Minggu, 25 Januari 2015

Bambang Widjojanto Minta Menteri Tedjo Bersikap Negarawan



Jakarta - WARA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto meminta, semua pihak tak membuat pernyataan yang tak perlu, termasuk Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdjianto.

"Yang pertama saya belum klarifikasi. Janganlah membuat pernyataan yang engga perlu, yang hanya akan meningkatkan tensi. Jangan membuat pernyataan yang tidak penting," kata Bambang kepada VIVA.co.id, saat ditemui di kediamannya, di Jalan Takwa Rt 6/28, Sukmajaya, Depok, Minggu, 25 Januari 2015.

Pria yang akrab disapa BW ini juga meminta agar mantan politisi Partai NasDem tersebut bersikap layaknya negarawan. BW juga meminta Menkopolhukam tak memperkeruh keadaan.

Sebelumnya, Menkopolhukam menyatakan sikap KPK kekanak-kanakan. Selain itu Tedjo juga menuding rakyat yang mendukung Komisi Antirasuah tersebut tidak jelas. (Viva)

Jimly Asshiddiqie: Ada Upaya Pembubaran KPK


"Sudah bukan upaya pelemahan lagi, tapi menuju ke upaya pembubaran."
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie.
Jakarta - WARA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menilai ada upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya pelemahan itu bahkan sudah sedemikian parah, terbukti dengan dilaporkannya dua pimpinan KPK ke Mabes Polri pada waktu yang hampir berdekatan.

"Semua orang bisa memanfaatkan momentum untuk memperkarakan pimpinan KPK. Saya lihat ini sudah bukan upaya pelemahan lagi, tapi menuju ke upaya pembubaran," ujar Jimly saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh VIVA.co.id, Minggu, 25 Januari 2015.

Dengan diperkarakannya dua pimpinan KPK, Jimly mengatakan, posisi lembaga pemberantasan korupsi itu semakin lumpuh. "Karena sesuai aturannya, jika seseorang ditetapkan menjadi tersangka, dia bisa langsung dinonaktifkan, apalagi bila sudah terdakwa, dia bisa diberhentikan secara tetap," katanya.

Jimly juga menilai ada potensi dari beberapa pihak untuk memperkarakan pimpinan utama KPK, Abraham Samad, dari segi etika. Bila Abraham Samad sampai diperkarakan, otomatis hanya ada satu pimpinan KPK yang bisa berfungsi penuh, yakni Zulkarnain.

"Kalau hanya ada satu orang pimpinan, tentu KPK tidak akan bisa bekerja. Saya khawatir bila ini dibiarkan terus, sama saja artinya KPK pada akhirnya bubar," ujar Jimly. (Viva)

ISIS Rilis Daftar Hukuman, Mulai Dari Cambuk Hingga Kematian



Irak - WARA – Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) merilis daftar hukuman bagi mereka yang dianggap bersalah. Hukuman tersebut mulai dari 80 cambukan karena minum minuman beralkohol, kehilangan tangan untuk pencuri, hingga mati lantaran melakukan penghujatan.

Daftar tersebut masuk dalam kode etik Syariah ISIS dan akan diberlakukan di daerah-daerah di bawah kendali mereka. Seperti yang dilaporkan koran Daily Mail, Sabtu (24/1), saat ini daerah tersebut mencakup sebagian besar wilayah Irak dan Suriah.

Mereka juga menetapkan penyuka sesama jenis akan diberi hukuman mati. “Mereka (penyuka sesama jenis) sama saja dengan orang-orang kafir,” tulis ISIS dalam pernyataan yang baru dikeluarkan.

Pekan lalu, ISIS merilis gambar penyaliban dua orang yang dituduh sebagai bandit dan gambar seorang wanita yang dirajam hingga mati lantaran diduga melakukan perzinahan. Mereka juga merilis video yang menunjukkan dua orang penyuka sesama jenis dilempar dari atas sebuah menara di Raqqa, Suriah.

Mereka juga mengeksekusi mati 13 remaja laki-laki yang menonton pertandingan sepak bola Piala Asia antara Irak dan Yordania pekan lalu. (BIJAKS)

'Tak Pantas Seorang Menteri Bilang Pendukung KPK Rakyat Tak Jelas'



Yogyakarta - WARA - Komentar dari Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno yang menyatakan pendukung KPK merupakan rakyat yang tidak jelas menjadi bahan tertawaan sejumlah akademisi di Yogyakarta. Direktur Pukat (Pusat Kajian Anti Korupsi) UGM, Zaenal Arifin Muchtar, mengatakan statmen tersebut membuatnya bertanya-tanya, rakyat tidak jelas mana yang dimaksud oleh Menteri Tedjo.

"Kalau Pak Menteri bilang pendukung KPK rakyat yang nggak jelas, berarti kita itu yang nggak jelas. Padahal di sini kita itu jelas, ada bu rektor UGM, ada yang lainnya, itu nggak jelas?" katanya dalam pernyataan sikap bersama akademisi di Yogya di Balairung UGM, Minggu (25/1).

Perkataan tersebut pun kemudian disambut gelak tawa para akademisi yang hadir. Bahkan beberapa di antara mereka langsung menyambut dengan komentar lainnya.

"Ini Pak representasi rakyat yang tidak jelas seperti yang bapak katakan kemarin," seru Budi Santoso salah seorang Komisioner Ombudsman RI yang juga hadir.

Zaenal pun menyayangkan statemen Menteri Tedjo. Menurutnya, tidak sepantasnya kalimat tersebut keluar dari mulut seorang menteri.

"Menko Polhukam seharusnya bisa menenangkan rakyat dan bukan malah mengeluarkan komentar yang merendahkan publik seperti itu. Komentarnya kemarin kan malah seperti menantang rakyat, bukan seperti sikap yang seharusnya ditunjukkan oleh negarawan," ujarnya.

Dia pun balas menyidir Menteri Tedjo dengan mengatakan akan membelikan kaca supaya dia bisa berkaca. "Yuk mari ramai-ramai belikan dia kaca biar dia bisa berkaca bahwa kepada siapa dia seharusnya mengabdi," sindirnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengingatkan pimpinan KPK untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan pihak lain terkait kasus yang dialami Bambang Widjojanto.

"Pertemuan kemarin di KPK maupun pertemuan di polri kan diharapkan tdk terjadi suatu pernyataan-pernyataan yang menyudutkan apalagi menyatakan ingin... Pokoknya anulah... Tidak boleh seperti itu. Harus menenangkan. Jangan membakar-bakar massa, mengajak rakyat 'ayo rakyat, kita ini' enggak boleh begitu itu. Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Dia akan didukung, konstitusi mendukung, bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu. Konstitusi yang mendukung," kata Tedjo di kompleks Istana kepresidenan, Jakarta, Sabtu (24/1).

Padahal, kata Tedjo, dalam pertemuan di Istana Bogor, Presiden Jokowi telah mengingatkan KPK dan Polri agar menjaga suasana agar tidak bertambah panas. "Jangan ada gerakan-gerakan massa, ternyata masih ada. Ini yang kita sayangkan sebagai penanggung jawab keamanan negara, koordinatornya saya agak menyayangkan. Harusnya itu tidak terjadi. Boleh asal tertutup, silakan. Jangan semua di depan media tersebar luas. Tidak baik, kekanak-kanakan," cetus Tedjo. (Merdeka)

Pernyataan Menko Polhukam Seperti Orba



"Lama-lama, kalau rakyat mengkritik pemerintah, dianggap subversif."


Foto Suciwati dalam salah satu Aksi Kamisan di Pameran Menolak Diam di Omah Munir Kota Batu Jawa Timur.
WARA - Istri mendiang aktivis hak asasi manusia Munir, Suciwati, menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, seperti pernyataan pejabat di era Orde Baru.

Menurut Suciwati, sikap Menteri Tedjo yang bilang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghasut atau memprovokasi masyarakat untuk berdemonstrasi menyusul penangkapan Bambang Widjojanto adalah reaksi tak elok. Dia dan ratusan orang yang berunjuk rasa di kantor KPK tidak dihasut melainkan atas insiatif sendiri. Tak ada pula yang menggerakkan atau mengerahkan.

“(pernyataan menghasut) itu bahasa Orde Baru. Lama-lama, kalau rakyat mengkritik pemerintah, bisa dianggap subversif (gerakan/usaha atau rencana menjatuhkan kekuasaan yg sah dengan menggunakan cara di luar undang-undang,” katanya kepada VIVA.co.id, Minggu, 25 Januari 2015.

Kalau ada menteri, apalagi sekelas Menteri Koordinator, berbicara seperti itu, kata Suciwati, sama dengan berupaya menghalang-halangi rakyat berdemokrasi. Massa bukan berniat merongrong pemerintahan melainkan mendukung KPK dalam memberantas korupsi.

Massa yang menggelar orasi di halaman kantor KPK sejak Jumat lalu, ujar Suciwati, pun tak berniat menghalang-halangi proses hukum terhadap Bambang Widjojanto, karena memang bukan untuk mendukung pimpinan KPK itu.

“Silakan saja diproses hukum. Kita hormati. Kita tidak mau melindungi pelaku kejahatan, kok.” Tetapi, katanya, kasus itu terkesan dipaksakan dan dicari-cari. Ditambah proses penangkapan Bambang Widjojanto yang tak manusiawi bak perampok atau penjahat kemanusiaan.

Cara Polisi menangkap Bambang, menurutnya, tak elegan yang kemudian sangat terkesan berusaha mempermalukan pimpinan KPK itu. “Tujuannya adalah untuk mendelegitimasi KPK,” katanya. Kalau KPK tak lagi dipercaya masyarakat, perang melawan korupsi dipastikan berhenti.

Dia meminta Presiden Joko Widodo menegur Menteri Tedjo. Tak sepatutnya Menteri menyampaikan pernyataan seperti itu yang kemudian mengesankan Pemerintah tak mendukung upaya pemberantasan korupsi. “Kalau enggak mengerti, lebih baik tutup mulut. Kalau tidak tahu masalahnya, lebih baik diam.”

Menteri Tedjo meminta KPK dan Polri saling menjaga suasana agar tetap kondusif. Dia berharap tak ada pihak yang mengeluarkan pernyataan kepada media, yang dinilai kekanak-kanakan.

"Jangan membakar (amarah) massa dan rakyat kita ini. Jangan membuat statement panas,” katanya di kompleks Istana, Jakarta, Sabtu, 24 Januari 2015.

Menteri juga berharap kedua pihak tak membuat pergerakan massa. "Ini yang kami sesalkan sebagai penanggung jawab keamanan," ujarnya.

Ketua KPK, Abraham Samad, menemui para pendukung Komisi, yang menggelar aksi di halaman kantor lembaga itu, pada Jumat lalu, hari saat Bambang Widjojanto ditangkap Polisi. Dia berterima kasih atas dukungan dan apresiasi masyarakat atas musibah yang menimpa pada KPK.

"Saudara-saudaraku yang saya cintai, hari ini kita akan bersatu menegakkan kembali komitmen kita terhadap pemberantasan korupsi yang selama ini sudah berjalan," ujar Abraham, Jumat, 23 Januari 2015. 

Menurutnya, hal yang terjadi hari itu adalah salah satu upaya untuk mengerdilkan langkah pemberantasan korupsi.

Abraham menyerukan masyarakat tetap menegakkan kebenaran, keadilan, dan kembali berkomitmen menjunjung tinggi pemberantasan korupsi. Dia meminta masyarakat bersatu padu melawan aksi-aksi penzaliman dan kriminalisasi terhadap KPK. (Viva)