Rabu, 18 Februari 2015

Dari Lia Eden Sampai Waria Kecewa Sikap Tak Tegas Jokowi



Lia Eden dukung KPK.

Jakarta - WARA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hakim yang memimpin sidang, Sarpin Rizaldi mengatakan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan oleh KPK tidak sah dan tak berdasarkan hukum.

Sarpin menambahkan salah satu pertimbangan PN Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan Budi Gunawan adalah, saat menjabat Karobinkar SSDM Polri yang merupakan pejabat eselon II, jenderal bintang tiga tersebut bukan pejabat negara dan tidak termasuk dalam objek yang diatur dalam UU KPK.

Namun demikian, tak semua permohonan Komjen Budi diterima oleh Hakim. Separuh dari permohonan Komjen Pol Budi ditolak.

"Menolak seluruh eksepsi termohon dan mengabulkan sebagian permohonan pemohon," kata Hakim Sarpin dalam sidang vonis praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2).

Buntut dari putusan PN Jakarta Selatan, dukungan terhadap KPK mengalir deras dari beragam kalangan masyarakat, mulai dari mahasiswa, komunitas Lia Eden, hingga waria. Mereka menyayangkan kemelut di dua tubuh penegak hukum yang berawal dari penunjukkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo.

Lia Eden prihatin dengan Jokowi

Komunitas Lia Eden menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsim (KPK). Hal ini dilakukan dalam bentuk partisipasinya karena prihatin dengan kondisi hukum yang terjadi di Indonesia.

"Kami dari komunitas Eden datang ke KPK untuk menyatakan keprihatinan masalah hukum di Indonesia," kata Lia Aminuddin yang biasa disapa Lia Eden, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/2).

17 anggota Lia Eden yang mengenakan baju serba putih itu mendatangi lembaga antirasuah guna memberikan doa. Menurut mereka, kisruh yang terjadi antara KPK dan Polri hanya bisa diselesaikan oleh sang pencipta.

"Kami tahu tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah hukum di Indonesia kecuali Tuhan. Maka dari itu kami datang dan berdoa kepada Tuhan turun tangan langsung menyelesaikan masalah ini," ungkapnya.

Selain itu, Lia yang merupakan pimpinan komunitas ini menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang belum mengambil sikap terkait kisruh KPK vs Polri. Menurutnya, Jokowi mengalami dilema politik.

"Saya cuma prihatin dengan presiden yang begitu baik, merakyat dan berusaha untuk menyelesaikan masalah Indonesia tapi ya terjepit dengan masalah dilema politik," tandasnya.

Mahasiswa Serang desak Jokowi tidak lantik BG

Mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Soedirman 30 melakukan aksi unjuk rasa dengan tidur di jalan, menanggapi Gugatan praperadilan atas status tersangka yang ditetapkan KPK terhadap Komjen Budi Gunawan dikabulkan hakim Pengadilan Negeri  Jakarta  Selatan Sarpin Rizaldi. Para mahasiswa selain tidur di Jalan, di sertai dengan orasi yang menyebabkan kemacetan panjang di Jalan Jendral Soedirman, Kota serang.

Aksi tersebut berlangsung tanpa ada pengawalan dari pihak kepolisian. Selain melakukan orasi, mereka melakukan aksi tidur di jalan sebagai simbol kekecewaan terhadap upaya pelemahan KPK.

"Hari ini KPK di coba dilemahkan, itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Indonesia, dan kemunduran hukum di Indonesia sendiri," kata Rosyid salah satu Mahasiswa.

Mahasiswa juga berharap agar presiden Jokowi tidak melantik BG menjadi kapolri. "Kami berharap Presiden Jokowi tidak melantik BG menjadi Kapolri, karena ini bentuk pelemahan pemberantasan korupsdi yang dilakukan oleh KPK selama ini," salah satu mahasiswa dalam orasinya.

Waria kecewa karena Jokowi tidak tegas

Semua pihak kini menanti sikap Presiden Joko Widodo soal status Komjen Budi Gunawan akan dilantik atau tidak sebagai Kapolri. Sebab hari ini, Hakim Sarpin Rizaldi sudah mengabulkan gugatan praperadilan yang dilayangkan Komjen Budi terhadap KPK karena tak terima dijadikan tersangka.

Masalah ini rupanya menjadi perhatian kaum transgender yang tergabung di Sanggar Waria Remaja (SWARA) Arus Pelangi. Saat berunjuk rasa di depan Balai Kota, mereka mengkritik sikap Jokowi sebagai Presiden yang dianggap tak tegas.

"Aku kecewa sama Jokowi, jelas-jelas sudah tahu faktanya gimana, tapi mereka malah membebaskan pihak yang bersalah," ucap seorang transgender bernama Vina kepada merdeka.com di Balai Kota, Jakarta, Senin (16/2). (Merdeka.com)

"Budi Gunawan Tidak Dilantik, KPK Sudah Telanjur Lumpuh"



Ketua KPK, Abraham Samad (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memberikan keterangan kepada wartawan terkait penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka, di Jakarta, Selasa (13/1/2015). Budi Gunawan, calon tunggal kepala Kepolisian RI yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo, diduga oleh KPK terlibat sejumlah transaksi mencurigakan atau tidak wajar.

Jakarta – WARA - Kuasa hukum Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad, Nursyahbani Katjasungkana, menilai, penetapan Abraham sebagai tersangka oleh kepolisian semakin melumpuhkan KPK. Ia yakin bahwa hal tersebut merupakan upaya lain untuk mengkriminalisasi KPK.

Bahkan, kata dia, KPK sudah telanjur lumpuh meskipun pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri masih diperdebatkan.

"Ini bagian dari politisasi dan kriminalisasi terhadap para pimpinan KPK. BG tidak dilantik, KPK sudah telanjur lumpuh," ujar Nursyahbani di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2/2015).

Menurut Nursyahbani, saat ini perdebatan apakah Budi akan dilantik atau tidak oleh Presiden Joko Widodo tidak lagi relevan dengan KPK. Ia menilai, sejak KPK menetapkan Budi sebagai tersangka, upaya pelemahan itu semakin kencang.

Terlebih lagi, hasil sidang praperadilan yang diajukan Budi dikabulkan sebagian oleh hakim Sarpin Rizaldi. Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa penyidikan terhadap Budi tidak sah.

"Pesan dari pengadilan lewat putusan praperadilan kemarin jelas menunjukkan seolah bahwa usaha pemberantasan korupsi dilumpuhkan juga, tidak hanya KPK. Karena ini, akan 'banjir' praperadilan tidak hanya tersangka korupsi, tapi seluruh tersangka akan 'membanjiri' pengadilan dengan praperadilan," kata dia.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Barat menetapkan Abraham sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen.

Dalam kasus ini, Abraham Samad disangkakan dengan Pasal 264 ayat (1) sub 266 ayat (1) jo 55, 56, atau Pasal 93 UU RI No 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang telah diperbarui dengan UU RI No 24 Tahun 2013 dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.

Ia disangka melakukan dugaan pemalsuan dokumen tersebut bersama dengan Feriyani Lim. Pada pengajuan permohonan pembuatan paspor pada 2007 lalu, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

Namun, kasus pemalsuan dokumen ini dilaporkan Ketua LSM Peduli KPK dan Polri Chairil Chaidar Said ke Bareskrim Mabes Polri pada 29 Januari 2015.

Setelah menerima laporan Chairil, penyidik Mabes Polri melimpahkan kasus itu ke Polda Sulselbar. Setelah memeriksa enam orang saksi dalam waktu tiga hari, penyidik Dit Reskrimum akhirnya menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka karena merupakan pemohon pembuatan paspor. (Kompas.com)

Dugaan Gratifikasi Senjata Api, Samad Terancam Pidana Ketiga



Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad (tengah), didampingi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kedua kanan), juru bicara KPK Johan Budi (kanan), dan petugas penyidik memperlihatkan barang bukti berupa mata uang dollar AS yang ditemukan dalam operasi tangkap tangan di Karawang, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/7).

Jakarta – WARA - Penyidik Polri tak memberi “napas” pada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad (AS).

Setelah AS dijadikan tersangka kasus pemalsuan dokumen di Polda Sulselbar dan kasus pertemuan dengan Plt Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di Bareskrim, kini AS terancam pidana ketiga.

”Ada dugaan pidana lain yang dilakukan AS yaitu gratifikasi terkait pemberian senjata api. Ada yang datang melapor ke kami ya tentu perkara ini kami tangani,” kata Kabareskrim Komjen Budi Waseso pada Beritasatu.com, Selasa (17/2).

Seperti diberitakan, pemberian senpi jenis pistol merk Sig Sauer kaliber 32 itu dulu dihibahkan oleh mantan Kabareskrim Komjen Suhardi Alius.

Hibah ini dilengkapi dengan surat hibah bernomor SI/5203/VI/2013 tertanggal 19 Juni 2013 dan ditandatangani Kabaintelkam saat itu, Komjen Suparni Parto.

Pihak yang melaporkan adalah LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI)
”Ada faktor perizinan yang tidak sah pada pihak Samad. Patut diduga kepemilikan senjata api itu tidak sah dan ini adalah gratifikasi,” tambah Buwas, nama panggilan Budi Waseso.

Saat disinggung soal Komjen (pur) Suparni Parto dan Wakaporli Komjen Badrodin Haiti menyatakan pemberian senjata itu legal dan sah, Buwas mengatakan, ”Penyidik kan menemukan fakta lain. Ya kita lihat saja nanti.”

Mantan Kasespim ini juga menambahkan jika tak menutup kemungkinan para petinggi Polri dan mantan petinggi Polri yang mengetahui pemberian senjata api ini akan dimintai keterangan.

"Pidana ya pidana. Tidak akan kita tutupi. Lihat saja nanti," kata Buwas yang pada 2010 pernah menangkap mantan Kabareskrim saat itu Komjen Susno Duadji karena kasus gratifikasi dan suap itu. (BS)

Desmond Soal Samad Tersangka : Ini Cerminan Pimpinan KPK Bobrok



Desmond Junaidi Mahesa.

Jakarta – WARA - Wakil Ketua Komisi III DPR dari fraksi Gerindra, Desmond J Mahesa menilai penetapan tersangka terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad adalah sesuatu yang luar biasa. Jika terbukti bersalah, Samad ikut mencoreng nama baik KPK yang begitu baik selama ini.

"Ini luar biasa, kalau sangkaan ini benar maka Abraham Samad sangat luar biasa. Seorang penegak hukum melanggar hukum," kata Desmond kepada wartawan, Selasa (17/2).

Menurutnya tindakan Samad adalah cerminan buruknya moral pimpinan KPK. Hal itu tidak menutup kemungkinan ada banyak manipulasi di dalam kepemimpinan Samad di komisi anti-rasuah ini.

"Ini cerminan pimpinan KPK yang bobrok. Hal sederhana mereka manipulasi, tidak tertutup kemungkinan yang besar mereka manipulasi, ada unsur duitnya," terang dia.

Politikus Partai Gerindra ini menyarankan Samad segera mengundurkan diri dari Pimpinan KPK. Samad tidak perlu menunggu ada Keppres dari Presiden Joko Widodo.

"Dengan ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada alasan lain segera mundur dan tak perlu tunggu Keppres karena ini alasan moral. Tak perlu lagi mondar-mandir ke KPK, bila tak mundur dan mondar-mandir seperti yang dilakukan Bambang Widjojanto, ini akal-akalan dan mencari-cari cara untuk mendapatkan simpati," pungkas dia.
Sebelumnya diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen. Kasus ini ditangani oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar).

"Abraham Samad sudah ditetapkan tersangka," ujar Endi.

Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa sebanyak 23 orang. Polisi telah memeriksa pihak imigrasi, kecamatan, kelurahan dan masyarakat.

Selain Abraham, polisi sebelumnya sudah menetapkan Feriyani Lim warga Pontianak, Kalimantan Barat sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen pembuatan paspor. Kasus ini bermula saat Feriyani mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007 lalu.

Feriyani memalsukan dokumen dan menjadi anggota keluarga Abraham Samad yang beralamat di Kartu Keluarga di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. (Merdeka.com)

Jokowi, Rakyat Sudah Terlalu Sabar Menunggu...



Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan kata sambutan dalam peresmian Masjid Raya Mujahidin Kalbar, Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (20/1/2015).
Jakarta – WARA -
 Presiden Joko Widodo harus segera bersikap terkait polemik pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai kepala Polri yang berujung pada konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Analis politik dari Poltracking Institute Agung Baskoro mengatakan, Jokowi mempertaruhkan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya jika terus menunda pengambilan keputusan dan solusi atas persoalan ini.

"Inilah waktu yang tepat bagi Jokowi untuk segera mengambil sikap terkait polemik status BG (Budi Gunawan) yang menggantung sebagai Kapolri maupun penghancuran KPK secara sistematis. Karena bila terus dibiarkan, stabilitas nasional dipertaruhkan dan legitimasi pemerintah di hadapan publik berada di titik nadir kehancuran," ujar Agung, saat dihubungi, Selasa (17/2/2015).

Menurut Agung, situasi saat ini sudah kritis sehingga Jokowi diharapkan tak lagi menunda pengambilan keputusan. Rakyat, kata dia, sudah terlalu sabar menunggu aksi nyata dari Presiden.

"Publik sudah terlalu sabar menunggu. Bila dibiarkan terlalu lama, bisa menjadi bom waktu yang berbahaya," kata Agung.

Konflik antara KPK dan Polri sudah berlangsung lebih dari sebulan. Akan tetapi, hingga hari ini, Jokowi belum juga menyampaikan keputusan akhirnya atas polemik dua lembaga dan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sebelumnya, Jokowi berjanji akan bersikap pada pekan lalu. 

Namun, janji ini diingkari dengan alasan menunggu putusan praperadilan yang diajukan Budi terhadap KPK pada Senin (16/2/2015) kemarin. Putusan praperadilan menyatakan penetapan tersangka Budi oleh KPK tidak sah. Pasca-putusan, Jokowi belum juga bersuara dan menyampaikan keputusannya.

Sementara itu, ring satu Jokowi alias para pejabat di lingkaran utama Istana, seperti Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, hingga Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan, seolah "puasa" bicara. Belum ada kepastian kapan Jokowi akan bersikap.

Aksi nyata Jokowi kini masih ditunggu dan terus berpacu dengan waktu. Pasalnya, pada saat yang sama, satu demi satu pimpinan KPK ditetapkan Polri sebagai tersangka. Setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus saksi palsu sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, kini giliran Ketua KPK Abraham Samad yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pemalsuan dokumen. Kompas.com)