Rabu, 07 Januari 2015

JK : Masyarakat Mampu Kelewatan Kalau Pakai Gas 3 Kg



Jakarta - WARA - Pertamina akhirnya resmi menaikkan harga elpiji kemasan 12 kilogram (kg) sebesar Rp 1.500 per kg atau setara dengan Rp 18.000.

Terhadap kenaikan tersebut, pemerintah mengharapkan tidak ada migrasi dari penggunaan elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), mengatakan, adalah kelewatan jika masyarakat mampu beralih menggunakan elpiji 3 kg karena pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg.

Menurut JK, jika masyarakat mampu bermigrasi menggunakan elpiji 3 kg, sama saja dengan mengambil hak masyarakat kecil. Mengingat, elpiji 3 kg disubsidi pemerintah dan ditujukan kepada masyarakat dengan penghasilan rendah.

"Masyarakat yang mampu kelewatan kalau dia pakai 3 kg. Keluarga mampu biasanya memakai 12 kg ya, kasih kesempatan lah rakyat yang kurang mampu, jangan ikutan memakai," ujar JK yang ditemui di kantornya, Selasa (6/1).

Senada dengan JK, secara terpisah, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Sofyan Djalil, menghimbau, agar masyarakat yang memiliki pendapatan besar tidak beralih menggunakan elpiji 3 kg.

"Jangan beralih ke 3 kg dong. Prinsip yang proporsional, orang yang punya pendapatan yang lebih besar mereka membeli elpiji yang 12 kg. Sedangkan, yang 3 kg ditujukan ke masyarakat yang kurang mampu yang merupakan sasaran subsidi," himbau Sofyan yang ditemui usai rapat kelistrikan di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (6/1).

Lebih lanjut, Sofyan menjelaskan bahwa kenaikan harga elpiji 12 kg disesuaikan dengan perhitungan nilai keekonomiannya.

Namun, lanjut Sofyan, harga jual elpiji 12 kg bisa saja berubah lagi kedepannya karena tidak disbusidi oleh pemerintah. Perubahan tersebut bisa naik, tetapi bisa juga turun sesuai perhitungan nilai keekonomiannya. (BeritaSatu)

Kasus Pungli, Risma "Semprot" Ratusan Kepsek se-Surabaya



Surabaya - WARA - Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, hari ini memarahi sekitar 395 kepala sekolah dan pengawas Sekolah Dasar. Dia gusar soal praktek pungutan liar (pungli).

“Jangan selalu melihat ke atas nanti bisa tersandung. Lihatlah ke bawah sehingga kita bisa selalu bersyukur. Sudah, ini semua cukup. Saya ingin ini kejadian yang terakhir,” ujar perempuan yang akrab disapa Risma ini di Graha Sawunggaling, Surabaya, Rabu 7 Januari 2015.

Sehari sebelumnya, Risma juga memarahi para kepala sekolah tingkat SMP dan SMA/SMK seluruh Surabaya karena kasus yang sama. Ia mengatakan, kasus pungli di SMAN 15 menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan di Surabaya. Ia berharap, kejadian itu menjadi momen evaluasi bagi semua pihak, khususnya para guru dan kepsek. Selebihnya, dia menyerahkan proses hukum kepada aparat berwenang.

Risma meminta, guru maupun kepsek jangan mudah terpancing dengan godaan yang tak sesuai aturan. Sebaliknya, fasilitas yang dimiliki harus disyukuri dan menjadi motivasi dalam mengajar anak didik.

"Seharusnya kalian banyak bersyukur," ujarnya mengingatkan.

Dalam kesempatan itu, Risma membuka diskusi guna menerima usulan dari para kepsek. Usulan yang dimaksud terkait pelatihan dan peningkatan kualitas tenaga pendidik.

“Saya sudah berusaha memberikan yang terbaik buat sekolah. Usulan peningkatan kualitas juga pasti ditampung dan ditindaklanjuti. Jika masih saja terjadi kecurangan, saya tidak akan segan,” kata mantan Kepala Bappeko tersebut mengancam.

Ia mengatakan, suksesnya sebuah negara ditentukan oleh kualitas pendidikan. Menurut dia, bangsa dan negara bisa sukses jika pendidikannya baik. Sementara, persaingan sekolah sudah bukan antarkota atau provinsi, melainkan sudah antarnegara. Untuk itu, seluruh komponen pendidikan di Surabaya harus disiapkan semaksimal mungkin.

Sebelumnya, dunia pendidikan di Kota Surabaya geger setelah kasus tangkap tangan Wakil Kepala Sekolah SMAN 15 terkait dugaan pungli biaya mutasi murid. (VIVAnews)

Jaksa : Dana Hibah Dipotong untuk Biaya Kampanye Atut


Ratu Atut Chosiyah dikawal petugas usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/11).

Serang WARA -  Dalam sidang perdana kasus korupsi dana hibah Banten dengan terdakwa mantan Asisten Daerah (Asda) III Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten selaku mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Banten Zainal Mutaqin, terungkap motif pemotongan dana hibah. Dana hibah dipotong dari penerima untuk kepentingan kampanye Ratu Atut Chosiyah dalam rangka mencalonkan diri menjadi Gubernur Banten pada pemilihan gubernur (Pilgub) 2011 lalu.
 
Bukan hanya itu, dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Rabu (7/1) terungkap pula bahwa modus pemotongan dana hibah tersebut diawali dengan rekayasa pembentukan yayasan/lembaga penerima hibah. Secara administratif yayasan/lembaga penerima dilengkapi dengan akte notaris, namun lembaga/yayasan penerima terebut dibentuk dadakan dan tidak memiliki kegiatan apa-apa. Tahun pendirian yayasan/lembaga sengaja dibuat mundur tiga tahun sehingga bisa memenuhi syarat untuk menerima dana hibah.

Berdasarkan fakta tersebut, JPU mendakwa terdakwa Zainal Mutaqin, pasal berlapis karena diduga menyelewengkan hibah dan dana bantuan sosial (Bansos) dengan jumlah kerugian keuangan negara mencapai Rp7,650 miliar.

Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU Alex Sumarna dan beberapa jaksa lainya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang, terungkap bahwa dana hibah dan Bansos diselewengkan oleh Zainal Mutaqin bersama terdakwa Dudi Setiadi dan terdakwa Yudianto M Sadikin.

Dalam dakwaan JPU, dibeberkan bahwa pada Oktober 2010, terdakwa Zainal Mutaqin menemui Gubernur Banten Ratu Atut Chosyiah, di rumah Atut di Jalan Bayangkara No 51 Serang.

Dalam pertemuan tersebut, terdakwa Zainal Mutaqin menyampaikan kepada Ratu Atut Chosyiah, akan membantu menyediakan dana untuk kegiatan sosialisasi pencalonan kembali Atut Chosyiah menjadi Gubernur Banten.

Dana yang disiapkan tersebut akan diambil dari dana hibah dan bansos yang sudah dikondisikan. Kemudian terdakwa Zainal Mutaqin, melakukan pertemuan dengan terdakwa Dudi Setiadi, Kholil, Siti Halimah, Wahyu Hidayat selaku Kasubag Tata Usaha Biro Kesra Pemprov Banten, Petri Remos dan Sutan Amali, di aula rumah Gubernur Banten di Jalan Bayangkara No 51 Serang.

Dalam pertemuan itu, Zainal Mutaqin, menyampaikan bahwa memerlukan lembaga untuk dijadikan penerima hibah dari Pemprov Bantne tahun anggaran 2011 melalui Biro Kesra.

 Selanjutnya, terdakwa Zainal Mutaqin, meminta Sutan Amali untuk mengadakan lembaga/yayasan tesebut dengan ketentuan 90 persen dari dana hibah yang diterima oleh setiap lembaga/yayasan, uangnya harus diambil kembali oleh Sutan Amali.

Setelah dana hibah itu diambil, kemudian diserahkan kepada terdakwa Dudi Setiadi dan terdakwa Siti Halimah, yang merupakan orang dekat Ratu Atut Chosiyah. Sedangkan sisanya sebesar 10 persen diberikan kepada pengurus lembaga/yayasan bersangkutan. Setelah membentuk yayasan itu, dana kemudian dicairkan dan langsung memotongnya untuk kepentingan road show Ratu Atut Chosiyah ke setiap daerah di Banten.

Tidak hanya itu, Zainal Mutaqin juga telah memberikan kepada satu lembaga lainya dengan pembagai dana hibah 40 persen untuk penerima dan 60 persen kembali ditarik oleh para terdakwa.

Perbuatan terdakwa Zainal Mutaqin, Dudi Setiadi, dan Yudianto M Sadikin telah melanggar aturan sehingga merugikan keuangan negera, untuk yang disalurkan kepada 10 yayasan penerima Rp 4.150.000.000 dan untuk satu lembaga Rp 3.500.000.000.

Para terdakwa juga didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 /2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 /1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Subsidair nya kami kenakan pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas JPU Alex Sumarna.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jasden Purba tersebut, digelar secara maraton untuk terdakwa lainnya terkait kasus dana hibah yang sama yakni untuk terdakwa Asep Supriadi (satu berkas), Siti Halimah dan Wahyu Hidayat (satu berkas dakwaan) dan Sutan Amali (satu berkas).

Sahrullah, kuasa hukum Asep Supriadi mengatakan, dana yang diterima Asep hanya Rp1,130 miliar dan itu sudah dibelikan lahan dan pemagaran yayasan. Sedangkan sisanya Rp2 miliar diambil oleh Sutan Amali dan Rp370 diambil oleh Lili Nazarudin sebagai bendahara lembaga. (SP)

Diminta Menunggu 7 Hari, Siti Meninggal Lahirkan si Bayi



Sejumlah kerabat Siti Rohmatin (31) warga Dusun Parenan I, Des Setono, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi yang masuk RSUD dr Seoroto, Kabupaten Ngawi menangisi kematian korban karena pasien yang dirujuk ke rumah sakit Pemkab Ngawi sejak, Senin (29/12/2015) akhirnya meninggal dunia karena tak kunjung dioperasi sejak bayinya dinyatakan meninggal di dalam kandungkan sepekan kemarin, Selasa (6/1/2015).
Ngawi - WARA - Siti Rohmatin (31) warga Dusun Parenan I, Desa Setono, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi meninggal dunia. Perempuan istri Jumai (36) ini nyawanya tak terselamatkan paskamelahirkan secara normal Senin (5/1/2015) kemarin untuk melahirkan anak dalam kandungannya yang sudah divonis sudah meninggal sejak Senin (29/12/2015) lalu itu.

Diduga, perempuan ini meninggal karena kehabisan darah paskadirawat di ruang bersalin RSUD dr Soeroto, Kab. Ngawi tanpa ada penanganan (operasi caesar) atas bayi di dalam kandungnya yang sudah terlanjur meninggal selama sepekan terakhir.

Dugaan sementara, kematian ibu yang dirawat karena kandungannya meninggal di dalam kandungan itu, lantaran pihak RSUD terlambat menangani pasien malang itu. Akibatnya, pasien akhirnya meninggal selang sehari menyusul bayi perempuan yang berumur delapan bulan yang baru dilahirkan secara normal kemarin itu.

Salah seorang kerabat korban, Sugeng mengatakan Siti yang hamil 8 bulan terpaksa dibawa ke RSUD dr Soeroto, karena bayi dalam kandungannya divonis meninggal oleh dokter spesialis anak dan kandungan Puskesmas Kecamatan Ngrambe. Sesampainya di rumah sakit milik Pemkab Ngawi itu, 29 Desember 2014 lalu, pihak RSUD meminta Siti untuk menunggu hingga 7 hari lebih untuk menjalakan operasi caesar mengeluarkan bayinya. Alasannya, pihak rumah sakit karena sudah memberikan obat perangsang agar bayi yang meninggal dalam kandungan SIti bisa lahir secara normal.

"Sejak awal keluarga sudah minta dioperasi. Karena bayinya sudah meninggal, tetapi rumah sakit tetap meminta menunggu. Sekarang nyawa keluarga saya tak terselamatkan," terangnya kepada Surya, Selasa (6/1/2015).

Sedangkan Ny Badriah, ibu kandung Siti Rohmatin menjelaskan bayi Siti yang lahir normal Senin, (5/1/2015) kemarin langsung dimakamkan di dekat rumahnya. Sedangkan Siti yang kondisinya semakin melemah paska melahirkan bayinya, diduga kehabisan darah hingga akhirnya meninggal dunia selang sehari kelahiran anak putrinya.

"Operasi yang diminta keluarga dan pasien tak digubris. Sekarang akhirnya seperti ini, siapa yang bertanggung jawab atas kematian Siti," ucapnya sambil menangis histeris.

Hingga berita ini ditulis, Direktur RSUD dr Soeroto, dr Pujiono belum bisa dikonfirmasi. Diberitakan sebelumnya, pasangan suami istri, Jumai (36) dan Siti Rohmatin (31) warga Dusun Parenan I, Desa Setono, Kecamatan Ngrambe, Kab. Ngawi merasa ditelantarkan tim medis RSUD dr Seoroto. Ini menyusul, sejak bayi di dalam kandungan perempuan muda itu dinyatakan meninggal dunia dan sudah sepekan di ruang perawatan bersalin RSUD Ngawi itu, Siti Rohmatin tak kunjung ditangani tim dokter spesialis anak dan kandungan. (Tribun)