Sabtu, 07 Februari 2015

Para Tokoh Bangsa Ingatkan Jokowi, KPK Sedang Dalam Bahaya



Jokowi berangkat ke Malaysia.

Jakarta - WARA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam lumpuh. Sinyal KPK lumpuh muncul setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

Bambang disangka mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat di MK pada 2010. Saat itu Bambang masih menjadi pengacara.

Tak hanya Bambang, polisi tengah membidik tiga pimpinan KPK lainnya dalam kasus berbeda yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Untuk ketiga pimpinan KPK itu, Polri sudah mengeluarkan sprindik.

Namun Abraham, Adnan dan Zulkarnain belum ditetapkan sebagai tersangka. Jika ketiga pimpinan KPK itu jadi tersangka, KPK bakal lumpuh.

Kondisi ini membuat prihatin para tokoh bangsa. Mereka mengingatkan agar Presiden Jokowi bertindak cepat dalam menyelesaikan kisruh Polri dan KPK. Berikut ini saran para tokoh pada Jokowi seperti dirangkum merdeka.com, Sabtu (7/2):

Mahfud: Presiden harus segera ambil tindakan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meminta Presiden Joko Widodo segera mengambil tindakan dan tidak membiarkan serangan-serangan kepada pimpinan KPK terus berlangsung. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu menyarankan Presiden Jokowi segera mengambil tindakan tegas buat menyelesaikan masalah ini.

"Sekarang sudah harus mengambil tindakan dan kewenangannya sebagai kepala negara, dan saran itu sudah disampaikan orang lain dan saya," kata Mahfud kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/2).

Mahfud menganggap bila Presiden Jokowi hanya berpangku tangan dan membiarkan masalah ini terus bergulir, maka bisa jadi akan menimbulkan kemelut di kemudian hari. Dan menurut dia, hal itu juga bisa menyulitkan Jokowi.

"Makin lama, masalahnya makin berakumulasi dan makin sulit," cetus Mahfud.

Jangan anggap enteng gertakan pegawai KPK

Tim Independen yang berjumlah 9 anggota meminta Presiden Joko Widodo untuk lebih bersikap tegas di dalam menyelesaikan kisruh KPK dan Polri. Anggota Tim 9 Jimly Asshiddiqie mengaku pihaknya telah memberikan masukan-masukan kepada Presiden Jokowi.

"Ya kami sudah memberi masukan, kami harus antisipasi juga ancaman dari staf KPK itu, jangan dianggap sepele. Itu kan serius itu. Jadi masukan-masukan dari tim 9 itu sudah disampaikan, tinggal timing saja," ujar Jimly kepada wartawan di kantor DKPP Jakarta, Jumat (6/2).

Jimly mengimbau kepada masyarakat untuk bersabar dan menunggu kepulangan Presiden Jokowi dari lawatannya ke luar negeri. Setelah dari luar negeri, lanjut Jimly, dimungkinkan Jokowi akan segera mengambil sikap tegas untuk mengatasi kisruh antara KPK dan Polri.

"Tapi kita juga tidak boleh menyepelekan aspirasi atau kegalauan para staf di KPK itu. Bisa gawat kalau mereka betul-betul mogok, dan KPK tidak bisa kerja," tandasnya.

NU : Presiden jangan mengulur waktu

Konflik berkepanjangan KPK versus Polri membuat sejumlah pihak gerah, salah satunya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU). Menyikapi kekisruhan ini, PBNU menggelar konferensi yang dihadiri beragam pemuka agama.

Mereka mengkritik sikap Jokowi yang lamban dalam menangani perselisihan KPK dan Polri. "Presiden harus menjadi teladan maka yang kita harapkan ketegasan dari beliau jangan mengulur waktu dan berangkat dari nurani bukan dari kepentingan apapun," tegas Ketua PBNU Said Aqil Siraj di kantornya, Jakarta, Kamis (5/2).

Said Aqil pun mendesak agar presiden segera memutuskan calon Kapolri agar tidak timbul keresahan di masyarakat.

"Sekarang bola di tangan presiden, cepat dong untuk mengangkat melantik si A dan si B kalau bermasalah ya bagaimana mengajukan lagi, supaya masyarakat jangan resah," sambung dia lagi.

Jokowi disarankan salat istikharah

MUI berharap Presiden Jokowi dapat mengambil keputusan yang benar dan berdasarkan hati nurani dalam menangani kisruh Polri dengan KPK. "Kami dorong pemerintah ambil langkah dengan meminta fatwa bukan pada MUI, tapi kepada hati nurani," ujar Ketua Umum MUI Din Syamsuddin usai bertemu Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (3/2).

Din memahami Jokowi juga mempertimbangkan keputusan itu dari proses politik dan hukum. Namun, Din mengingatkan agar mantan wali kota Solo itu juga mempertimbangkannya dari hati nurani dan sanubari.

"Iya, tapi jangan abaikan (hati nurani). Politik, hukum, ekonomi sosial itu sah-sah saja tapi paling penting itu," ujarnya.

Suasana kebatinan Jokowi saat ini terlihat dilematis. Untuk itu, Din menyarankan Presiden untuk solat istikharah agar dapat menemukan keputusan yang baik dan benar.

"Kami sangat pahami suasana kebatinan, siapa pun jadi presiden, sangat dilematis, sangat berat. Tapi kami juga percaya, kalau tanya hati nurani beliau yang tahu. Kalau hati nurani, baiknya tuh di sini. Kalau sudah hati nurani, kalbu apalagi dengan istikharah," ujarnya.

SBY minta institusi Polri dan KPK diselamatkan

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara terkait kisruh antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). SBY yakin Presiden Jokowi bisa menyelesaikan kisruh antara Polri dan KPK. Menurut SBY, solusi penyelesaian sudah ada dan tinggal dilaksanakan oleh Jokowi.

"Saya menilai persoalan ini tidak sangat rumit dan solusinya pun tersedia. Saya juga yakin Presiden Jokowi akan bisa mengatasinya," kata SBY lewat akun Facebook-nya, Rabu (4/2).

SBY berharap Presiden Jokowi bisa mencari jalan keluar yang pas. Dua institusi perlu diselamatkan. "Yang penting, institusi Polri dan KPK dapat diselamatkan dan bisa kembali menjalankan tugasnya, terutama pemberantasann korupsi,” ujarnya.

Kisruh Polri dan KPK semakin rumit karena bola panasnya sudah menggelinding ke mana-mana. Dua institusi saling serang sehingga kisruh terkesan sulit diselesaikan.

"Suasana bertambah tidak baik, karena kini terjadi saling serang dan buka-bukaan, tanpa diketahui mana yang benar dan mana yang tidak," ujarnya.

Jangan sampai, kisruh ini membuat rakyat tak percaya. Baik itu pemimpin, pejabat negara, penegak hukum dan partai politik akan membutuhkan kepercayaan dari rakyat.

"Hanya kebenaran dan kemudian kepercayaan rakyatlah yang akan menyelamatkan negeri ini. Semoga kita dituntun oleh Allah SWT," harap SBY.

Pada era SBY, juga pernah terjadi kegaduhan antara KPK dengan Polri. Saat itu kasus penyadapan Susno Duadji dan penetapan tersangka wakil ketua KPK saat itu, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Pada 2012 perseteruan Polri dan KPK kembali terulang. Pemicunya adalah penetapan tersangka Irjen Pol Djoko Susilo oleh KPK. Salah satu penyidik KPK yaitu Novel Baswedan hendak ditangkap oleh polisi karena diduga melakukan penganiayaan. Novel adalah penyidik yang menangani kasus Djoko. (Merdeka.com)

Menteri Susi: Tak Mungkin Pak Jokowi Dipengaruhi Bu Mega



Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Batam – WARA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti menegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mungkin dipengaruhi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam setiap kebijakan yang dibuatnya.

"Tidak mungkin Presiden Jokowi dipengaruhi Bu Megawati. Dan tidak mungkin juga Bu Megawati mempengaruhi Presiden Jokowi," kata Menteri Susi dalam Konvensi Media Massa Hari Pers Nasional di Batam Kepulauan Riau, Sabtu (7/2).

Menurut Menteri Susi, Presiden dan Megawati adalah orang-orang hebat yang tidak mungkin saling mempengaruhi. Keduanya juga memiliki sikap dan sifat sendiri-sendiri yang tidak mungkin saling mempengaruhi. "Jadi biarkan mereka buat keputusannya," kata pemilik maskapai Susi Air itu.

Menteri Susi mengaku sangat bangga dan senang bisa berinteraksi dengan dua orang hebat di Indonesia itu.
Dia menyebut, Megawati sebagai perempuan hebat di Indonesia. Tidak ada perempuan Indonesia yang memiliki prestasi setinggi Presiden RI ke-5.

Dalam kesempatan itu, Menteri Susi juga sempat menyinggung terkait kisruh antara Polri dan KPK.
"Biarkan KPK buat yang benar, antikorupsi yang membela prinsip benar," tukas dia.

Menteri mengatakan sering kali ditanya wartawan terkait hubungan antara Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDI Perjuangan maka ia memilih untuk menjelaskan di acara HPN. "Saya bicara sedikit di sini, supaya wartawan tidak bertanya lagi," ucapnya.

Penyelenggaraan HPN di Batam diisi oleh tiga topik konvensi, yaitu 'Memperkuat Ekonomi Maritim Nusantara', 'Pers Sehat: Competitive and Accountable Media', dan 'Kejayaan Indonesia di Tangan Generasi Penerus'.

Selain Menteri Kelautan dan Perikanan, turut juga sebagai pembicara, yaitu Rektor Universitas Paramadina Firmanzah, Wakil Ketua Umum Kadin Didie Soewondho, Ketua OJK Muliaman D Hadad, Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo, dan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia I Bambang Eka Cahyana. (Republika)

Kedatangan Jenazah Djudjuk Srimulat Disambut Isak Tangis



Sejumlah pelawak Srimulat seperti Doyok, Kadir dan Tarsan terlihat menunggu jenazah di rumah duka di Solo.

Solo – WARA - Kedatangan jenazah pelawak Djudjuk Srimulat di rumah duka di Solo disambut isak tangis para pelayat. Di antara ratusan pelayat yang hadir, tampak beberapa anggota personel grup lawak Srimulat seperti Doyok, Kadir dan Tarsan.

Setelah sempat disucikan dan dirias di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, jenazah Djujuk kemudian dibawa dengan mobil jenazah milik Yayasan Okumene menuju rumah duka yang beralamat di Jalan Srigunting V No 2, Gremet, ‎Kelurahan Manahan, Solo. Iring-ringan mobil yang membawa peti jenazah Djujuk tiba di rumah duka Jumat (6/2/2015) sekitar pukul 21.30 WIB.

Setibanya di rumah duka, peti jenazah berwarna putih yang berisi jasad jenazah istri mendiang Teguh Srimulat itu langsung dipapah menuju ruang utama kediamannya. Ratusan pelayat itu telah berdatangan ke rumah duka sekitar pukul 19.00 WIB.

Isak tangis kemudian pecah ketika tutup peti jenazah tersebut dibuka. Terlihat jasad jenazah Djudjuk yang telah dirias menggunakan busana adat Jawa, kebaya. Setelah itu, putra dan putri Djujuk pun masuk ke ruangan tersebut untuk menyalami para pelayat.

Di antara ratusan pelayat tersebut, terlihat beberapa anggota personel grup lawak Srimulat, diantaranya Kadir, Tarsan dan Doyok. Mereka bertiga kemudian masuk untuk melihat dari dekat jasad jenazah Djujuk serta mendoakan almarhumah.

Putra tertua Djujuk, Eko Saputro‎ mengatakan bahwa jenazah akan dimakamkan di Astana Bonoloyo komplek pemakaman Bonoloyo, Kadipiro, Solo pada Sabtu (7/2/2015) siang. "Prosesi pemakaman akan dilakukan sekitar pukul 13.00. WIB," sebutnya.

Lokasi pemakaman tersebut, dikatakan Eko merupakan pemakaman keluarga. Sebab, ayahandanya Teguh Srimulat serta kedua orangtua ibundanya dimakamkan di Astana Bonoloyo. "Itu pemakaman keluarga. Bapak dan kedua orang tua mama dimakamkan disana," terang dia. (Liputan6.com)

Rini Sumarno Diminta Mundur Sebelum Jadi Tersangka

Menteri BUMN Rini Sumarno
Jakarta - WARA - Menteri BUMN Rini Sumarno yang disebut-sebut bertanda merah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diminta mundur dari kabinet pemerintahan Presiden Jokowi.

Direktur Eksekutif Segitiga Institute M Sukron mengatakan, Rini seharusnya mengundurkan diri. Sebab, hal ini menyangkut komitmen Jokowi dengan pemerintahan bersih.

“Sebaiknya Rini mundur saja, daripada jadi beban pemerintahan Jokowi. Kalau dulu diperiksa jadi tersangka terus terdakwa baru mundur,” kata Sukron ketika dihubungi wartawan, Jakarta, Kamis (6/11/2014).

Menurut dia, saat ini era sudah berbeda dan sesuai komitmen Jokowi pemerintahan bersih, bebas korupsi.

“Jangankan sebelum tersangka, ketika hasil rekam KPK bertanda merah, sepatutnya tidak dipilih,” tambahnya.

Menurutnya, menteri yang bermasalah akan menyandera kinerja pemerintahan Jokowi selama lima tahun ke depan.

“Karena ini akan memberatkan pemerintahan, nanti menterinya hanya sibuk klarifikasi,” tandas Sukron. (Inilah.com)

Opini : “Kejahatan Negara“ Melampaui Batas Kesabaran Rakyat Papua



Oleh : Andry Laritembun

Kita dapat menyimak berbagai pemberitaan belakangan ini terkait dengan situasi-situasi di Tanah Papua. Berbagai macam bentuk kekerasan yang terjadi di Papua memang sangatlah memprihatinkan, bagaimana tidak ? Kalau setiap beberapa minggu kita sudah kembali mendengar atau bahkan melihat ada korban nyawa terhadap orang Papua.

Situasi ini mungkin bagi warga di luar Papua serasa kaget dan terhentak, tetapi bagi warga pribumi Tanah Papua, persoalan tersebut sudah bukan hal yang baru, bagaimana tidak....? Teror, intimidasi dan segala bentuk kekarasaan di Tanah Papua merupakan sebuah fenomena yang setiap saat mereka hadapi.

Pernahkah kita bertanya ada apa, mengapa, bagaimana oleh siapa dan untuk apa serta lainnya, sehingga terjadi bentuk-bentuk kekerasan tersebut...?

Hal yang sangat memprihatinkan, dimana bentuk kejahatan tersebut lebih banyak terjadi di daerah pedalaman dibanding dengan daerah perkotaan atau pesisir semenanjung Cenderawasih. Daerah ini jauh dari pantauan media massa dan lembaga-lembaga yang ada di Papua. Pernahkah kita melihat bagaimana nasib saudara-saudara kita yang ada di daerah pelosok tanah Papua tersebut....?

Ketika mereka berbicara atau bersuara tentang hak mereka, maka yang ada hanya isapan jempol, disertai pernyataan “Anda bagian dari separatis”, ini adalah stigma sosial yang secara langsung menyudutkan masyarakat Papua yang juga merupakan bagian dari anak bangsa. 

Dengan stigma yang selalu dilekatkan itu, maka jangan pernah salahkan rakyat Papua, ketika luka dan sakit hati itu dijadikan sebagai sebuah kekuatan rakyat yang sangat besar, dan inilah yang terjadi saat ini, maraknya suara dan pekikan Merdeka” merupakan bukti nyata, kalau rakyat Papua ingin bebas dan keluar dari segala bentuk diskriminasi yang dilakukan  TNI-Polri yang lupa dirinya, bahwa mereka juga manusia sama serupa dengan masyarakat Papua.

Baru-baru ini kita semua dikejutkan dengan penembakan di Pania, tindakan aparat tersebut adalah tindakan yang terkutuk, tindakan yang secara langsung menyatakan ketidak sanggupan TNI-Polri  dalam melakukan tugasnya. Tidak ada pendekatan secara nyaman, yang terjadi hanyalah pendekatan dengan kekerasan dan pembunuhan terhadap rakyat sipil di tanah Papua.

Ini merupakan kegagalan pengelolaan keamanan negara yang dilakukan oleh TNI-Polri, dimana aparat tidak mampu melakukan pendekatan-pendekatan. Pada dasarnya, manusia ketika makin ditekan, maka dia akan semakin memberontak, dan kini kita telah melihat, dimana situasi gejolak politik, kekerasan, teror, intimidasi, penyiksaan dan kematian warga sipil di tanah Papua sudah berada pada stadium tingkat tinggi. Ini adalah kegagalan aparat negara dalam merangkul rakyat Papua, sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, malah yang ada hanyalah menambah virus kebencian rakyat Papua terhadap negara ini. 

Dari setiap pergantian pemimpin ke pemimpin kita berharap, agar ada perubahan yang lebih baik, namun sebaliknya, seakan menjadi tradisi siasat kebudayaan TNI-Polri. Masih banyak bentuk kekerasan yang terjadi, bahkan di segala bidang jika kita cermati secara baik. Namun yang menjadi dasar dari sebuah perjuangan rakyat Papua pada saat ini, adalah bukan semata perjuangan politik untuk mendapatkan hak sebagai anak bangsa yang sama dengan masyarakat suku lainnya yang ada di negara ini. Tapi ironisnya merupakan perjuangan idealisme yang lahir dari sebuah tekanan dan segala bentuk diskriminasi.

Bagi kami, ini adalah sebuah teguran rakyat yang sangat keras kepada pemimpin nasional Presiden Joko Widodo beserta seluruh kelengkapan negara ini, agar segera memperbaiki sikap. Jika negara ini dapat merefleksi perjalan panjang masyarakat Papua dengan segala latar belakang berbagai  peristiwa  dan telah menelan korban jiwa yang bukan sedikit,  ini merupakan bagian dari persoalan-persoalan sejarah politik masa lalu alias Pepera” yang bagi orang Papua persoalan itu belum tuntas. Sejarah Pepera” merupakan dasar berbagai persoalan dari seluruh rentetan peristiwa berdarah yang terjadi di Tanah Papua sejak tahun1960-an sampai saat ini.

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 digelar tak relevan dengan perjanjian The New York Agreement dan The Roma Agreement yang menyatakan one man one vote (satu orang satu suara), tapi dalam pelaksanaannya, penguasa pemerintahan Indonesia menggunakan sistem perwakilan One man one delegation”.
 
Pelanggaran HAM di Papua Barat belum pernah berakhir sampai saat ini. Sejak 1963 masyarakat Papua Barat dianeksasikan oleh Indonesia, orang Papua Barat terus dibantai seperti halnya binatang. Kekerasan 3 tahun terakhir ini, negara melakukan kekersan melalui TNI-Polri. Pembungkaman ruang demokrasi, pembunuhan kilat, penangkapan sewenag-wenang sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 meningkat di Papua Barat.

Menjelang perajaan Hari Natal 25 Desember dan Peringati Hari HAM Sedunia 10 Desember 2014, Polisi terus melakukan penembakan terhadap rakyat sipil. Penembakan terhadap 5 warga sipil dan 22 orang terluka sedang dirawat di Paniai. 

Pembunuhan massal terhadap rakyat sipil yang dilakuan oleh kepolisian merupakan kejahatan Negara. Penembakan 5 warga sipil pada tanggal 08 Desember 2014 di Paniai tidak dapat dibenarkan degan alasan apa pun, polisi tidak harus melakukan penembakan terhadap rakyat sipil, karena mereka tidak memiliki senjata, mereka hanya rakyat biasa yang harus dilindungi oleh kepolisian sebagai pengayom dan pelindung rakyat.

Setiap menjelang perayaan hari Natal, Polisi terus melakuan penembakan terhadap rakyat sipil dan pembela HAM di Papua Barat, pembunuhan massal terhadap rakyat sipil pada hari Senin 08 Desember 2014 di Paniai merupakan kado Natal yang diberikan oleh Polda Papua dan pemerintahan Jokowi kepada rakyat Papua. 

Kado Natal bagi rakyat Papua pernah terjadi beberapa tahun lalu, pada tahun 2000 tanggal 10 November 2000, tokoh Papua Theys H Eluay dibunuh oleh Kopassus. Kemudian pada tanggal 16 Desember 2009, pejuang keadilan (Almarhum) Kelly Kwalik dibunuh oleh Densus 88 dan polisi di Timika. Kemudian pada tanggal 16 Desember 2012, Hubertus Mabel Ketua Komisariat KNPB Pusat dibunuh di Wamena.

Pada tanggal 19 Polres Dogiyai menembak 3 anggota KNPB dan melakukan penangkapan sewenang-wenanp terhadap 12 aktivis KNPB Dogiai dan 13 aktivis KNPB, kemudian 15 orang dibebaskan 3 hari kemudian 10 orang masih ditahan sampai saat ini.

Kado Natal oleh pemerintahan Jokowi-JK tahun 2014, TNI-Polri menembak mati 5 orang dan 22 orang terluka di Paniai . Hal ini merupakan pemusnahan Ras Melanesia dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Polda Papua dari tahun ke Tahun. Kepolisian Daerah Polda Papua, terus melakukan kekerasan di Papua Barat, kami menilai semua kekerasan di Papua aktornya adalah Polda Papua. Tidakan aparata Kepolisian terhadap rakyat sipil benar-benar tidak manusiawi. Polda Papua harus bertanggungjawab atas tindakan aparatnya di Paniai. (WARA)