Senin, 26 Januari 2015

Penangkapan BW Dinilai Melanggar HAM, KontraS Minta Kabareskrim Dicopot

Haris Azhar
Jakarta - WARA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai penangkapan terhadap Bambang Widjojanto yang dilakukan Bareskrim Polri melanggar HAM. Oleh sebab itu, Polri didesak menonaktifkan Kabareskrim Irjen Budi Waseso, atau dicopot.

“Sudah pantas dia dicopot, paling tidak dinonaktifkan,” kata Koordinator KontraS Haris Azhar, dalam diskusi ‘Ada Apa dengan Jokowi’ di Kafe Eatology di Jl Sabang, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (25/1/2015).

Menurut dia, tindakan Irjen Budi Waseso yang menangkap Bambang tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, merupakan tindakan insubordinasi. Ia juga mendesak Komnas HAM untuk segera memeriksa Budi Waseso terkait insiden tersebut.

“Apa yang dilakukan dia terhadap BW banyak melanggar HAM, Komnas HAM harus segera memeriksa dia. Besok kita akan ke Komnas HAM untuk melaporkan, agar Komnas HAM panggil Budi Waseso dan Wakapolri,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan pengangkatan Budi Waseso sebagai Kabareskrim Polisi. Apalagi, isu penangkatan Budi Waseso sebagai Kabareskrim Polri yang disiapkan untuk menggantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri yang tengah tersandera ini, juga tidak layak dipilih.

“Saya pikir banyak yang lebih pantas, seperti Irwasum Irjen Pol Dwi Priyatno atau Komjen Suhardi Alius,” cetusnya.

Di lain hal, Budi Waseso juga dinilai belum layak dari segi usia dan pengalaman. Budi Waseso yang dicap sebagai anak buah Komjen Budi Gunawan, dinilai tidak layak dipilih sebagai calon Kapolri.

“Dia terlalu muda, kelakuan dia karena dia orangnya Budi Gunawan, operatornya Budi Gunawan. Dia tidak menonjol, apa prestasi dia?,” tambahnya. (detik)

Mantan Wakapolri Diusulkan Jadi Ketua TPF


Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk (kanan) menyampaikan pendapatnya disaksikan mantan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi (tengah) dan pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro (kiri) saat diskusi menyoroti tulisan capres PDIP Joko Widodo di Jakarta, Kamis (15/5). Tulisan berjudul Revolusi Mental karya Joko Widodo merupakan gagasan membangun Indonesia yang dimulai dari segi mental bangsa.

Jakarta - WARA - Mantan Wakil Kapolri (Wakapolri) Komjen Pol (Purn) Oegroseno diusulkan menjadi Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mencari kebenaran kasus hukum yang menjerat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW).
 
Menurut Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi, Oegroseno cocok memimpin TPF karena memiliki wibawa dan rekam jejak yang baik.

"TPF harus yang paham soal kepolisian, soal hukum. Saya rekomendasikan tim dipimpin oleh Oegroseno. Tentu saja tim ini diisi oleh orang yang bersih, bisa ditunjuk oleh Presiden atau DPR," ujar Adhie dalam acara diskusi di Jakarta, Minggu (25/1).

Sebelumnya, Adhie menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) ataupun DPR membentuk TPF untuk mencari kebenaran atas perkara pidana yang dituduhkan terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Sebagaimana, tim delapan yang dulu mencari fakta dibalik dugaan kriminalisasi Pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.

Seperti diketahui, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny Sompie mengatakan BW ditangkap atas tuduhan mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara PHPU di Kota Waringin Barat pada 2010. (SP)

Pelapor Abraham Samad ke Polisi Adalah Juniornya di Kampus


Muhammad Yusuf Sahide 

WARA - Muhammad Yusuf Sahide masih menjadi pembincangan aktivis di Grup Masika ICMI Sulsel, Senin (26/1/2015) dini hari.
 
Yusuf adalah  Direktur Ekskutif  KPK Watch Indonesia yang melaporkan Ketua KPK, Abraham Samad Bareskrim Mabes Polri. Abraham dilaporkan dengan dugaan melakukan aktivitas politik, di luar ranah tugas pokok dan fungsi lembaga antikorupsi itu.

Tanda bukti lapor No: TBL/39/1/2015/Bareskrim dan No: LP/75/1/2015/Bareskrim, tertanggal 22 Januari 2015.

Menurut Yusuf, laporan tersebut didasari tulisan artikel di Kompasiana yang menyebutkan ada pembicaraan dengan petinggi partai terkait Emir Moeis, yang kasusnya sedang ditangani oleh KPK. Dia meminta Abraham mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua KPK.

Bukan rumor lagi kalo gitu... Sahide? Nama Bugis ya?” tulis anggota Grup Masika ICMI Sulsel, Ostaf Al Mustafa.

Pertanyaan anggota Dewan Penasihat Masika Sulsel dijawab anggota grup lainnya, Hafidz, “Yusuf Sahide itu alumni Fakultas Hukum Unhas non reguler... sy kenal sekali ini org.” Abraham merupakan alumnus Fakultas Hukum Unhas.

Fitri Patonangi menulis, “Kata teman seangkatannya yusuf sahide termasuk mahasiswa idelias yg aktifis.” (Tribun)

BW: Ini Penghancuran KPK


Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (tengah) memberikan keterangan pers di depan gedung KPK, usai dilepaskan Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (24/1) dini hari. Meski batal ditahan, Bambang mengatakan statusnya tetap menjadi tersangka.

Depok - WARA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) menilai apa yang terjadi pada KPK saat ini adalah upaya untuk penghancuran KPK. Bukan lagi sekadar pelemahan.
 
Demikian diungkapkan BW kepada wartawan di kediamannya di Kampung Bojong Lio, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/1). Penghancuran terhadap keberadaan KPK dirasakan dimulai seusai KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.

Setelah itu, lanjut BW, ada tudingan perihal Ketua KPK Abraham Samad yang berambisi menjadi Wakil Presiden Joko Widodo yang dilontarkan oleh Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Selanjutnya, adalah penangkapan dirinya atas kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat pada tahun 2010 yang dilaporkan oleh Sugianto Sabran kepada Bareskrim Polri.

"Sulit untuk saya untuk tidak bilang bahwa ini tak ada kaitanya dengan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK. Ada kemungkinannya. Saya melihat ini penghancuran KPK, tidak lagi sekadar pelemahan," ujar Bambang yang menggelar konferensi pers seusai salat zuhur berjemaah di Masjid An-Nur.
Diungkap BW, saat ini statusnya sebagai tersangka menuntutnya untuk profesional dan konsisten pada Undang-Undang dan moral etik hukum.

"Saya pertimbangkan untuk mengajukan pemberhentian. Nanti biarkan ketua yang memutuskan. Untuk selanjutnya dapat berkomunikasi dengan presiden," tutur Bambang.

Formalitasnya sesuai aturan, lanjut Bambang, surat dari presiden lebih dulu keluar, apakah memberhentikan dirinya atau tidak. Bambang juga akan tunduk kepada keputusan kolegial KPK.

Menurut Bambang, kasus yang dia alami tak berdiri sendiri. Ada upaya-upaya lain termasuk political setting. "Kasus Pilkada Kotawaringin Barat ini tahun 2010, saya masuk KPK tahun 2012. Bukan tak mungkin ada political setting di dalamnya," kata Bambang yang mengenakan sarung dan baju koko berwarna putih itu.

Ke depannya, Bambang menegaskan akan menghormati panggilan Bareskrim untuk pemeriksaan selanjutnya. "Sampai hari ini saya belum terima surat pemanggilan lagi. Tapi mungkin juga dikirim ke kantor KPK. Kapanpun dipanggil saya siap," tegas Bambang.

Tentang SP3, Bambang menyerahkan hal tersebut kepada tim hukum. Bambang meyakini tim hukumnya mampu melakukan yang terbaik. Bambang juga masih meyakini bahwa Presiden Joko Widodo mampu berlaku adil dan bersikap negarawan.

"Ini saatnya presiden tunjukkan kemampuan kenegarawanannya. Saya percaya Pak Presiden mampu," pungkas Bambang. (SP)

Tim Tak Berhak Usulkan Jokowi Batalkan Lantik Budi Gunawan


Mantan Wakapolri, Komjen (Pol) Oegroseno berjabat tangan dengan Wakapolri yang baru Komjen (Pol) Badrodin Haiti usai Sertijab di Jakarta.


Jakarta - WARA - Presiden Joko Widodo memilih untuk menunda pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri. Padahal, beberapa elemen masyarakat mendesak Jokowi, segera membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi. Budi menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri tahun 2004-2006.

Sebagai anggota Tim Independen yang ditugaskan Jokowi untuk membuat terang polemik yang terjadi antara KPK-Polri ini, Komjen (Purn) Oegroseno mengaku tak berani memberikan masukan mengenai tuntutan masyarakat yang meminta agar pelantikan Budi Gunawan dibatalkan.

"Kita nggak berani rekomendasikan masalah itu," kata Oegro di Istana Negara, Jakarta, Minggu malam, 25 Januari 2015.

Meski demikian, Oegro mengakui, dalam diskusinya dengan Jokowi itu memang sempat dibahas soal pelantikan Budi. Namun, Presiden belum bisa merumuskan apa yang paling mungkin bisa dia lakukan. Mantan Wakapolri itu pun memahami posisi Presiden Jokowi.

"Belum bisa merumuskan, karena kawal hukum dan negara ini berat. Semua harus lihat hukum ke depan," ujar dia.

Oegro menilai bahwa Jokowi masih berkomitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi. "Dia nggak akan main-main dengan korupsi, dari yang saya lihat tadi," lanjutnya.

Sementara itu, langkah pertama yang akan dilakukan Tim Independen ini lakukan adalah melakukan audiensi dengan semua pihak.

Tim Independen ini berisi tujuh orang, yakni Jimly Asshidiqie, Ahmad Syafii Maarif, Komjen (Purn) Oegroseno, Bambang Widodo Umar, Tumpak Hatorangan Panggabean, Erry Ryana Hardjapamekas dan Hikmahanto Juwana. (Viva)

Benarkah Ada Upaya PDIP Jegal KPK Demi Selamatkan Mega?



Jakarta - WARA - Penangkapan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto dan pelaporan Adnan Pandu Praja dinilai memperlemah lembaga antirasuah. Upaya kriminalisasi ini diduga karena KPK tengah mengusut kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi kasus tersebut diduga melibatkan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Namun PDIP menegaskan partainya mendukung penuh KPK.

"Enggak ada (upaya jegal KPK). Publik harus melihat hidden forces, bukan symptoms yang bisa misleading," kata Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (26/1).

Lebih lanjut, Eva menegaskan, KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi dibangun di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Oleh karena itu, tidak mungkin PDIP memperlemah fungsi KPK sebagai penegak hukum.

Justru dalam hal ini, jelas Eva, partainya lah yang sedang menghadapi cobaan berat. Yaitu penangkapan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto tepat disaat Megawati Soekarnoputri sedang merayakan hari ulang tahunnya.

"Saya melihat PDIP juga dikerjain. Penangkapan BW di pas kan ultah ketua umum. Pak Hasto juga negasin bahwa konpres dia soal Samad merupakan upaya memperkuat KPK. Tidak ada motivasi menyerang lembaga," jelasnya.

Sebelumnya diketahui, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi menduga skenario kasus kriminalisasi terhadap KPK dengan penangkapan terhadap Wakil Ketua Bambang Widjojanto dan pelaporan Adnan Pandu Praja dinilai dilatarbelakangi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ini lantaran KPK tengah menjalankan penyidikan secara intensif terhadap kasus tersebut yang diduga melibatkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Berhubungan dengan makin intensifnya KPK melakukan penyidikan mengenai masalah Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI," ujar Adhie di Pasar Festival, Kuningan, Jakarta, Ahad (25/1).

Adhie mengatakan, SKL tersebut saat itu ditandatangani oleh Megawati selaku Presiden. Sehingga, dia menganggap ada upaya agar KPK tidak mengembangkan pemeriksaan ke Megawati yang berujung pada penetapan status tersangka.

"Ada kecenderungan KPK kalau dibiarkan, akan masuk ke Ibu Mega. Kita bisa bayangkan ketika Ibu Mega dipanggil kemudian menjadi tersangka, politik Indonesia akan heboh luar biasa," kata mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Selanjutnya, kata dia, dalam kasus ini polisi tampak menjadi alat kepentingan tertentu untuk menyerang KPK. Hal yang sama pernah terjadi saat penetapan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus penggelembungan dana simulator SIM.

"Sekarang ini justru PDIP yang melawan KPK menggunakan polisi. Dulu Istana menggunakan polisi untuk melawan KPK," ungkap dia. (Merdeka.com)