Senin, 07 Oktober 2013

Jual beli putusan di Mahkamah Konstitusi

Jual beli putusan di Mahkamah Konstitusi


Kegelisahan seorang pengacara biasa berperkara di Mahkamah Konstitusi untuk sengketa pemilihan kepala daerah terbukti. Jawaban muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap ketua lembaga tinggi negara itu Akil Mochtar karena menerima suap dalam sengketa hasil pemilihan bupati Lebak (Banten) dan Gunung Mas (Kalimantan Tengah).

Apa yang saya yakini terbukti, MK (Mahkamah Konstitusi) sudah tidak punya wibawa, katanya saat berbincang dengan merdeka.com Sabtu pekan lalu. Dia meminta identitas tidak disebut karena masih ada perkara serupa dia tangani di sana.

Dia mengakui pernah menggunakan makelar untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi. Dia terpaksa melakukan itu karena mendapat informasi lawannya juga bertindak sama. Kita semua harus punya kata sandi untuk menangkan sengketa di MK, begitu cerita teman. Akhirnya saya gunakan juga makelar, ujarnya tanpa bercerita apakah kasus sengketanya dimenangkan atau tidak.

Kata kuncinya adalah siapa pegangan bisa memenangkan gugatan terhadap lawan politik dalam sengketa pemilihan kepala daerah. Bahkan, kata sumber itu, cerita dia peroleh harus melobi partai kuning.

Dia bercerita awalnya tidak percaya ada permainan busuk di Mahkamah Konstitusi. Tetapi setelah Akil Mochtar naik menjadi ketua, pintu suap makin terbuka. Awal-awal saya berperkara di MK, saya dapat cerita MK bisa dimainkan. Tapi saya nggak percaya, lambat-laun borok akhirnya terbuka, tuturnya.

Cara biasa dilakukan untuk memenangkan gugatan dengan menggunakan lingkaran Akil Mochtar di Mahkamah Konstitusi. Tapi jalurnya harus melewati orang partai kuning di mana Akil pernah berkiprah dan ini tergantung dari target putusan diinginkan, katanya.

Dia mengaku tidak tahu menahu apakah hakim konstitusi lain terlibat atau tidak. Pastinya, pintu terbuka untuk suap baru pada Akil. Teman kami menyarankan karena itu pintunya. Kalau sudah pegang kepalanya akan gampang."

Sepak terjang negatif Akil sebagai hakim konstitusi sudah dikeluhkan berbagai pihak. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengaku sempat membahas persoalan itu saat rapat konsultasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono .

Ketika MK dipimpin Mahfud MD , Akil sempat diperiksa terkait tuduhan pengamat hukum Refly Harun. Dia menyebut Akil diduga meminta Rp 1 miliar kepada Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih pada 2010 saat Akil menjadi panel hakim buat sengketa pemilihan bupati daerah itu.

Sumber merdeka.com mengungkapkan hakim konstitusi ogah bermain dengan pemilihan kepala daerah disorot media di Jakarta atau pemilihan kepala daerah utama di Indonesia, seperti Jawa Barat atau Jawa Timur. Mereka membidik pemilihan wali kota atau bupati. "Pilkada akan dimainkan biasanya yang selisih kemenangannya tipis, ujarnya.

Dia membenarkan pintu suap di Mahkamah Konstitusi langsung melalui Akil. Dia maunya uang tunai dan tergantung keinginan putusannya. Bahkan perbedaan pendapat pun bisa dijualbelikan. tuturnya.

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Harjono juga hakim konstitusi menegaskan pihaknya segera memeriksa beberapa pihak di institusinya terkait perilaku Akil dalam melaksanakan tugas dan berpotensi melanggar etik.

Majelis Kehormatan ini diberi waktu 90 hari. Kami akan bekerja intensif supaya proses pengambilan keputusan dilakukan dengan jujur karena ini menyangkut orang. katanya.

Capres-Cawapres, Siapa Pimpin Jakarta?

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo bersama Wakil Gubernur, Basuki Tjahaja Purnama (kiri) saat memimpin rapat dengan kepala satuan kerja perangkat daerah, di Balaikota, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2012). Jokowi-Basuki melakukan rapat pertama usai dilantik untuk mengetahui program kerja dan kerja apa yang sudah dilakukan para kepala SKPD DKI Jakarta

Jakarta- Warta Nusantara— Jika rekrutmen politik searah dengan elektabilitas survei, maka Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama bisa maju sebagai capres dan cawapres RI. DKI Jakarta pun harus menggelar pilkada ulang.

Direktur Riset dari Cyrus Network Eko Dafid Afianto mengungkapkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kepala daerah harus mundur dari jabatannya dahulu untuk mendaftar jadi capres dan cawapres.

"Jika benar-benar terjadi, maka sesuai dengan Pasal 35 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka harus diadakan pemilukada ulang di DKI," ucap Eko dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (6/10/2013),

Berdasarkan jadwal pemilihan presiden RI yang digelar pada Juli 2014, enam bulan sebelumnya, Jokowi dan Basuki harus berhenti terlebih dahulu sebagai kepala daerah. Artinya, pemilukada ulang di DKI dapat digelar pada Desember 2014.

"Dalam periode tersebut, kepemimpinan daerah akan dipegang oleh sekretaris daerah (sekda), sebuah jabatan yang sampai saat ini juga masih dibiarkan lowong oleh Jokowi-Ahok," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Cyrus Network merilis tingkat elektabilitas sejumlah tokoh di Indonesia. Hasil yang cukup mengejutkan, nama Basuki Tjahaja Purnama memiliki tingkat elektabilitas sebesar 21 persen, menyamai peringkat kedua, Dahlan Iskan.

Di tempat ketiga, muncul nama Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dengan persentase 16 persen, pemilik MNC Group Harry Tanoe Soedibyo dengan persentase 9,9 persen dan yang terakhir yakni Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan dengan persentase sebanyak 2,9 persen.

Di kursi calon presiden, nama Joko Widodo masih mengungguli nama-nama lain. Jokowi berada di urutan pertama dengan persentase 45,6 persen, lalu  Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subiantio dengan persentase 13,8 persen, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dengan persentase 12,5 persen, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dengan persentase 7 persen, Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan persentase 5,5 persen, dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dengan persentase 6,1 persen.(Kompas.Com)