Kamis, 27 November 2014

Bupati Purwakarta Ingin Semua Agama & Keyakinan Diakui Negara



Jakarta – WARA,
Wacana pemerintah menghapus kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) menuai kontroversi. Ada yang setuju, tapi tak sedikit juga yang mengecam rencana Menteri Dalam Negeri tersebut.

Menyikapi hal ini, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berpendapat, pemerintah tidak perlu menghapus kolom agama di dalam KTP. Namun, dia meminta kepada pemerintah agar mengakui seluruh keyakinan yang ada di Indonesia.

“Mau agama atau paham apapun, saatnya mengisi kolom di KTP. Semisal saudara kita yang berkeyakinan Kejawen, Sunda Wiwitan, Dayak Benoa, dan sebagainya. Mereka berhak menjadi penduduk Indonesia. Termasuk kalau yang merasa tidak bertuhan atau ateis silakan mencantumkan keyakinannya. Silakan saja kalau berani, biar semua orang tahu,” kata Bupati yang kerap berdandan nyentrik ini kepada Okezone, Rabu (26/11/2014). 

Dedi mengakui, untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah dan mustahil dilakukan dalam waktu dekat. Sebab, lanjutnya, perlu perubahan Undang-Undang yang mengatur tentang kebebasan beragama di Indonesia, yang di dalamnya mengakui seluruh paham dan keyakinan yang ada di seluruh Persada Bumi Nusantara. Salah satunya, harus ada pihak yang berani mencabut TAP MPR-nya.

“Saatnya kita bermimpi tak ada lagi penghancuran tempat ibadah, atau pengusiran sebuah golongan karena dianggap mencemari atau mencederai sebuah keyakinan agama, karena kita sudah memahami paham dan rujukan kita masing-masing,” harapnya.

Dedi mengungkapkan, tak ada salahnya masyarakat jujur dalam mengakui keyakinan atau kepercayaannya di kolom KTP. Sehingga tidak terjadi perdebatan yang terus menerus karena ingin menciptakan satu paham agar diterima oleh semua.

“Nanti kita tidak mengalami lagi ada lebaran dua hari. Atau ada lebaran dimusyawarahkan bahkan di-voting layaknya pemilihan AKD (alat kelengkapan dewan). Tetapi nanti kita bisa ikut paham kita masing-masing tanpa harus ngurusin paham orang lain,” tegas politikus Golkar ini.

Berbicara tentang kolom agama di dalam KTP, kata Dedi, harus juga berbicara pada dua hal. Apakah kolom agama sebuah keyakinan individu yang ada dalam setiap hati dan pikiran manusia, atau sekadar paham keagamaan yang bersifat administrasi organisasi.

“Kalau kata saya, yang namanya keyakinan itu enggak bisa dibaca dengan bahasa tulisan dan tidak bisa diidentitaskan, sebab adanya di dalam hati dan pikiran. Yang hafalnya pun tentu yang menguasai hati dan pikiran, bukan petugas Dinas Kependudukan,” pungkas Dedi.

APBD Kelebihan, Ahok: Kami Lagi Bingung Habiskan Uang

Uang yang baru terpakai Rp22,59 triliun dari anggaran Rp72,9 triliun.

Jakarta – WARA,
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku pemprov DKI kini tengah kebingungan menghabiskan anggaran.

Dari target penyerapan APBD DKI 2014 sebesar 65 persen, hingga saat ini Pemprov baru berhasil melakukan penyerapan anggaran sebesar 31 persen atau Rp22,59 triliun dari total anggaran sebesar Rp72,9 triliun.

”DKI bukannya sombong, tapi Pemprov DKI lagi bingung abisin uang,” ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di hadapan pimpinan dan jajaran SKPD dari 10 provinsi di acara Rapat Kerja Gubernur Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis, 27 November 2014.

Maka dari itu Ahok menyatakan, dia tidak akan segan-segan menggunakan anggaran itu untuk membantu pembangunan di 9 provinsi yang tergabung dalam Mitra Praja Utama (MPU) DKI Jakarta.

”Daripada ditangkap jaksa, dipanggil KPK karena pakai uangnya sembarangan, lebih baik kita duduk bersama sinergikan daerah kita,” ujar Ahok.

Adapun 9 provinsi yang tergabung dalam MPU DKI adalah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan Lampung.

Ahok mencontohkan pembangunan bandara di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pembangunan rumah potong hewan di NTT, atau pembangunan pelabuhan laut di provinsi Banten dan Lampung.

Menurutnya selain bisa menekan biaya logistik untuk melakukan pengiriman ke DKI, pembangunan fasilitas-fasilitas itu di daerah anggota MPU juga bisa meningkatkan kesejahteraan di daerahnya masing-masing.

”DKI berkomitmen mengusahakan kesejahteraan provinsi anggota MPU. Bila daerah-daerah itu maju, maka kesejahteraan ekonomi di DKI juga akan meningkat,” ujar Ahok.

Pada kesempatan yang sama Ahok juga menegaskan kini sudah saatnya setiap daerah di Indonesia berhenti melakukan persaingan untuk membuktikan daerahnya yang paling unggul. Menurutnya, setiap daerah di Indonesia saat ini harus saling bersinergi guna menghadapi persaingan di tingkat global, bukan lagi regional.

”Kita bersyukur saat ini kita bisa duduk bersama, dan Pak Menko Perekonomian Sofyan Djalil bersedia bantu kita. Kita berharap Pak Menteri bisa paksakan kekuatan supaya kita bisa punya daya saing untuk menghadapi AFTA (Asian Free Trade Area),” ujar Ahok. (VIVAnews)

Baru Saja Dilantik, Politisi PDIP Yang Juga Ketua DPRD Bali Ditetapkan Sebagai Tersangka Berikut Anaknya

Bali - WARA,
Baru saja di lantik, Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Adi Wiryatama yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) harus berurusan dengan hukum.

Dilansir dari laman Inilah, Kamis (27/11/2014), Kepolisian Daerah Bali menetapkan Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat, pemalsuan akta otentik dan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik.

Selain Adi Wiryatama, penyidik Dit Reskrimum Polda Bali juga menetapkan anaknya, Gede Made Dedy Pratama dan Notaris I Ketut Nuridja SH MKn menjadi tersangka dalam kasus yang sama.

Kasus ini sebelumnya dilaporkan oleh I Made Sarja sesuai laporan polisi nomor TBL/160/III/2014/SPKT/Polda Bali tanggal 11 Maret 2014 lalu.

“Polda tadi siang setelah saya cek ternyata tiga orang yang dilaporkan klien saya ini sudah ditetapkan menjadi tersangka dan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) sudah dikirim kepada pihak Kejati (Kejaksaan Tinggi) Bali,” ujar Zulfikar Ramly, kuasa hukum Made Sarja di Denpasar, Bali, Rabu (26/11/2014).

Dengan ditetapkannya menjadi tersangka dan dikirimnya SPDP kepada pihak Kejaksaan tersebut, Ramly berharap agar pihak Polda Bali cepat memprosesnya sehingga segera bergulir di Pengadilan agar terungkap kasus ini jadi lebih jelas.

Ramly juga berharap agar penyidik Polda Bali segera melakukan penahanan terhadap mantan Bupati Tabanan itu mengingat ancamannya di atas 5 tahun penjara.

Menurut Ramly, SPDP yang dikirim penyidik Polda Bali kepada pihak Kejaksaan tanggal 14 November 2014 dengan nomor B/84/VII/2014/Ditreskrimum.

“SPDP-nya dikirim tanggal empat belas, berarti penetepan tersangkanya sebelum tanggal itu. Kami berharap agar segera diproses sampai Pengadilan supaya terungkap semuanya ini. Kami minta juga dilakukan penahanan karena sudah menjadi tersangka dengan ancaman tujuh tahun penjara,” harapnya.

Dugaan pemalsuan surat, pemalsuan akta otentik dan memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang dituduhkan kepada Wiryatama ini terkait balik nama sertifikat tanah milik Made Sarja dengan lokasi tanah terletak di kawasan Tanah Lot, Kabupaten Tabanan.

Berdasarkan hasil Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar ditemukan adanya ketidakwajaran dalam proses tanda tangan akta, para pihak dalam hal ini terlapor Adi Wiryatama dan anaknya Gede Made Dedy Pratama tidak pernah ketemu dan membicarakan jual beli atas 15 sertifikat secara langsung kepada Made Sarja.

“Akibat kejadian itu, Made Sarja menderita kerugian mencapai Rp11 miliar. Herannya, tanah tersebut sudah dijual kepada pihak lain dan saat ini sedang dalam proses pembangunan. Seharusnya Polda menetapkan status quo dan memasang garis polisi di lokasi tanah itu karena sedang bersengketa,” terangnya.

Terkait penetapan tersangka ini, Ketua DPRD Provinsi Bali, Adi Wiryatama yang juga , saat dikonfirmasi secara terpisah, belum berhasil dihubungi. Beberapa kali nomor ponsel miliknya dihubungi namun tidak aktif. Kabarnya, Adi Wiryatama sedang bertugas ke Jakarta.

“Pak Adi sedang berada di Jakarta. Jadi memang beliau masih sibuk. silahkan teman-teman wartawan untuk mencari informasi soal itu kepada pihak kejaksaan atau kepolisian.Silahkan teman-teman tanyakan itu ke sana saja. Pak Adi juga pesan seperti itu tadi,” jelas pengacara Adi Wiryatama, Gede Wijaya Kusuma. (intriknews)

Lagak Irit Pemerintahan Jokowi


Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi

Jakarta – WARA,
Pemerintahan Joko Widodo menggembar-gemborkan program-program penghematan kepada seluruh aparatur negara dengan mengeluarkan sejumlah aturan. Mulai dari larangan rapat dinas di hotel, larangan menggunakan penerbangan kelas bisnis hingga larangan mengonsumsi makanan impor saat acara kedinasan.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Yuddy Chrisnandi juga telah mengeluarkan instruksi melalui Surat Edaran Nomor 13 tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana bagi para aparatur negara.

Surat edaran itu dibuat dalam rangka mendorong kesederhanaan hidup bagi seluruh penyelenggara negara guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, efisien dan efektif.

Edaran itu mengatur, bagi pejabat negara/keluarga pejabat diminta membatasi jumlah undangan resepsi acara seperti pernikahan, tasyakuran, dan acara sejenis lainnya, maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah peserta yang hadir tidak lebih dari 1000 orang.

Pemerintah juga meminta agar para penyelenggara negara tidak memperlihatkan kemewahan atau sikap hidup yang berlebihan serta memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan dan kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat.

”Tidak memberikan karangan bunga kepada atasan atau sesama pejabat pemerintah, dan membatasi publikasi advertorial yang menggunakan biaya tinggi,” tulis Yuddy dalam surat edaran yang dilansir laman Setkab.go.id, Kamis, 27 November 2014.

Surat edaran ini ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), para pimpinan kesekretariatan Lembaga Negara, para pimpinan kesekretariatan Lembaga Non Struktural, para Gubernur, Bupati dan Wali Kota seluruh Indonesia.

”Meneruskan Surat Edaran ini kepada seluruh jajaran instansi di bawahnya dengan unit organisasi terkecil untuk melaksanakan dan mematuhi ketentuan dalam Surat Edaran itu secara konsisten dan sungguh-sungguh,” demikian bunyi Surat Edaran yang tembusannya disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden itu.

Selain itu, dalam surat edaran lainnya, Menpan-RB juga memerintahkan seluruh aparatur untuk melaksanakan penghematan penggunaan sarana dan prasarana kerja di lingkungan instansi masing-masing melalui penghematan penggunaan listrik dan tata ruang.

Antara lain dengan menggunakan lampu dan peralatan listrik hemat energi, mematikan atau mengurangi penggunaan lampu dan peralatan listrik dalam ruangan yang tidak digunakan, serta menata ruangan tempat kerja agar tidak menghalangi cahaya matahari masuk.

”Kalau cukup dengan cahaya matahari, tidak perlu mengidupkan lampu,” ujar Yuddy dalam berbagai kesempatan.

Mengenai anggaran belanja barang dan belanja pegawai, penghematan dilakukan dengan cara membatasi perjalanan dinas, membatasi kegiatan rapat di luar kantor dengan memaksimalkan penggunaan ruang rapat kantor, membatasi pengadaan barang/jasa baru sesuai dengan kebutuhan, dan mendayagunakan fasilitas kantor atau memanfaatkan fasilitas kantor instansi lain.

Langkah-langkah penghematan lainnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing instansi.

Berlaku Untuk Presiden
Menteri Yuddy menegaskan, surat edaran tentang larangan menggelar acara mewah seperti acara pernikahan dan syukuran akan berlaku secara nasional terhitung mulai 1 Januari 2015.

Bagi pejabat di pusat maupun daerah, bila ingin menggelar resepsi pernikahan diatur agar undangannya tidak lebih dari 400 undangan dan harus diselenggarakan di tempat yang pantas.

”Nggak usah mewah, nggak usah di hotel bintang lima, bikin macet, karangan bunga banyak, itu memunculkan psikologi kesenjangan,” ujar Yuddy di Istana Negara, Kamis 27 November 2014.

Menurut dia, dengan aturan seperti itu dapat dipastikan pesta pernikahan keluarga pejabat negara akan lebih murah dan tidak memunculkan kesenjangan dengan masyarakat. Aturan ini tegas dia, juga berlaku bagi Presiden Joko Widodo.

”Bapak presiden juga kalau mau nikahin putrinya ya begitu,” kata dia. Gagasan ini merupakan gambaran dari kesederhanaan Presiden Jokowi. “Jadi pasti beliau setuju,” imbuhnya.

Sementara untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri dan kedaulatan pangan, setiap instansi diinstruksikan agar menyajikan menu makanan tradisional yang sehat atau buah-buahan produksi dalam negeri pada setiap penyelenggaraan pertemuan maupun rapat.

Bukan tanpa alasan, Yuddy mengakui kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan program pemerintahan dengan mengutamakan makanan dalam negeri. “Yang impor nggak usah lagi, supaya petani kita bisa dapat nilai tambah, bisa ikut menikmati kebijakan ini,” ucapnya.

Meskipun produk dalam negeri terkadang harganya lebih mahal, namun setidaknya itu bisa menghidupi petani lokal. Serta merangsang mereka untuk bercocok tanam.

”Nggak harus singkong semua, azas kepantasan, kalau diolah kan enak, banyak cara mengolah produk lokal,” paparnya.

Politikus Hanura itu berdalih, panganan seperti singkong merupakan makanan yang sehat bagi para pejabat. “Sekarang kan kan banyak orang sakit kolesterol akibat asupan makanan dengan kader gula lemak tinggi. Jadi kalau ada instansi pemerintahan yang imbau makanan lokal untuk sajian kenegaraan ya bagus,” terang Yuddy.

Diharapkan mulai 1 Desember 2014, semua instansi pemerintah baik pusat maupun daerah sudah menyediakan makanan lokal di setiap rapat kedinasan.

Berlebihan
Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarulzaman menilai surat edaran Menpan-RB yang membatasi jumlah undangan dan tamu saat acara resepsi pernikahan keluarga pejabat negara merupakan sikap yang berlebihan.

Menurut Rambe, pemerintah sudah masuk ke ruang privat ketika sudah membatasi siapa tamu yang akan diundang ke acara pesta keluarga pejabat negara. Apalagi dengan hanya membolehkan maksimal 400 undangan dan maksimal 1000 tamu.

”Kalo mengatur (tamunya) harus sekian, ini pemerintah gimana? Seperti nggak ada lagi yang diurusi. Kan masih banyak yang bisa diurusi pemerintah,” kata Rambe kepada wartawan.

Politikus Golkar itu sepakat dengan pemerintah ketika aturan itu dalam rangka efisiensi, pengedalian gratifikasi dan menghindari sikap bermewah-mewahan. “Tapi kalau sudah jumlah orangnya diatur kan repot. Sepertinya kok pemerintah ini tidak ada yang diurus aja,” paparnya.

Dalam menerapkan aturan, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan ruang dan waktu, karena tidak semua pejabat bisa membatasi jumlah tamu yang akan diundang, terlebih dia adalah pejabat daerah.

Lebih lanjut Rambe meminta kepada pemerintah bersikap konsisten dalam menerapkan aturan. Pemerintah jangan sekadar membuat aturan, sementara aparatur negaranya sendiri yang melanggar. “Jangan dibuat ketentuan hanya untuk tebar pesona, sehingga masyarakatnya menganggap benar (apa yang dilakukan pemerintah),” tegasnya.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria menyatakan, sebaiknya memang kebijakan yang dihasilkan pemerintahan Jokowi tidak menyasar pada wilayah privat seorang pejabat negara. Apalagi sampai mengatur acara pernikahan dan membatasi jumlah tamu undangan.

”Kalau menurut saya ini mengada-ngada. Orang ngawinin anak itu kan sekali seumur hidup. Selain dia nabung dan nyimpen, bisa aja dianya PNS tapi besannya pengusaha emang kenapa?,” ujar Sofyan kepada wartawan.

Pemerintah harus hati-hati dalam membuat aturan ketika masuk ke ruang privat, karena sifatnya sangat personal. “Sederhana kan imbauan. Bikin aturan yang diterima akal sehat, apalagi ketika mengatur ruang privasi orang, itu harus hati-hati,” terang dia.

Di samping itu, Sofyan menilai aturan ini dibuat setengah hati. Karana hanya disampaikan dalam bentuk surat edaran yang hanya sebatas imbauan, bisa diterapkan, bisa tidak. Seharusnya pemerintah kata dia, membuat aturan yang memiliki kekuatan hukum dan sanksi yang tegas, seperti peraturan menteri atau peraturan presiden.

”Jangan bisanya bikin surat edaran, publik akan menanggapi sebagai pencitraan karena hanya sebatas edaran. Kalau itu berupa peraturan menteri atau presiden itu punya kekuatan hukum, mungkin publik menanggapinya bukan sebagai pencitraan,” paparnya.

Sanksi Tegas
Kendati demikian, Menpan-RB, Yuddy Chrisnandi menepis tudingan bahwa aturan itu tidak disertai sanksi tegas. Mantan Anggota DPR RI dari fraksi Golkar itu mengatakan, surat edaran itu sifatnya mengharuskan semua penyelenggara negara untuk menaati aturan yang termuat dalam edaran itu, jika tidak sanksi menanti.

”Bisa diturunkan jabatannya dari jabatan pimpinan dan jabatan staf, kan ini eranya reformasi birokrasi dan revolusi mental,” kata Yuddy.

Yuddy merangkan, jika semua aturan itu dilakukan oleh semua instansi, maka diperkirakan bisa menghemat 20 persen dari total anggaran untuk pegawai. “Bapak presiden memperkirakan penghematan 20 persen,” ujar dia.

Namun, untuk lebih rincinya, Yuddy mengaku sedang menghitung berapa persisnya peghematan itu bisa dilakukan. Tapi, penghematan 20 persen itu didapat bukan hanya jika pejabat menyediakan singkong saat rapat saja, tetapi juga menaati peraturan larangan rapat di hotel dan lain sebagainya.

”Jangan dilihat sau komponen tetapi dari beberapa komponen kan yang dihemat bukan hanya makanan tetapi perjalanan dinas, listrik, jadi total kegiatan penyelengaran pemerintahan akan signifikan mengalami penghematan,” ujar dia.

Dia menekankan, gagasan ini hanya melanjutkan perintah Presiden Joko Widodo yang meminta agar menghentikan pemborosan.

”Saya sebagai menteri negara yang membidangi aparatur memberi kontribusi bagaimana upaya penghematan. Bagaimana melakukan penatan terhadap penyelenggaran pemerintahan supaya efisien, dan produktif. Semua arahan dari Pak Jokowi,” terang Yuddy

Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto menambahkan gaya hidup sederhana itu baik dilakukan. Sebab, pejabat negara harus memberikan contoh kepada masyarakat mengenai hidup sederhana. “Hidup sederhana harus dicontohkan oleh pejabat publik,” ujar Andi.  (VIVAnews)

DPR Minta Pemerintah Jelaskan Harga BBM Bersubsidi

Politisi Golkar Satya W Yudha (Antara/ Dhoni Setiawan)
Jakarta - WARA,
Transparansi pemerintah dan Pertamina dalam menghitung kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dipertanyakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah diminta membuka secara transparan mengenai biaya pokok proses produksi barang yang menjadi hajat hidup warga Indonesia itu.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar, Satya W Yudha, pada Kamis, 27 November 2014, menanggapi kebijakan Presiden Joko Widodo memangkas subsidi energi yang membuat anggota DPR menggalang interpelasi.

”Supaya kita tahu sebetulnya berapa karena kan ada komponen impornya, ada juga yang kita proses di dalam negeri, itu yang kita mau lihat,” kata Satya.

Menurut dia, banyak kejanggalan dalam perhitungan harga produksi BBM. Pemerintah yang menggunakan acuan harga indeks minyak di Singapura yang mencerminkan transaksi jual beli produk minyak (Mean of Platts Singapore/MOPS) plus Alpha dinilai tidak akurat.

”MOPS itu sebetulnya content atau isinya menggunakan yang euro 3, maksudnya apa, Research Octane Number (RON) bukan 88 tapi RON-nya 92. Maka menjadi tidak imbang kita menggunakan MOPS plus Alpha, dijualnya adalah menggunakan RON 88. Harusnya kan yang dijual RON 92 plus dengan Alpha,” kata dia.

Dijelaskannya, MOPS hanya mempublikasikan harga minyak olahan jenis RON 92 atau yang dikenal di Indonesia dengan sebutan Pertamax. Sementara RON 88 adalah jenis minyak yang di Indonesia disebut Premium.

”Kalau menggunakan RON 88 semestinya tidak sebesar seperti sekarang. Paling tidak kalau pun subsidi saat itu, sebelum naik ya, itu paling tidak lebih dari Rp1.000 atau Rp1.500,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya,  mengatakan harga keekonomian premium pada November 2014 sebesar Rp9.200 per liter. Hal itu berarti, premium masih diberikan subsidi sebesar Rp700 per liter, setelah harganya dinaikkan Rp2.000 menjadi Rp8.500 per liter.

Hanung menjelaskan, harga keekonomian tersebut berdasarkan MOPS untuk premium pada Oktober 2014. (VIVAnews)

Tiga Bulan Tak Digaji, Buruh Pecat Pengusaha



Bogor – WARA,
Bukan hanya pengusaha yang dapat memecat pekerjanya, tetapi pekerja-pun dapat memecat pengusaha tempatnya bekerja.

Memang tak umum didengarnya, tetapi Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Bandung, mengabulkan permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh Sukro Raharjo terhadap PT Daehan Global, yang beralamat di Jl. Raya Mayor Oking Jaya Atmaja No. 112B, Ciriung, Cibinong, Kabupaten Bogor.

Sukro meminta PHI Bandung untuk mengabulkan permohonan PHK-nya, karena terhitung sejak bulan Februari 2011 hingga bulan Agustus 2011, dirinya tidak lagi diberikan gaji lantaran menderita sakit.

Dalam gugatan yang diregister dengan Nomor 120/G/2011/PHI/PN.Bdg, Sukro menggunakan alas hukum ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang memperbolehkan bagi setiap pekerja untuk mengajukan permohonan PHK, apabila perusahaan tidak membayar upahnya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.

PHI Bandung mengabulkan gugatan Sukro yang bermasa kerja lebih dari 11 tahun, dan menghukum PT Daehan untuk membayar uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan perundang-undangan, yang seluruhnya berjumlah Rp.43,6 juta.

Tak terima dengan Putusan PHI Bandung, PT Daehan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung yang diregister dengan perkara Nomor 424 K/Pdt.Sus-PHI/2012, dan juga mengajukan permohonan peninjauan kembali yang diregister dengan perkara Nomor 24 PK/Pdt.Sus-PHI/2014 yang diputus tanggal 6 Mei 2014, dengan amar menolak kasasi dan peninjauan kembali PT Daehan Global.

Pernah Di-Uji Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi pernah menguji ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan, yang diajukan oleh Andriyani, staff PT Megahbuana Citramasindo, Jakarta Utara.

Andriyani menguji ketentuan tersebut, lantaran perusahaan penempatan tenaga kerja luar negeri tersebut, memberikan gajinya tidak tepat waktu atau lambat setiap bulannya selama lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.

Namun, ketika Andriyani menggugat perusahaannya ke PHI Jakarta Pusat, perusahaannya membayar upahnya menjadi tepat waktu. Sehingga, gugatan Andriyani kandas dan kemudian mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam putusannya Nomor 58/PUU-IX/2011 tanggal 16 Juli 2012, Mahkamah Konstitusi yang kala itu masih dipimpin Moh. Mahfud MD, mengabulkan permohonan Andriyani yang meminta permohonan PHK dengan alasan pembayaran upah tidak tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, tetap dapat dikabulkan meskipun pengusaha membayar upah tepat waktu sesudah membayar tidak tepat waktu. (buruhonline.com)