Rabu, 14 Januari 2015

Walikota Rotterdam Minta Sesama Muslim yang Anti Kebebasan Hengkang dari Eropa


AP Walikota Roterdam, Belanda, Ahmed Aboutaleb, menyerukan kepada para imigran Muslim yang tidak suka peradaban Barat untuk segera tinggalkan Belanda atau Eropa. Aboutaleb, yang kelahiran Maroko, merupakan walikota dari kalangan imigran Muslim pertama di Belanda.
Rotterdam – WARA - Walikota Rotterdam kelahiran Maroko, Ahmed Aboutaleb, menyerukan kepada para imigran Muslim yang tidak menghargai cara hidup dalam peradaban Barat untuk segera mengemas koper dan angkat kaki. Dalam sebuah acara siaran langsung di televisi, Aboutaleb yang Muslim itu mengatakan, para imigran seperti itu, yang tinggal di Eropa tetapi menentang budaya Barat, silakan enyah.

Aboutaleb, yang tiba di Belanda pada usia 15 tahun, berbicara pasca-serangan terhadap majalah satire Perancis, Charlie Hebdo, di Paris pekan lalu. Saat tampil di televisi beberapa jam setelah penembakan itu, dia mengatakan, kaum Muslim yang "tidak suka kebebasan bisa mengepak koper kalian dan pergi".

Politisi Partai Buruh berusia 53 tahun, yang merupakan seorang mantan wartawan dan diangkat menjadi wali kota kota tahun 2008, telah dikenal karena sikap lugasnya terkait isu integrasi.

"Tidak dapat dimengerti bahwa kalian bisa berbalik melawan kebebasan," kata Aboutaleb dalam program Nieuwsuur di televisi Belanda. "Namun, jika kalian tidak suka kebebasan, silakan kemas koper kalian dan pergi. Jika kalian tidak suka di sini karena ada sejumlah penulis yang kalian tidak suka sedang membuat koran, saya bisa bilang kalian bisa pergi. Ini bodoh, tidak dapat dimengerti. Enyah dari Belanda jika kalian tidak dapat menemukan tempat kalian di sini."

Wali Kota Aboutaleb dibesarkan sebagai anak seorang imam di Maroko utara, tetapi pindah ke Belanda tahun 1976. Setelah bekerja sebagai wartawan, dia menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sebelum ditunjuk menjadi Sekretaris Negara untuk Urusan Sosial dan Tenaga Kerja pada 2007.

Ketika dia diangkat sebagai Wali Kota Rotterdam, kota terbesar kedua di Belanda dengan penduduk lebih dari 610.000 jiwa, dia menjadi imigran pertama untuk posisi seperti itu di Belanda.

Wali Kota Aboutaleb, yang mewakili Partai Buruh Belanda, de Partij van de Arbeid, sudah lama punya pendekatan tanpa basa-basi tentang imigrasi dan integrasi.

Saat berbicara kepada harian Observer tak lama setelah pengangkatannya, dia mengatakan pesannya kepada kaum imigran adalah "berhenti melihat diri kalian sebagai korban, dan jika kalian tidak ingin mengintegrasikan diri, maka pergilah".

Ini bukan kali pertama dia membuat komentar kontroversial tentang kaum Muslim Belanda. Tahun 2004, dia mengatakan, jika mereka tidak ingin mempraktikkan nilai-nilai Belanda, mereka bisa "naik pesawat pertama untuk keluar dari Belanda". (KOMPAS.com)

Budi Gunawan Tersangka, Polri: Siapa yang Beri Gratifikasi?


Kalemdikpol Komjen Pol Budi Gunawan

Jakarta - WARA - Kepolisian Republik Indonesia akan terus mengamati perkembangan kasus rekening gendut Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan di Komisi Pemberantasan Korupsi.
 
Polri juga menunggu dan mendesak kepada KPK untuk menjelaskan dari mana dan siapa yang memberi gratifikasi kepada calon kapolri pilihan Presiden Joko Widodo tersebut.

“Polri meminta penjelasan kepada KPK saat menyampaikan penetapan status tersangka Bapak Komjen Pol Drs Budi Gunawan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie di Jakarta, Rabu 14 Januari 2015.

Menurut Ronny, karena KPK menjerat tersangka dengan pasal gratifikasi, maka jelas ada siapa dan dari mana gratifikasi atau suap itu berasal. Sebab itulah, Polri juga mempertanyakan tersangka lain selain Komjen Budi Gunawan.

Apalagi, kata Ronny, Bareskrim sudah menyatakan tidak ada yang sesuatu yang mencurigakan dari Budi Gunawan. Namun Polri tetap akan menyerahkan proses hukum ini ke KPK. “Polri menghargai proses hukum yang ditangani KPK,” ujar Ronny.

Sebelumnya, Budi menganggap status tersangka yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan pembunuhan karakter terhadap dirinya.

"Ini bentuk pembunuhan karakter dan pengadilan oleh media massa. Menurut kami, KPK mengabaikan asas praduga tak bersalah dan tentunya dapat membentuk opini masyarakat kalau saya sudah pasti bersalah," ujar Budi saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Ruang Komisi III DPR.

Komjen Budi Gunawan menjadi tersangka korupsi gratifikasi dalam kapasitasnya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SSDM Mabes Polri pada 2004-2006 dan jabatan-jabatan lainnya di Polri.

Kasus yang menjerat mantan ajudan Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri itu sudah diselidiki KPK sejak 12 Juli 2014. Ekspose perkara kemudian digelar Senin, 12 Januari 2015. Forum itu akhirnya sepakat untuk meningkatkan penyelidikan kasus tersebut ke tahap penyidikan.

Calon orang nomor satu di kepolisian itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B UU 31 tahun 1999 tentang Tipikor juncto 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar. (VIVAnews)

Ketua dan Wakil Ketua MK Ucapkan Sumpah


Sumpah Jabatan Ketua MK Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru Arief Hidayat (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Ketua MK Anwar Usman usai mengikuti sidang pleno khusus pengucapan sumpah di Gedung MK Jakarta, Rabu (14/1).

Jakarta - WARA - Ketua dan wakil ketua baru Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat dan Anwar Usman, mengucapkan sumpah jabatan dalam sidang pleno di Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Rabu.

"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, memegang teguh Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, dan menjalankan perintah Undang Undang dengan seadil-adilnya dan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa," ucap Arief saat dalam pengucapan sumpah jabatan.

Pengucapan sumpah jabatan ini dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, para pimpinan lembaga negara, anggota Kabinet Kerja, dan beberapa duta besar negara sahabat.

Arief Hidayat terpilih secara aklamasi untuk menjabat sebagai Ketua MK periode 2015 hingga 2017 menggantikan Hamdan ZOelva yang telah habis masa jabatannya.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman terpilih sebagai Wakil Ketua MK melalui mekanisme pengambilan suara empat putaran, yang kemudian mengalahkan Hakim Konstitusi Aswanto dan Patrialis Akbar.

Sesuai dengan Pasal 4 UU No.8 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No.24 Tahun 2003 tentang MK, maka pemilihan ketua MK dipilih dari dan oleh para hakim konstitusi yang dimusyawarahkan secara tertutup oleh sembilan hakim konstitusi, yang masing-masing memiliki hak untuk mencalonkan dan dicalonkan sebagai ketua MK.

Adapun sembilan orang hakim konstitusi tersebut adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Aswanto, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Patrialis Akbar, Waiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, dan Suhartoyo.

Dalam prosesnya, pemilihan Ketua MK dilakukan paling sedikit oleh tujuh hakim konstitusi.

Namun, bila musyawarah tidak mencapai kesepakatan bulat atau aklamasi, maka keputusan pemilihan Ketua MK akan dilakukan secara voting berdasarkan suara terbanyak dalam Rapat Pleno terbuka. (Ant)

Ketua Hakim PN Surabaya Diperiksa Terkait Kasus Hutan Bogor



Jakarta - WARA - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Ketua Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nur Hakim dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kasus tersebut sejauh ini telah menyeret Presiden Direktur PT Sentul City, sekaligus presiden komisaris PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala sebagai tersangka.

"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka KCK (Kwee Cahyadi Kumala)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Infromasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.

Nur Hakim sebelumnya adalah Ketua PN Bandung, Nur Hakim yang menunjuk dirinya sendiri sebagai ketua majelis kasus korupsi Bupati Bogor, Rachmat Yasin pada Oktoer 2014.

Padahal, saat itu Nur Hakim telah dimutasi ke PN Surabaya. Komisi Yudisial pun menginvestigasi hal tersebut.

Kemarin, KPK memeriksa Hakim Agung Timur P Manurung dalam kasus yang sama. Timur adalah Ketua Muda Pengawasan yang bertugas sebagai pengawas internal sekitar 7.000 hakim se-Indonesia.

"Saya memeriksa hakim di Pengadilan Negeri di Bandung. Apakah mereka ada keterpengaruhan dari pihak lain atau dari siapa saja," kata Timur seusai diperiksa KPK pada Selasa (13/1).

Ia mengaku mengusut mengenai hakim-hakim yang memengaruhi putusan terhadap terdakwa lain kasus tersebut yaitu anak buah Cahyadi, Yohan Yap yang hanya divonis 1,5 tahun penjara di PN Bandung.

"Kami klarifikasi apakah ada hakim-hakim yang terpengaruh oleh siapa saja terhadap putusan dari Yohan," tambah Timur.

Rachmat Yasin sendiri sudah divonis bersalah dan divonis 5,5 tahun penjara.

Cahyadi Kumala oleh KPK disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.

Selanjutnya KPK juga menyangkakan dugaan perbuatan merintangi penyidikan berdasarkan pasal 21 No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau minimal Rp150 juta dan maksimal Rp600 juta. (Ant)

Tanggapan Budi Gunawan Soal Penetapannya Sebagai Tersangka


Suasana fit and profer test calon Kapolri, Komjen Pol Budi Gunawan‎ di ruang Komisi III DPR RI, Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (14/1/15).

Jakarta - WARA - Calon Kepala Kepolisian RI Budi Gunawan menilai penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK mengabaikan asas praduga tidak bersalah.

"Menurut saya telah mengabaikan asas praduga tidak bersalah, dapat membentuk opini masyarakat bahwa saya bersalah," kata Budi Gunawan di Ruang Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu.

Hal itu diungkapkannya dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri oleh Komisi III DPR RI, yang dipimpin Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin.

Menurut Budi, penetapan statusnya itu merupakan pembunuhan karakter karena hingga saat ini dirinya belum pernah dimintai keterangan oleh KPK.

Menurut dia, penetapan statusnya sebagai tersangka tidak hanya mencoreng dan menyerang dirinya secara pribadi namun menurunkan kewibawaan lembaga negara, yaitu pemerintah dan kepolisian.

"Saya belum tahu pasti atas dugaan pidana yang disangkakan (oleh KPK), agar permasalahan menjadi terang maka perlu diklarifikasi," ujarnya.

Budi menjelaskan memang benar rekeningnya terdapat transaksi keuangan namun itu terkait kegiatan bisnis keluarga yang melibatkan pihak ketiga selaku kreditur.

Transaksi itu menurut dia dianggap mencurigakan, selanjutnya berdasarkan mekanisme KPK yang disampaikan ke Bareskrim dan sudah ditindak lanjuti.

"Hasil penyelidikan Bareskrim telah dikirim ke PPATK pada 18 Juni 2010, disimpulkan sebagai transaksi wajar dan tidak melanggar hukum serta tidak terdapat unsur kerugian negara," katanya.

Dia menunjukkan bukti surat dari Bareskrim Polri bahwa transaksi keuangan di rekeningnya merupakan wajar dan dapat dipertanggung jawabkan.

Menurut dia, surat itu merupakan produk hukum dari lembaga penegak hukum sah yang memiliki kekuatan hukum.

"Polri telah menindak lanjuti masalah dan hal-hal tersebut, bukan tidak pernah ditindak lanjuti. Itu merupakan produk hukum yang harus dihargai sebagai kekuatan hukum sah," ujarnya.

KPK menetapkan calon tunggal Kapolri, Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan kasus transaksi mencurigakan atau transaksi tidak wajar dari pejabat negara pada Selasa (13/1).

Budi Gunawan disangka menerima hadiah atau janji saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di Kepolisian RI.

Budi Gunawan disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b, pasal 5 ayat 2, 11 atau pasal 12 UU nomor 31/1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.  (Ant)