Rabu, 04 Februari 2015

Orang Kaya Boleh Masuk Jalur Busway, Ahok Dinilai Ngawur

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
Jakarta - WARA - Indonesia Traffic Watch (ITW) tak setuju dengan wacana jalur khusus Transjakarta bisa dilewati kendaraan pribadi dengan cara membayar. Bahkan, mereka menilai Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang mengusulkan ide tersebut bertindak ngawur.

“Wacana tersebut adalah isyarat seseorang yang sedang panik, sehingga pikirannya selalu aneh-aneh dan ngawur serta tidak konsisten,” kata Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan dalam siaran persnya, Senin 2 Februari 2015.

Menurut Edison, wacana itu tidak efektif untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Lebih dari itu, dia melihat Ahok hanya tengah berupaya mengalihkan  subtansi permasalahan kemacaten, akibat ketidakmampuan mencari solusi.

“Kita berharap warga Jakarta maklum, kalau Gubernurnya sedang panik menghadapi kemacetan,” ujarnya.

Edison menuturkan, ada tiga tujuan  penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus dipahami Ahok. Pertama, terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib,lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjunjung tinggi martabat bangsa.

Kedua, terwujudnya etika berlalu lintas sebagai budaya dan potret modrenisasi bangsa. Dan ketiga, terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

“Tiga hal tersebut adalah kewajiban pemerintah yang harus diwujudkan,” tegas Edison.

Edison menjelaskan, jika sistem transportasi umum sudah terintegrasi dan memberikan jaminan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran serta terjangkau secara ekonomi, lalu disusul dengan sosialisasi tertib berlalu lintas dan disertai penegakan hukum, maka kemacetan tidak akan menjadi momok menakutkan lagi di Jakarta.

Selaian itu, kesadaran masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum akan tumbuh, bila  angkutan transportasi umum sudah baik.

“Nah, apabila pelayanan Pemprov DKI sudah maksimal, tidak masalah menaikkan tarif parkir untuk  menambah pemasukan kas daerah,” jelasnya.

Edison yakin, Ahok tidak akan panik dan menggulirkan  wacana yang aneh-aneh apabila transportasi angkutan umum sudah menjadi pilihan masyarakat. Tentu tidak lepas dari pengelolaan yang profesional tapi berbasis pelayanan bagi masyarakat. Karena, lalu lintas dan angkutan jalan itu adalah kewajiban negara yang diselenggarakan oleh pemerintah sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat.

“Ahok lebih baik fokus pada pengadaan transportasi umum yang baik dan mempercepat penyelesaian MRT,” ujar Edison.

Dia berharap, Ahok mengurangi wacana yang beraroma bisnis, sebab Ahok bukan pemimpin perusahaan. Sebagai Gubernur, Ahok harus selalu mencari solusi yang terbaik tanpa harus menambah beban biaya masyarakat.

“Pemprov DKI jangan selalu menggunakan konpensasi berapa jumlah yang harus dibayar oleh masyarakat dari setiap pelayanan yang diberikan. Apalagi transportasi umum merupakan kewajiban negara yang harus diwujudkan pemerintah,” tuturnya. (Viva)

Kekisruhan Terjadi di Ruang Pemeriksaan Bambang Widjojanto

Kekisruhan Terjadi di Ruang Pemeriksaan
Jakarta - WARA - Terjadi insiden di ruang penyidik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri sebelum pemeriksaan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto. Kuasa hukum Bambang Widjojanto dan tim penyidik sempat beradu argumentasi.

“Tadi ruang penyidikan terjadi insiden di mana ruang penyidikan itu, 20 kuasa hukum ingin masuk ruangan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri, Kombes Pol Rikwanto, di kantornya, Selasa 3 Februari 2015.

Namun, Rikwanto menuturkan, setelah Bareskrim menjelaskan kondisi ruangan tersebut ada kesibukan lain, akhirnya tim kuasa hukum memahaminya. Kemudian, setelah bernegosiasi, Bareskrim akhirnya memperbolehkan tim kuasa hukum Bambang untuk memasuki ruangan.

“Hanya yang diperbolehkan masuk tiga orang. Itu pun secara bergantian,” ujarnya.

Terkait berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa Bambang, Rikwanto belum bisa memastikan. Begitu juga mengenai penahanan, mantan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya itu menyerahkan pada penyidik.

“Kalau masalah penyidikan bisa lama, bisa sebentar. Apabila ada kesimpulan ditahan, ya ditahan,” tuturnya.

Penyidik memeriksa Bambang Widjojanto untuk kedua kalinya pada hari ini. Bambang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus saksi palsu di persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi Tahun 2010. (Viva)

Ahok: Orang Kaya yang Masuk ke Jalur Busway Itu Kurang Ajar

Mobil ditilang karena masuk jalur busway
Jakarta - WARA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, menegaskan wacana legalisasi bagi kendaraan pribadi untuk masuk ke jalur busway sejatinya sindiran bagi sebagian orang kaya.

Beberapa orang yang berkecukupan, disebutkan Ahok, sapaan akrab Basuki, terkadang sengaja melintas di jalur yang sebenarnya hanya dikhususkan untuk bus TransJakarta itu dengan alasan untuk menghindari kemacetan.

“Orang-orang kaya itu mulai kurang ajar ngomongnya tahu enggak? Dia tuh pintar. Masuk 10 kali paling cuma ditangkap sekali. Jadi tilang itu kayak tiket terusan dong,” ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 3 Februari 2015.

Maka dari itulah, Ahok berniat melegalkan melintasnya mobil-mobil itu ke dalam jalur busway, namun besaran tarif yang dikenakannya akan sangat tinggi, mencapai Rp1 juta.

Ia ingin memberi pelajaran agar orang kaya itu tak lagi melanggar lalu lintas.

“Ini sama aja kan, mereka bilang, ‘saya mau ditilang nih, tapi enggak mau ditangkap’. Ya udah, gue bilang bayar saja Rp1 juta. Saya yakin kalau mesti bayar Rp1 juta tiap hari juga akan kapok orang (untuk terus melintas di jalur busway),” kata Ahok.

Wacana legalisasi mobil untuk masuk ke jalur busway ini sendiri, disebutkan oleh Ahok baru akan mulai diterapkan setelah armada bus TransJakarta dinilai mencukupi.

Pelaksanaan wacananya, akan menyerupai penerapan aturan electronic road pricing (ERP) di mana hanya mobil-mobil yang telah memasang on-board unit (OBU) saja dan berkenan saldo uang elektroniknya dipotong oleh tarif yang tinggi, yang bisa membuka gerbang jalur busway untuk bisa melalui jalur tersebut. (Viva)

Pengacara Budi Gunawan Ternyata Terpidana Penganiayaan



WARA - Pengacara Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Razman Arif Nasution ternyata adalah seorang terpidana kasus penganiayaan, yang kasusnya telah divonis Pengadilan Negeri Padang Sidempuan, Sumatera Utara pada 23 Maret 2006. Oleh pengadilan, Razman Arif divonis 3 bulan penjara dan denda Rp500 ribu.

Razman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemukulan dan penganiayaan terhadap Nukholis Siregar. Saat itu, Razman Arif masih menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Madina, Sumatera Utara.

Atas vonis Pengadilan Negeri Padang Sidempuan itu, terdakwa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, yang kemudian PT Sumut menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan tetap menvonis terdakwa dengan hukuman tiga bulan penjara pada 11 Oktober 2009.

Terdakwa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun pada 19 Januari 2010, MA menolak permohonan kasasi terdakwa sesuai salinan putusan MA dengan nomor putusan 1260K/PID/ 2009. Sejak putusan itu berkekuatan hukum tetap, Razman Arif belum menjalani masa hukumannya.

LSM Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat (LSM K-SEMAR) di Kabupaten Langkat adalah pihak pertama yang melaporkan surat permohonan eksekusi kepada Kejaksaan setempat terhadap Razman Arif yang merupakan terpidana kasus penganiayaan di Sumatera Utara. Mereka mendesak agar Razman mematuhi putusan MA.

"Sebagai praktisi hukum, RA seharusnya memberikan contoh yang baik, dengan mengikuti hukum dengan menjalani masa tahanan," Koordinator LSM K-Semar Sumut, Togar Lubis, Selasa, 3 Februari 2015. (Viva)

Dua Pekan Ditahan Polisi, Penjambret Tewas

Ilustrasi
Yogyakarta - WARA - Maulana Rasidi, 34 tahun, pelaku penjambretan di kawasan Jalan Pandak, Bantul, meninggal di RSUD Wirosaban Kota Yogyakarta. Pihak keluarga menduga ada kejanggalan terhadap kematian warga Gatak, Moyudan, Sleman tersebut.

“(Ada) bekas luka seperti itu seperti bekas luka-luka karena terkena benda tumpul atau dipukul,” ujar ibu Rasidi, Sumartini, Selasa 3 Februari 2015.

Rasidi sebelumnya dilaporkan oleh kepolisian setempat telah terjatuh dari mobil, saat akan digelar olah Tempat Kejadian Perkara. Namun, saat pihak keluarga menjenguk ke RS, petugas melarang mereka untuk mengambil foto Rasidi.

Bahkan Sumartini yang sempat mengabadikan diminta untuk menghapus gambar tersebut dari ponsel miliknya. “(Lukanya) tidak seperti luka jatuh dari mobil seperti pengakuan dari pihak penyidik. Kami pun sepakat melaporkan kejadian tersebut ke Mapolda DIY,” kata Sumartini.

Saat ini, pihak keluarga sudah mengajukan proses autopsi dengan mengirimkan jenazah Saridi ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bantul AKP Akbar Kasim Bantilan menegaskan, kinerja penyidik sudah sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Usai dicokok di wilayah Gamping, Sleman Rasidi dibawa ke Mapolres Bantul untuk menjalani pemeriksaan.

“Saat diamankan kami juga menemukan sejumlah barang bukti persis yang sama dilaporkan oleh korban. Dan pelaku juga mengakui perbuatannya,” katanya.

Namun, saat akan diajak melakukan rekontruksi di sejumlah lokasi yang menjadi daerah aksi penjambretannya. Saat melintas di kawasan Goa Selarong, Rasidi yang duduk persis di belakang sopir dengan tangan terborgol ini tiba-tiba membuka pintu dan meloncat dari dalam mobil.

“Di dalam mobil ada tiga petugas,” jelasnya.

Rasidi pun dibawa ke RS Wirosaban untuk mendapatkan perawatan medis. Terkait langkah apa yang akan ditempuh polres menyusul pelaporan keluarga? Akbar enggan memberikan komentar. “Ke pimpinan saja,” ucapnya. (Viva)

Eksekusi Mati, Rusak Reputasi Indonesia



Indonesia dikenal berhasil menjamin demokrasi dan penyelenggaraan HAM.



Aliansi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati berunjuk rasa di depan kedubes Arab Saudi, Jakarta, Kamis (20/10/2011)
Jakarta - WARA - Keputusan Indonesia untuk menggelar eksekusi mati terhadap pengedar narkoba, terus menuai kritik tajam. Salah satunya diluncurkan oleh Human Right Working Group (HRWG).

Mereka menilai aksi itu akan merusak reputasi Indonesia di mata internasional. Apalagi, Indonesia sudah dikenal sebagai the new emerging power, yakni negara yang telah berhasil menjamin pelaksanaan demokrasi dan HAM lebih dari satu dekade.

“Melanjutkan hukuman mati justru menghilangkan citra dan memperlemah peranan Indonesia sebagai negara yang selama ini dapat menjadi jembatan antara nilai-nilai peradaban timur dan barat,” ujar perwakilan HRWG, Muhammad Choirul Anam dalam konfrensi pers terkait pro dan kontra masalah hukuman mati di kantor HRWG, Jakarta Pusat, Selasa 3 Februari 2015.

Sebab itu, mereka mendesak agar Presiden Joko Widodo dan Wakil Jusuf Kalla untuk meninjau kembali seluruh putusan mati yang telah ditetapkan. Selanjutnya, memperbaiki sistem dan pengawasan lembaga permasyarakatan, agar terbebas dari praktik perdagangan narkoba.

“Kami juga mendesak pemerintahuntuk melakukan moratorium hukuman mati, baik secara de facto atau de jure, termasuk di dalamnya untuk meratifikasi protokol tambahan kovenan sipil dan politik tentang penghapusan hukuman mati,” kata Choirul. (Viva)

Menteri Ferry: Tuhan Menciptakan Bumi Satu Kali, Kok Kita Pajaki Setiap Tahun?



Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursidan Baldan
Jakarta - WARA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan menegaskan rencana penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) dilakukan semata demi kesejahteraan rakyat meski ada potensi kehilangan penerimaan pajak.

Ferry mengatakan, sejatinya pajak dipungut demi kesejahteraan rakyat. Namun, jika penghapusan pajak atas tanah dan tempat tinggal bisa meringankan beban masyarakat, tujuan tersebut juga dapat tercapai.

"Komitmen kami, untuk apa meninggikan pendapatan kalau ada hal lain yang bisa ditempuh untuk mensejahterakan masyarakat dan membuat rakyat nyaman (dengan menghapus pajak)," katanya dalam dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (2/2/2015).

Ferry menuturkan, PBB akan dibagi menjadi dua, yakni pajak bumi dan pajak bangunan. Pemisahan dilakukan sebagai upaya penyederhanaan.

Pajak bumi akan dikenakan hanya satu kali yaitu saat sebidang tanah atau lahan menjadi hak milik seseorang.  "Tuhan kan menciptakan bumi satu kali, kok kita pajaki setiap tahun? Makanya ada aturan seperti ini, gunanya untuk mengurangi beban soal tanah," katanya.

Ada pun pajak bangunan akan dikenakan setiap tahunnya hanya untuk bangunan komersial seperti kontrakan, kos-kosan, ruko serta restoran.

"Kebun atau lahan usaha lainnya aturannya menyusul. Tapi kami fokus agar rumah pribadi dan bangunan sosial tidak dikenakan pajak. Dalam perspektif kami, ini bisa mengurangi kapitalisasi nilai tanah dan bangunan," katanya.

Ferry menjelaskan, rencana penghapusan PBB tahunan memang berpotensi mengurangi penerimaan pajak, terutama untuk pendapatan asli daerah (PAD).

Namun, ia mengaku akan tetap meminta semua daerah untuk bisa menaati peraturan tersebut kelak setelah diterapkan. Ia memastikan peran negara, melalui pemerintah daerah, untuk meringankan beban rakyat bisa dilakukan dengan cara tersebut.

"Kami akan sampaikan di APBN berikutnya (soal pendapatan daerah karena dihapuskannya PBB). Untuk memastikan pendapatan daerah, kami akan usahakan untuk berikan di awal kesejahteraan itu," katanya.

Ferry mengatakan, pihaknya akan terus melakukan upaya agar semua hal yang berkaitan dengan tanah, bumi atau bangunan tidak menjadi sumber kerisauan masyarakat karena harganya yang mahal.

"Kami dorong hal-hal yang berkaitan dengan tanah, bumi dan bangunan bukan menjadi sumber yang memahalkan. Kehendak kami untuk mengkaji PBB, itu kan untuk mensejahterakan masyarakat juga," ujarnya. (Kompas.com)

Bambang Widjojanto Siap Mati demi Kebenaran

“Kalau akibat terberat saya harus tinggalkan jasad, itu saya ambil.”

Wakil ketua KPK Bambang Wdjojanto menggelar konfrensi pers terkait kasus yang dihadapinya, Jakarta, Senin (26/01/2015).
Jakarta - WARA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, menyampaikan pernyataan sebelum berangkat untuk menjalani pemeriksaan di Markas Kepolisian Republik Indonesia.

Bambang, didampingi Ketua KPK Abraham Samad, mengaku telah menyiapkan diri menerima segala risiko atas kasus hukum yang menimpanya, termasuk ditahan. Dia tak akan gentar meski harus mati karena semua itu demi menegakkan hukum dan kebenaran.

“Saya pergi untuk pulang. Saya bertugas menjalankan mandat sebagai pimpinan KPK,” kata Bambang di halaman kantor KPK, Jakarta, Selasa, 3 Februari 2015.

Bambang secara tegas dan lugas berujar bahwa dia sepenuhnya taat pada hukum dan karena itu dia datang untuk memenuhi pemeriksaan di Mabes Polri.

“Saya pimpinan lembaga penegak hukum akan menunjukkan kelas untuk taat pada hukum. Kalau akibat terberat adalah saya harus tinggalkan jasad saya, itu saya ambil,” katanya, yang segera disambut tepuk tangan riuh massa simpatisan KPK.

“Saya percaya Allah di pihak orang benar. Orang-orang tertindas yang akan menyelamatkan saya,” dia menambahkan. (Viva)

Jokowi Hanya Diam Ketika Ditanya Soal Dirikan Partai



Jakarta – WARA - Presiden Joko Widodo alias Jokowi hanya diam dan mengalihkan pembicaraan, ketika Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP) menanyakan apakah Jokowi mempunyai sikap tertentu apabila Relawan Jokowi atau BaraJP mendirikan partai. 

"Daripada berutang kepada partai politik (parpol), lebih baik Pak Jokowi berutang kepada rakyat. Karena itulah BaraJP menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) resmi, bila perlu menjadi partai," ungkap Sihol Manullang, Ketua Umum BaraJP Sihol di Jakarta Selasa (3/2).

Sihol mengatakan hal itu kepada Jokowi di Balaikota, tanggal 7 Agustus 2014, waktu mengundang Jokowi membuka Kongres BaraJP di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, 13-15 Agustus 2014.

Meskipun Jokowi tidak menanggapi bahkan mengalihkan pembicaraan, Sihol mengatakan, "Berutang kepada rakyat lebih bagus ketimbang kepada parpol. Utang kepada rakyat adalah soal masa depan, sedang utang kepada parpol cenderung soal kursi dan jabatan."

Ketika berbicara dalam Kongres Bara JP, Presiden Jokowi menegaskan, relawan jangan membubarkan diri.
"Ini baru mulai, koq malah bubar. Kalau saya minta ada satu juta relawan, kita harus siap. Kalau saya minta 500 ribu, juga siap," kata Presiden.

Tatkala Jokowi mengundang BaraJP ke Istana Kamis 20 November 2014, kembali ditegaskan supaya relawan tetap mengkonsolidasikan diri, untuk mendukung program pemerintah. 

"Seperti pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM), Relawan perlu membantu menyosialisasikan kepada masyarakat, hasil akan dirasakan dua tiga tahun lagi, pemerintah membangun infrastruktur," kata Jokowi waktu itu. (SP)

Puan Tegaskan Jokowi Masih Petugas Partai



Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani

Jakarta - WARA - Politisi PDI Perjuangan, Puan Maharani, menegaskan bahwa Joko Widodo masih menjadi petugas partai tersebut. Ia tidak mempermasalahkan jika ada partai lain yang ingin mencalonkan Jokowi sebagai presiden pada Pemilu Presiden 2019.

Hal itu disampaikan Puan menyikapi wacana organisasi Pro Jokowi (Projo) berubah format menjadi partai baru dan mengusung Jokowi sebagai calon presiden pada pemilu mendatang. Menurut Puan, setiap orang memiliki hak untuk membentuk parpol dan menentukan sikap partainya.

"Itu kan hak politik semua warga negara. Asal ada orangnya, ada nama parpolnya, boleh-boleh saja. Sah-sah saja semua orang mau bangun parpol," kata Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (3/2/2015) siang.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu tidak mempermasalahkan jika nantinya Jokowi bersedia diusung oleh Projo pada pemilu mendatang. Demikian pula jika Jokowi bersedia dicalonkan sebagai presiden oleh partai selain PDI-P.

Namun, Puan mengingatkan bahwa Jokowi sebelumnya berhasil menjadi presiden karena diusung oleh PDI-P. Oleh karena itu, secara etika politik, Jokowi masih menjadi bagian dari partai berlambang banteng tersebut.

"PDI-P bersama Jokowi dan Jokowi masih sebagai petugas partai, kader PDI-P," ucap Puan.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Pro Jokowi (DPC Projo) Solo Sugeng Setyadi mengatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya siap berubah menjadi partai politik apabila dikehendaki. Hanya saja, perubahan bentuk tersebut harus seizin dari pimpinan dewan pembina, yakni Presiden RI Joko Widodo.

"Ya, kami siap untuk mendukung Pak Jokowi hingga 2019. Kalau memang Pak Jokowi menginginkan ada perubahan ke parpol, kami siap juga tidak ada masalah," katanya. (Kompas.com)