Jumat, 27 Februari 2015

Ada Tambahan Biaya Saat Bayar Pajak di Samsat Makassar, Pungli?



Makassar - WARA - Pungutan liar masih saja terjadi badan negara di Makassar. Kali ini di Samsat Makassar, yang berlokasi di Jl Andi Mappanyuki, Makassar. 

Pungutan liar ini dipaparkan oleh warga, kepada tribun-timur.com. Ia mengaku mengalami pungli saat hendak membayar pajak kendaraan berupa mobil, Kamis (26/2/2015).

Memasuki Kantor Samsat, berbagai baliho dan banner larangan korupsi maupun pungli menyambut pengunjung.

Dipaparkan warga yang enggan disebutkan namanya ini ia mengambil nomor antrean, dan dipersilakan langsung menuju area pembayaran pajak kendaraan bermotor, loket  khusus wanita.

Sekitar pukul 11.30 wita, loket khusus wanita ini dijaga oleh seorang pria muda. Setiba gilirannya, ia memberikan kelengkapan yang dipersyaratkan.

Petugas pria tersebut pun menyebutkan angka Rp 1.960.000 sebagai biaya pajak tahunan, yang langsung dibayarkan. Dan STNK baru pun jadi tak sampai 10 menit.

"Setelah menerima STNK saya tidak mengecek, karena saya juga tidak paham membaca STNK tersebut. Namun saya kaget ketika tiba di kantor dan membaca STNK tersebut sembari menanyakan kepada rekan yang lebih paham," paparnya.

Pasalnya, di lembar STNK tersebut tertulis biasaya pajak hanyalah Rp 1.910.700. Artinya ada pungli yang otomatis dikenakan kepada pengurus yang jumlahnya Rp 49.300

Sampai dengan berita ini diturnkan, Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) Samsat Makassar, Hasan Sijaya, belum meberikan konfirmasi mengenai tambahan pembayaran ini.(Trb)

Begal Yang Dibakar di Tangerang Dulunya Remaja Masjid



Jenazah pelaku begal motor Pondok Aren.
Tangerang - WARA - Sutinah mengaku ikhlas melepas kepergian anaknya, Hedriansyah alias Riyan, pelaku pembegalan motor di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan pada Selasa (24/2) lalu. Ibu Sutinah meminta maaf kepada Sri, wanita yang menjadi korban aksi pembegalan Riyan.

"Kami menerima apa yang terjadi, apapun tanggapan masyarakat itu hak mereka, kami serahkan pada Allah ini musibah untuk kami, saya atas nama orangtua Riyan meminta maaf kepada Sri," kata Sutinah kepada merdeka.com, Kamis (26/2) malam.

Sutinah juga mengatakan, dirinya tak menuntut apa-apa atas peristiwa yang memilukan hatinya itu. Bagi Sutinah, kepergian Riyan untuk selama-lamanya merupakan garis takdir kendati ia merasa terpukul lantaran 2 tahun belakangan ini tak pernah bertemu Riyan.

"Saya tidak menuntut apa-apa, lalu kepada siapa saya menuntut? Dan saya tuntut buat apa? saya sudah ikhlas, mungkin ini jalnnya, saya tidak pernah ketemu Riyan selama dua tahun," katanya sembari meneteskan air mata.

Sementara itu, menurut salah seorang tetangga yang sedang melayat ke rumah Sutinah mengatakan, dirinya mengenal sosok Riyan sebagai orang baik. Dia mengatakan, Riyan juga pernah aktif di organisasi remaja masjid. "Riyan itu orangnya rajin, dan dulu aktif di kepemudaan di masjid," kata seorang tetangga yang enggan disebutkan namanya.

Di mata Sutinah, Riyan merupakan sosok pendiam. Di lingkungan keluarga, Riyan dikenal irit bicara, ia bahkan hampir tak bicara bila tak ditegur terlebih dahulu. Sutinah mengaku, tak pernah mengetahui aktivitas Riyan selama di luar rumah. "Riyan orangnya pendiam, tidak pernah tanya apapun, kalau ditegur baru dia bicara," kata Sutinah. (Merdeka.com)

Protes Menteri Susi, Ribuan Nelayan Demonstrasi di Depan Istana



Demo Nelayan

Jakarta - WARA - Ribuan nelayan yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu Pantai Pantura berdemo di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Para nelayan tersebut datang dari berbagai daerah pesisir di wilayah Jawa Tengah antara lain Pati, Semarang, Cirebon, Brebes dan Tegal.

Aksi demo ini dipicu oleh kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang, Trawl, dan Pukat Hela.

"Kami minta peraturan itu dicabut, jangan menyiksa nelayan karena itu semua punya rakyat," kata salah seorang nelayan dalam orasinya, Kamis (26/2).

Semula aksi demo dilakukan di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rombongan kemudian bergerak ke Istana Merdeka.

Aksi demonstrasi ini menyebabkan arus lalu lintas di sekitar Istana Merdeka tersendat. Kepolisian menurunkan 6 kompi anggota polisi guna mengamankan aksi demostrasi tersebut.

"Pengamanan kita turunkan 6 kompi, water cannon disiapkan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kami tidak pakai senjata api," kata Kapolres Jakarta Pusat, Hendro Pandowo. (Kompas.com)

Said Aqil: Aspek Kemanusiaan Bukan Alasan Hentikan Eksekusi Mati



Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj

Bogor - WARA - Terpidana mati kasus narkotika dinilai sudah sepatutnya dieksekusi mati dan aspek kemanusiaan bukanlah sebuah alasan menghentikan eksekusi mati.

"Kita malah lihat kemanusiaan itu lihat 250 juta orang (penduduk Indonesia). Orang bikin pabrik sabu-sabu, apa niatnya? Akan menghancurkan bangsa ini," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/2).

"Nah daripada miliki kemanusiaan untuk (bela) satu orang, 64 orang itu (terpidana mati) atau (pilih) kita bela kemanusiaan 250 juta masyarakat," ujarnya.

Terkait adanya tekanan terhadap pemerintah Indonesia dari Brasil dan Australia, menurut Said hal tersebut bukanlah permasalahan.

"Enggak apa-apa (intervensi), silakan saja nekan-nekan. Kata beliau (Presiden), di Australia dan Brasil, rating politik (pemimpin kedua negara itu) lagi mengalami tekanan. Suapaya bisa terdongkrak, makanya sikapnya keras terhadap warga negaranya yang akan dieksekusi mati," tegasnya.

Dia mengingatkan bahayanya menggunakan narkotika. "Berapa korban (narkotika), korban keluarganya.

Orangtua yang anaknya pakai narkoba, betapa sedihnya. Kalau dibiarkan, ratusan juta orang terutama kaum muda jadi korban," ujarnya. (SP)

Hukuman Begal Tak Berikan Efek Jera?



Nur Azizah Beberapa pengemdara terjaring razia kendaraan di Jalan Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (25/2/2015)

Jakarta - WARA - Sejak aksi begal yang kejam marak terjadi akhir-akhir ini, polisi telah melakukan pengejaran terhadap pelaku. Bahkan, untuk sebagian kasus, pelakunya sudah tertangkap. Namun, aksi begal itu tak juga reda. Seakan, hukuman yang diberikan kepada begal tidak memberikan efek jera bagi mereka.

Kriminolog Achmad Hisyam menilai, untuk memberikan efek jera, hukuman bagi begal bukan sekadar berat atau ringannya hukuman. Karena pemberian hukuman yang berat sekalipun masih memiliki celah bagi begal untuk beraksi kembali.

“Secara hukum memang ancaman hukumannya cukup berat ya, 15 tahun penjara. Namun, ternyata setelah disidang cuma satu tahun. Jadi untuk memberikan efek jera, tidak bisa dilihat dari ancaman hukumannya,” kata Achmad kepada Kompas.com, Kamis (26/2/2015).

Achmad justru menilai, hukuman perlu diberikan secara berkelanjutan. Dengan kata lain, setelah dihukum penjara, misalnya, begal juga dibekali dengan pendidikan untuk mengubah pola pikir.

Menurut Achmad, begal terbiasa melihat aksi pencurian sebagai hal lumrah untuk mencari uang. “Sejak kecil mereka terbiasa melihat kejahatan, jadi mereka berpikir itu tindakan yang biasa saja, Karena itu, pola pikir mereka lah yang perlu diubah,” kata dia.

Achmad menilai positif hukuman tembak di tempat yang dilakukan kepolisian saat melakukan penangkapan begal. Menurut dia, aksi tegas untuk menghukum begal juga diperlukan. Namun, bila dipenjara, kata dia, maka pemberian pendidikan untuk mengubah pola pikir mereka adalah hal yang penting dilakukan. (Kps)