Selasa, 27 Januari 2015

Kader Mulai Serang Jokowi, Ini Reaksi PDIP


Politikus PDIP Effendi Simbolon sebut Joko Widodo sebagai Presiden prematur.

Jakarta - WARA - Sejumlah kader PDI Perjuangan mulai terang-terangan menyerang kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Salah satunya Effendi Simbolon, yang bahkan memprediksi kalau kepemimpinan Jokowi tidak akan bertahan lama.

Menyikapi reaksi dari kader seperti itu, partai besutan Megawati Soekarnoputri ini pun angkat bicara.

"Menyikapi situasi akhir-akhir ini dengan terjadinya konflik antar KPK dengan Polri, kami semua berharap agar dapat menahan diri. Terutama kader-kader PDI Perjuangan," kata politikus senior PDIP, TB Hasanuddin, di Jakarta, Selasa 27 Januari 2015.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDIP ini meminta semua kader tidak membuat pernyataan-pernyataan yang memperkeruh suasana.

Purnawiran TNI ini meminta seluruh kader untuk kembali ke fatsun awal seperti yang disampaikkan Megawati Soekarnoputri kepada seluruh anggota Fraksi PDI Perjuangan di Hotel Luansa pada 11 Januari 2015.

"Ibu Ketua Umum secara tegas mengatakan bahwa PDI Perjuangan harus mendukung penuh Presiden yang didukung PDI Perjuangan, yaitu Presiden Jokowi-JK," kata Hasanuddin.

Dia mengatakan, segala keputusan Presiden Jokowi harus didukung oleh seluruh kader. "Jadi tidak ada pilihan lain, apa pun yang diputuskan Presiden Jokowi wajib didukung sepenuhnya oleh kader-kader PDIP," katanya.

Hasanuddin melihat saat ini loyalitas kader sedang diuji. Apakah tetap setia pada keputusan dan arahan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, atau sebaliknya.

Jadi keputusan apa pun nanti yang akan diambil oleh Presiden Jokowi, katanya, seluruh kader dapat memahami dan mendukung sepenuhnya dengan ikhlas. "Kepada para pejabat tinggi negara, saya mengimbau agar dalam membuat pernyataan-pernyataan lebih arif, dewasa, dan lebih negarawan. Jangan justru sebaliknya, memperruncing atau memperkeruh suasana dan kontraproduktif terhadap pemerintahan Jokowi," ujar Hasanuddin.

Dia meminta bersama-sama menyelesaikan masalah bangsa ini dengan arif dan bijak.

Presiden prematur
Effendi Simbolon juga pernah menilai Presiden Jokowi masih belum siap menjadi Presiden. Sebab, banyak hal yang ia tangani sendiri. "Presidennya juga prematur," kata Effendi, saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik 'Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK' yang diadakan Paramadina Graduate School of Communication di Kampus Paramadina, Jalan Sudirman, Jakarta, Senin 26 Januari 2015.

"100 hari belum cukup beri assessment. Saya tidak ingin cari kesalahan yang lama. Tetapi, berangkatnya pemerintahan ini terus terang antara nakhoda dengan kru tidak saling kenal. Bayangkan, kalau antarkru tidak saling kenal. Tetapi, sebuah keniscayaan. Ini harus kita terima."

Menurut Effendi, orang-orang di sekeliling Jokowi dalam menjalankan pemerintahan banyak yang tidak kompeten, sehingga membawa pengaruh buruk.

"Yang atur anak kecil, yang diatur prematur, inkubator jadinya. Ketika Presiden selesaikan masalah KPK-Polisi yang dipanggil Wantimpres dong, ring dalam dong dimanfaatkan. Tetapi, ini malah dipanggil orang di luar sistem," katanya. (Viva)

Tantowi: SBY Ragu Tapi Benar, Kalau Jokowi Ragu Tapi Menabrak UU


Jokowi bertemu SBY.

Jakarta - WARA - Masa kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah lebih dari 100 hari. Bagi Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya, Jokowi harusnya bisa menjalankan pemerintahan dengan tegas. Terlebih, Jokowi menurutnya hanya boleh berbuat demi rakyatnya, bukan berdasarkan bayang-bayang partai politik pengusungnya.

Hal ini yang menurut Tantowi membuat Jokowi ragu-ragu dalam membuat dan mengeluarkan kebijakan. Serta, dia lantas membandingkan sikap ragu Jokowi itu dengan Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Sekarang kan jadi ragu. Pak SBY ragu tapi benar. Kalau ini ragu tapi tidak konstitusional, menabrak UU. Kita harapkan setelah 100 hari ada perbaikan, karena rakyat sudah bergejolak karena protes bukan dari KMP tapi dari Jokowers (para pendukung Jokowi pada Pilpres 2014) juga. Presiden enggak perlu takut karena rakyat ada di belakang dia," kata Tantowi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/1).

Walaupun begitu, Ketua DPP Partai Golkar itu menilai masih ada hal positif yang dilakukan Jokowi dan patut diacungi jempol. Yakni, dengan memilih Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Contoh kaya Menteri Susi yang enggak pernah terjadi sebelumnya. Saat Bu Susi peringatkan kapal dari Vietnam, China, negara mempertanyakan ini tapi mereka (negara bersangkutan) tidak protes. Justru ini peringatan besar, jangan main-main dengan wilayah Indonesia," puji Tantowi. (merdeka.com)

Menteri Tedjo Jadi Pendiam



Jakarta - WARA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, tidak mau berkomentar sedikitpun perihal pernyataannya "rakyat tidak jelas" terkait polemik KPK vs Polri dan juga pelaporan dirinya ke Bareskrim Polri oleh sejumlah aktivis.

Menko Tedjo yang tiba di kantornya sekitar pukul 11.45 WIB, dengan mengenakan kemeja putih hanya diam. Meski dihadang wartawan di depan kantornya yang sudah menunggu dari pagi, Tedjo tak bergeming. Ia turun dari mobil tanpa mengeluarkan kata-kata dan langsung masuk ke dalam kantornya.

Salah satu staff Menkopolhukam, Ariffin mengatakan, Menko Tedjo sedang tidak ingin diwawancarai. Ia juga menambahkan, biasanya Tedjo tidak susah untuk memberikan komentar kepada teman-teman media.

"Bapak lagi gak ingin ngomong, ya nanti ditunggu saja kalau Bapak keluar, siapa tahu mau kasih keterangan. Bapak juga hari ini cuma di kantor saja kok, kecuali dipanggil Presiden," kata Ariffin.

Sebelumnya, pagi tadi Tedjo menghadiri acara pemusnahan barang bukti 800 kilogram sabu hasil operasi senyap Badan Narkotika Nasional (BNN). Pemusnahanan tersebut dilakukan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang.(Viva)

Ahok Bisa Dipidana dan Didenda Jika Warga Celaka Karena Jalan Rusak



Jakarta - WARA - Musim penghujan tiba. Sejumlah ruas jalan mulai langganan tergenang air. Akibatnya banyak yang rusak hingga berlubang.

Indonesia Traffic Watch (ITW) meminta Pemprov DKI segera memperbaiki jalan rusak karena potensi memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas.

"Tercatat, ada sekitar 200 titik jalan yang rusak di lima wilayah Jakarta, sangat potensi menimbulkan kecelakaan," kata Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, dalam rilis yang diterima merdeka.com, Rabu (28/1).

Menurutnya, setiap jalan yang rusak harus diberikan tanda atau rambu, agar para pengendara lebih hati-hati sehingga bisa terhindar dari kecelakaan.

Apabila penyelenggara jalan dalam hal ini Dinas PU DKI tidak segera memperbaiki jalan rusak dan mengakibatkan kecelakaan dan menimbulkan luka ringan dan kerusakan kendaraan atau barang, maka bisa dipidana penjara 6 bulan atau denda Rp 12 juta. Sedangkan kecelakaan akibat jalan rusak dan menimbulkan korban jiwa, dipidana 5 tahun penjara atau denda Rp 120 juta.

Untuk itu pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, untuk mendapatkan data kecelakaan. Apabila diketahui ada kecelakaan akibat jalan rusak, maka ITW akan melakukan upaya hukum.

"Kami akan koordinasi dengan Polda Metro, untuk mengetahui penyebab terjadinya sebuah kecelakaan. Kalau penyebabnya karena jalan rusak, akan kami jadikan bukti untuk melakukan proses hukum," ujar Edison.

Dia menjelaskan, upaya hukum tersebut diatur dalam Pasal 273 ayat 1,2,3 dan 4 Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan. Sedangkan kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara jalan untuk segera melakukan perbaikan jalan rusak dan memberikan tanda atau rambu, diatur pada Pasal 24 ayat 1 dan 2.

Menurut Edison, tidak ada alasan apalagi karena anggaran, sehingga menunda perbaikan jalan. Sebab pemerintah dapat menggunakan dana preservasi jalan yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi jalan.

"Tidak ada alasan, jalan yang rusak harus segera diperbaiki dan sebelumnya dipasang rambu," tegasnya.
Salah satu penyebab kerusakan jalan itu adalah akibat terendam air khususnya pada musim hujan saat ini. Tetapi tidak menutup kemungkinan akibat kualitas jalan yang kurang baik. Untuk itu, Pemprov DKI harus meningkatkan pengawasan, untuk menekan adanya permainan dalam proyek perbaikan jalan. (merdeka.com)

Politisi Golkar : SBY Peragu, Jokowi Jauh Lebih Peragu



"Pak SBY ragu tapi konstitusional, tidak menabrak undang-undang."



Presiden Joko Widodo menerima Chairman Global Green Growth Institute Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (8/12).
Jakarta - WARA - Ketua DPP Partai Golkar, Tantowi Yahya, menilai Presiden Joko Widodo lebih peragu ketimbang Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Selama memerintah selama 10 tahun, kata Tantowi, SBY dicap oleh publik sebagai Presiden peragu.

"Kita memberi stampel SBY ragu, tapi ini kok [Jokowi] lebih ragu. Pak SBY ragu tapi konstitusional, tidak menabrak undang-undang," kata Tantowi di gedung DPR, Jakarta, Selasa 27 Januari 2015.

Tantowi mengatakan, 100 hari pemerintahan ini telah membuka mata publik, bahwa apa yang dijanjikan saat masa-masa kampanye tidak sesuai, jauh dari harapan.

Dia mengibaratkan orang jalan-jalan ke luar negeri, di mana sebelum berangkat semua orang masih jaga image. Tapi setelah tiba di tujuan, ketahuan aslinya.

"Jokowi tidak tegas, padahal mandat rakyat mayoritas. Tidak boleh dia ragu-ragu," kata Tantowi.

Anggota DPR dari Dapil Jakarta III itu menilai, Presiden Joko Widodo saat ini masih dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan pihak lain. Jokoai, katanya, belum mampu berdiri sendiri.

"Tidak boleh takut dengan tangan-tangan lain yang akan mengganggu dia. Harapan rakyat tinggi akan perubahan," ujar Tantowi.

Tantowi mengimbau agar Presiden berhati-hati dalam situasi sekarang ini. Karena, protes-protes keras yang dilayangkan ke Presiden, justru bukan dari partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Melainkan kader PDIP dan masyarakat.

"Yang melakukan protes keras bukan KMP, ini harus ditanggapi serius oleh Presiden," tutur mantan presenter televisi itu. (Viva)