Kamis, 22 Januari 2015

"Bu Susi, Kasih Kami Hidup Pelan-pelan..."



Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti di Kampung nelayan, Kelurahan Malabero, Bengkulu

Jakarta - WARA - Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) memprotes kebijakan larangan transhipment yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Bahkan, kata Abilindo, banyak anggotanya yang terancam gulung tikar karena kebijakan tersebut.

"Kasih kami hidup dulu pelan-pelan (Bu Susi), kemudian baru ditentukan di mana port-nya (untuk melakukan jual beli ikan). Kalau bisa kondusif, saya kira tidak masalah," ujar Ketua Abilindo Steven Hadi Tarjanto di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (22/1/2015).

Dia menjelaskan, rata-rata anggota Abilindo mengekspor hasil tangkapannya ke berbagai negara. Hasil tangkapan Abilindo, kata dia, adalah ikan kerapu, lobster, ikan merah, dan semua ikan yang bernilai ekspor tinggi.

Oleh karena itu, transhipment dari kapal lokal ke kapal asing di tengah laut masih dibutuhkan oleh pengusaha.

Dia pun meminta Susi untuk memperbolehkan kapal-kapal asing masuk dan melakukan kegiatan transhipment seperti sebelum adanya kebijakan pelarangan transhipment melalui Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (MKP) Nomor 57 Tahun 2014 tentang larangan transhipment.

"Kalau selama 2 bulan tidak masuk (kapal untuk transhipment), kami bisa gulung tikar, Bu. Kami minta kapal-kapal pembeli dari luar bisa masuk untuk membeli ikan kami," kata dia.

Menurut Steven, kebijakan Susi itu justru akan merugikan pengusaha karena hilangnya potensi pendapatan dari hasil ekspor. "Kalau tidak kondusif, kita bisa gulung tikar semua. Seratus ribu pekerja akan dimatikan (usahanya)," ucap dia. (KOMPAS.com )

BNN Akui Ingin Contoh Singapura yang Terapkan Hukuman Mati untuk Berantas Narkoba



Humas BNN Kombes (Pol) Sumirat Dwiyanto
Jakarta - WARA - Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Polisi Sumirat Dwiyanto mengakui ingin mencontoh negara Singapura dalam menjalankan eksekusi mati terpidana untuk menekan angka peredaran narkoba.

"Singapura merupakan negara teraman di dunia yang masih melakukan eksekusi mati dan salah satu negara yang berpenghasilan terbesar di dunia untuk pendapatan per kapitanya," kata Sumirat di Gedung BNN, Jakarta, Rabu (21/1/2015).

Sumirat mengatakan, Singapura merupakan negara yang tegas dalam melakukan pemberantasan narkoba dengan hukuman eksekusi mati bagi para terpidananya. Ia berpendapat, hukuman eksekusi mati di Singapura efektif dalam menekan peredaran narkoba di negara tersebut.

"Siapa pun yang memasukkan narkoba ke sana, termasuk kemarin ada warga Australia yang memasukkan narkoba ke sana pun, dieksekusi mati oleh Singapura. Akhirnya apa, peredaran narkotika di Singapura itu jarang sekali," ujar dia.

Oleh karena itu, lanjut Sumirat, antara pemberantasan narkoba dan hukuman eksekusi mati saling berkaitan satu sama lain, khususnya dalam menekan angka peredaran narkoba. Sumirat mengakui Singapura bisa dijadikan contoh dalam menekan angka peredaran narkoba.

"Sampai saat ini, Indonesia masih menerapkan undang-undang itu. Kita pun berdasarkan hasil kajian di DPR dan juga pemerintah yang mengesahkan undang-undang, pasti akan menimbulkan efek jera. Contoh yang sudah ada Singapura," ujar dia.

Sumirat juga mengingatkan agar negara-negara lain menghormati konstitusi yang ada di Indonesia sebagaimana Indonesia menghormati hukum di tiap negara. "Kita masing-masing negara punya konstitusi. Jadi, negara-negara lain pun yang memiliki hal-hal demikian kita juga harus menghormati tiap negara," ujar dia.

Ia mengungkapkan, Indonesia tidak akan terpengaruh dengan tekanan apa pun dari negara-negara asal terpidana mati yang dieksekusi tersebut. "Karena semua negara di dunia memiliki kedaulatan masing-masing dalam menerapkan konstitusi dan hukumnya," kata dia. (KOMPAS.com)

Anak Deddy Mizwar Dilaporkan Atas Tindak Asusila di Eropa


Riana Rara Kalsum - Ramdhan Alamsyah

Jakarta - WARA - Kabar tidak sedap datang dari putra Deddy Mizwar, Lettu Inf. Zulfikar Rakita Dewa yang disebut melakukan tindak asusila di Eropa. Zulfikar dilaporkan seorang janda cantik berusia 40 tahun, bernama Riana Rara Kalsum atas tindakannya.
 
Karena status Zulfikar sebagai seorang Danton Bantuan Kompi B, Kesatuan Yonif Linud 328/17/1 Kostrad, laporan yang dibuat oleh Riana dilakukan di Polisi Militer. Zulfikar disebut melakukan perbuatan cabul dan memberikan janji palsu kepada Riana.

"Anak dari pada Wagub Jawa Barat, Deddy Mizwar, permasalahan ini atas dugaan perbuatan asusila yang terjadi di luar negeri. Kami akan memberi perkembangan masalah yang sudah dilaporkan ke Polisi Militer, karena yang bersangkutan adalah perwira polisi yang bertugas sebagai tentara perdamaian dunia PBB di Libanon. Kenalan di jejaring sosial, ada merayu, bertemu di Eropa, Jerman dan Zurich," ungkap Ramdhan Alamsyah kuasa hukum Riana ditemui di Wisma Bayuadji lt 1 Jl Gandaria Tengah, Kebayoran baru, Jakarta Selatan, Rabu (21/1/2015).

 Riana sempat menceritakan kronologi hubungannya dengan Zulfikar. Ia berkenalan dengan putra Deddy Mizwar itu melalui jejaring sosial path. Zulfikar lantas dikatakan merayu Riana dan mereka berlibur berdua pada bulan Agustus 2014 ke Eropa.

"Kami duga keras Zulfikar melakukan tindakan asusila, jangan mentang-mentang anak seorang pejabat terkenal, bukan berarti tak ada tindakan. Dia menjadi tentara perdamaian dunia, kenapa jalan-jalan selama 12 hari," ucap Ramdhan.

Setelah berlibur bersama dan terjadi tindak asusila, Riana merasakan tidak ada tanggung jawab dari Zulfikar. Selain itu laporan yang dibuatnya seolah lamban untuk mendapatkan respon, ia mengalami teror selama kasus berlangsung.

"Dia (Riana) dalam keadaan tertekan, karena ada ancaman teror, ada yang foto, mobil yang dipakai mbak Riana dikempesin. Kalau benar ada teror akan kami cari," ungkap Ramdhan. (Merdeka.com)

Oknum Polisi Pemilik 'Rekening Gendut' Sudah 4 Bulan Hilang dari Lapas Sorong


Labora Sitorus.

Jayapura – WARA - Oknum anggota polisi pemilik rekening gendut, Labora Sitorus, yang divonis Mahkamah Agung 15 tahun penjara dalam kasus kepemilikan bahan bakar iIeggal, dikabarkan menghilang sejak Oktober 2014 dari Lapas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sorong.

Labora  divonis Pengadilan Tinggi Papua 8 tahun penjara dalam terpidana kepemilikan bahan bakar iIeggal dan pada 17 September 2014 lalu, karena terbukti melanggar UU Kehutanan, Migas dan TPPU. Atas putusan itu, Kejaksan  melakukan banding ke Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung yang turun justru memperberat hukuman Labora menjadi 15 tahun penjara.

Labora menghilang dari Lapas saat meminta izin berobat. Namun, pascakeluar berobat, hingga kini Labora tak diketahui keberadaanya. Kejaksaan Negeri Sorong pun memasukan Labora dalam daftar pencarian orang (DPO).

"Kita sudah keluarkan DPO sejak 24 Oktober 2014 dan ini kita sudah komunikasi intens dengan Polda, untuk mencari keberadaan  Labora," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Herman Da Silva kepada wartawan, Rabu (21/1).

Dikatakan, sebelum turunnya kasasi dari Mahkamah Agung, Labora Sitorus masih berada di Lapas Sorong. Namun, setelah kasasi tersebut dikabulkan, ternyata yang bersangkutan menghilang dari Lapas.

 "Kita sudah tanyakan ke Kalapasnya, alasan Labora diberikan izin keluar Lapas. Pihak Lapas berdalih, Labora izin untuk berobat, tapi tidak pernah kembali ke Lapas. Jadi tanggung jawab ada pada Lapas, bukan kami," katanya.

Pihak Kejaksaan juga akan melakukan penyiataan terhadap aset milik Labora yang ditengarai telah dipinjam pakaikan oleh Pengadilan Negeri. "Itu kewenangan Pengadilan Negeri yang meminjam pakaikan, nah sekarang akan kami sita, tapi susah mencarinya satu-satu," ujarnya.

Kabidhumas Polda Papua, Kombes (Pol) Patrige SH MSi mengatakan, pada dasarnya Polda siap membantu Kejaksaan Tinggi Papua untuk mencari dan menemukan Labora Sitorus. Namun alangkah baiknya Kepala Kejaksaan Tinggi menyurati Polda terkait dukungan bantuan pencarian tersebut.

Menurutnya, surat itu  nantinya berguna sebagai dasar bagi Polda untuk mem-back up baik di Lapas Sorong dan intelijennya dalam hal pencarian Labora Sitorus.

Mantan Kapolres Sarmi ini membantah, jika menghilangnya Labora karena mendapat perlindungan dari oknum anggota polisi. "Tidak benar, itu wewenangannya telah berpindah," katanya.

Labora Sitorus katanya, ditangani Polisi pada tahap penyelidikan. "Kami tidak melindungi Labora Sitorus. Itu  hanya isu semata, yang sengaja diciptakan segelintir orang saja untuk keuntungan diri sendiri," tegasnya.

Disinggung status Labora Sitorus saat ini? Dikatakan Kabidhumas, kalau proses disiplinnya telah dilaksanakan sejak lama.  Namun untuk proses pemberhentiannya melalui kode etik belum, sehingga ia masih berstatus sebagai angggota Polri. (SP)

Perpanjang Kontrak Freeport Jokowi Minta Bagi Hasil 60 Persen



Jakarta - WARA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi sinyalemen akan memperpanjang kontrak karya PT Freeport Indonesia yang habis pada 2021 mendatang. Hal tersebut diketahui setelah Menteri ESDM Sudirman Said menggelar rapat bersama Direktur Jenderal Mineral dan Batubara R. Sukhyar, Selasa (20/1).

"Freeport ingin tetap di Indonesia, begitupun dengan pemerintah," tutur Sudirman pada saat konferensi pers di Jakarta.

Akan tetapi, Sudirman bilang kepastian perpanjangan kontrak dapat terealisasi jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut memenuhi sejumlah prasyarat tambahan yang diusulkan pemerintah dalam upaya renegosiasi kontrak. Satu diantaranya perihal penambahan porsi bagi hasil pertambangan untuk negara.

"Bagi hasil dalam delapan tahun terakhir, rata-rata hanya 40 persen untuk pemerintah sementara 60 persen untuk Freeport. Presiden minta porsi bagi hasil untuk pemerintah ditambah," terang Sudirman.

Selain bagi hasil, lanjut Sudirman, pemerintah juga mensyaratkan Freeport bisa mendukung rencana pemerintah dalam membangun kawasan Papua yang selama menjadi wilayah kerja perusahaan. Untuk itu, pemerintah pun mewajibkan perusahaan tersebut membangun smelter di Papua.

"Kita ingin porsi yang lebih besar yakni 60-40 dari bagi hasil. Kita ingin bangun infrastruktur dan industri hilir disana (Papua)," terangnya.

 Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara R. Sukhyar menegaskan pemerintah telah berencana memperpanjang kontrak perpanjangan Freeport hingga 2041 sejak kedua belah pihak menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) di April 2014.

"Pemerintah dalam mou sangat tegas (mengisyaratkan) bahwa kami akan memperpanjang kontrak Freeport. Bahasanya mereka diberikan previledge tapi tolong tunjukan kesungguhan dalam menaati klausul dalam amandemen seperti pembangunan smelter," tegasnya. (baranews)