurut dia, tiga hal itu penting supaya kliennya mendapatkan hak sebagai tersangka sesuai undang-undang.

"Hari ini kita akan ke Mabes (Polri), akan mengirimkan tiga surat. Yang pertama kekeliruan dari surat panggilan, kedua adalah permohonan gelar perkara, yang ketiga adalah permintaan salinan BAP yang menjadi hak klien kami sebagai tersangka," ujar Lelyana.

Sebelumnya Bambang ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Bambang dijerat dalam kasus dugaan mengarahkan saksi memberikan kesaksian palsu dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi lima tahun silam. (Merdeka.com)

LSI: Pimpinan KPK Tersangka, Kepercayaan Publik ke Polri Merosot



Badrodin Haiti rapat bersama mantan-mantan Kapolri.
Jakarta - WARA - Penetapan tersangka terhadap pimpinan nonaktif KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjajanto (BW) oleh Polri dengan dugaan kasus lama membuat kepercayaan publik terhadap institusi Polri semakin merosot. Dari hasil riset yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), 73,02 persen publik percaya bahwa ada upaya melemahkan KPK dalam kasus tersebut.

"Publik menilai bahwa Polri melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dengan melakukan balas dendam atas penetapan tersangka Budi Gunawan. Hal ini membuat merosot kepercayaan terhadap Polri sebesar 73,02 persen," kata peneliti LSI, Rully Akbar, Selasa (24/2).

Selain itu, dengan adanya masalah hukum yang melibatkan dua lembaga tersebut, publik semakin prihatin dengan kondisi hukum di Indonesia. Sebesar 66,89 persen publik menyatakan bahwa kondisi hukum di Indonesia akhir-akhir ini makin memprihatinkan.

"Sebesar 22,52 persen menyatakan kondisi hukum saat ini sama saja dengan periode sebelumnya dan hanya sebesar 3,97 persen publik menyatakan bahwa kondisi hukum di Indonesia makin baik," jelas Rully.

Rully mengatakan, penetapan status tersangka terhadap pimpinan KPK lebih besar nuansa politisnya dibanding nuansa hukumnya. Alasan ini juga dipandang melemahnya hukum Indonesia hari ini. Sebesar 75,37 persen menyatakan setuju bahwa ada upaya pelemahan KPK.

"Dengan adanya pelemahan terhadap KPK tersebut maka kasus korupsi di Indonesia dikhawatirkan semakin merajalela," tandasnya.

Survei dilakukan pada tanggal 20-22 Februari 2015 di 33 Provinsi di Indonesia. Survei menggunakan multistage random sampling dengan jumlah responden sebanyak 1.200, dengan margin of erros sebesar 2,9 persen. (Merdeka.com)

Ahok: Buat Saya Semua Orang PAM Bajingan!



Basuki Tjahaja Purnama
Jakarta - WARA - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku pernah hampir dijebak oleh orang dari Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya. Kisah ini bermula saat dirinya diminta hadir dan bertemu dengan Direksi PAM Jaya.

"PAM nyuruh saya hadir ke sana, langsung kirim (surat) ke Biro Hukum. Saya curiga ini main politik karena gak ada ngomong sama saya. Kurang ajar," ungkapnya di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/2).

Akhirnya, mantan Bupati Belitung Timur itu mengirimkan surat balasan ke PAM Jaya. Dia mengatakan, surat tersebut langsung mendapatkan respon cepat. Ahok kembali diminta untuk mengirimkan surat perdamaian.

"Malam hari saya dikirim surat besok dipanggil buat ngirim surat perdamaian. Dikirim ke bagian hukum. Maksud lo apa? Emang lo punya siapa? Ini namanya jebakan batman. Kalau saya gak datang nanti dibilang gak mau damai," terangnya.

Amarah ini meluap karena, Ahok menilai, PAM Jaya lebih memihak kepada perusahaan dibandingkan melayani warga. "Gue siapin senjata mau perang hayo. Saya mau pecat semua orang PAM. Mereka main politik. Buat saya mereka itu bajingan," tutupnya. (Merdeka.com)

Praperadilan BG Itu Kecelakaan Hukum



Wakil Ketua KPK, Zulkarnain

Jakarta – WARA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Zulkarnain menilai diterimanya permohonan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, merupakan kecelakaan hukum yang menciderai sistem hukum di Indonesia.

Menurut Zul, sapaan Zulkarnain, putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi yang menerima praperadilan Budi Gunawan telah melewati batasan-batasan objek praperadilan.
"Beracara dalam hukum pidana yang dikatakan karya agung KUHAP kita kan beracara pidana. Kita itu kan cepat, sederhana, ringan itu azas dalam upaya mencari kebenaran materil, kebenaran yang seseungguhnya. Jadi di sana ada lemabaga praperadilan, ada batasan objek yang ternyata dalam kasus ini (Budi Gunawan) sudah keluar dari objek hukum. Itu merusak sistem hukum kita di lemabaga praperadilan," kata Zul di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/2).

Menurut Zul, putusan Sarpin berimplikasi pada sistem hukum. Termasuk kemungkinan akan banyaknya tersangka yang mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan status tersangka oleh lembaga penegak hukum, seperti yang dilakukan mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali.

"Terkait dengan kecelakaan hukum itu, implikasinya sangat luas terhadap sistem hukum kita," ungkapnya.

Untuk itu, Zul berharap para pakar hukum di Indonesia memberi perhatian lebih atas persoalan ini. Dikatakan, para pakar hukum harus mengembalikan sistem hukum ke jalur yang benar.

"Jadi kita masih berharap para pakar hukum memberikan perhatian sehingga bisa kembali ke jalur yang tepat," harapnya. (SP)