Senin, 09 Maret 2015

Tjahjo: Wacana Anggaran Rp 1 Triliun dari APBN untuk Parpol Perlu Dipikirkan



Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (Dok. Kompas)
JAKARTA - WARA – Parta politik dibentuk berdasarkan kepentingan kelompok, bukan kebutuhan atau lembaga Negara. Karenanya, sangat tidak layak jika untuk kelangsungan kinerja parpol dibiayai oleh Negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal ini sudah jelas bertentangan dengan keberadaan Negara yang menuju kepada masyarakat adil makmur dan sejahtera, condong menyejahterakan golongan yang berujung pada kepentingan politik. Karenanya, pernyataan Mandagri perlu dipikirkan (Red)

Politisi PDI Perjuangan yang kini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan soal perlunya, dalam jangka panjang, menggulirkan wacana pembiayaan partai politik sebesar Rp 1 triliun yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Menurut dia, wacana ini perlu dukungan dan dipikirkan oleh DPR serta elemen masyarakat pro-demokrasi. Tujuannya, kata Tjahjo, untuk meningkatkan transparansi dan demokrasi.

"Political will ini perlu karena partai politik merupakan rekrutmen kepemimpinan nasional dalam negara yang demokratis. Akan tetapi, persyaratan kontrol terhadap partai harus ketat dan transparan," kata Tjahjo melalui keterangan tertulis, Minggu (8/3/2015). 

Pengawasan ketat itu, kata Tjahjo, bisa berupa sanksi keras jika ada yang melakukan pelanggaran, termasuk pembubaran partai sesuai aturan dalam UU Partai Politik.

Alasan wacana pembiayaan parpol ini, menurut Tjahjo, dilatarbelakangi pandangan bahwa partai politik memerlukan dana untuk persiapan dan pelaksanaan pemilu dan pendidikan kaderisasi serta melaksanakan program dan operasional.

"Di samping pola iuran anggota, partai harus diwujudkan terbuka untuk kader partai dan simpatisan partai, dan penggunaan anggaran dikontrol ketat oleh BPK dan lembaga-lembaga pengawasan lainnya, misalnya dengan partisipasi aktif masyarakat," kata mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini.

Tjahjo menilai, besaran bantuan tahunan dari pemerintah saat ini tidak seberapa karena anggaran negara yang terbatas dan diberikan berdasarkan suara yang diperoleh partai politik dalam pemilu.

"Ke depan, kalau anggaran pemerintah memadai dan sudah maksimal untuk program pengentasan masyarakat miskin dan pembangunan infrasruktur serta revolusi mental berjalan baik, saya kira pembiayaan partai politik dari pemerintah atau negara perlu jadi pertimbangan, termasuk bantuan pembiayaan kepada ormas yang sah," papar Tjahjo. (Red)

Upah di PTPN IV Tidak Memadai



Mandailing Natal – WARA - Perusahaan milik negara PTPN IV Kebun Timur, dinilai masih menggunakan cara kerja lama, tidak mengikuti aturan dan ketentuan yang sudah diatur oleh pemerintah.  Hingga saat ini, PTPN IV masih menerapkan gaji menurut kehendaknya sendiri.

Pasalnya, standar gaji yang dibuat PTPN IV Kebun Timur belum layak, gaji buruh harian lepas hanya Rp. 35.000 per hari, dengan jam kerja mulai jam 07.00 hingga jam 15.00 Wib, sementara perkebunan swasta lainnya mengenakan jam kerja mulai jam 08.00 hingga jam 14.00 Wib dengan gaji Rp 69.000 per hari.

Dengan besarnya upah yang diberikan sudah jelas, bahwa pihak PTPN IV Kebun Timur belum menggunakan upah minimum Pemkab. Madailing Natala sebagai acuan, yaitu sebesar Rp. 1,6 juta.

Anda, salah satu pekerja mengatakan, “Kami kerja di PTPN IV Kebun Timur dengan gaji Rp. 35.000 per hari, jelas belum mencukupi kebutuhan kami,” jelasnya.

Sementara Sahbana, Asisten SDM PTPN IV Kebun Timur kepada media ini menuturkan, bahwa semua itu sudah ketentuan dan prosedur dari PTPN IV pusat di Medan, ungkapnya. (kur)

Hari Ini DPRD Batal Laporkan Basuki ke KPK dan Bareskrim


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kedua kanan), Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi (kanan), Sekretaris Jenderal Kemendagri Yuswandi A. Tumenggung (ketiga kiri) dan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek (kedua kiri), Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Maliki Heru Santoso (kiri) mengikuti rapat Fasilitasi, Mediasi dan Klarifikasi Mengenai Evaluasi RAPERDA/APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015 di Kantor Kemendagri, Jakarta, 5 Maret 2015 (Antara)
Jakarta - WARA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI yang benercana akan melaporkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polda Metro Jaya, terpaksa dibatalkan.

Kuasa Hukum DPRD DKI, Razman Arif Nasution mengatakan, untuk kasus DPRD dan Basuki terkait kekisruhan APBD DKI Jakarta, pihaknya tidak jadi melaporkannya kedua lembaga penegak hukum sebut.

"Pelaporan ke KPK dan Bareksrim terpaksa harus diundur. Tidak jadi hari ini," kata Razman, Senin(9/3).
Alasan pengunduran jadwal pelaporan tersebut, karena DPRD DKI menunggu perkembangan terakhir APBD DKI 2015 dari Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). Dewan menyerahkan penyelesaian APBD kepada Kemdagri, ungkapnya.

Laporan dugaan suap Rp 12,7 triliun yang dilakukan Pemprov DKI, menurut Razman harus didalami kembali, karena ada bantahan dari Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah yang menyatakan tak pernah melakukan tindakan itu.

Selain sedang mempersiapkan lebih detail pelaporan mengenai kisruh APBD DKI 2015, saat ini pihaknya juga sedang mempersiapkan pendampingan kepada beberapa anggota dewan yang merasa dirugikan atas pembentukan persepsi yang dibuat oleh Basuki.

"Saat ini, kami sedang menilah kasus pribadi beberapa orang anggota dewan yang merasa perlu melakukan proses hukum terkait kerugian yang dialami dirinya," ujarnya.

Misalnya anggota partai yang dimana fraksi partai meminta agar tidak mendukung hak angket, tetapi dia merasa sebagai anggota dewan, pribadinya memiliki hak untuk menggunakan hak angket. Kemudian, kerugian yang didapati karena namanya merasa tersudutkan dari hasil rapat mediasi antara Pemprov dan DPRD di Kemendagri Kamis lalu (5/3) yang berakhir buntu atau deadlock.

"Kalau secara institusi kan butuh proses persetujuan pimpinan dan sebagainya. Kalau secara personal bisa langsung di proses, mungkin satu-dua hari ini akan kita proses. Kami akan melaporkannya ke Bareskrim Polri. Tergugat utama ya pak Ahok," ungkapnya.

Ketika ditanya beberapa anggota dewan yang meminta perlindungan hukum, Razman menolak untuk memberitahukannya. Seperti diketahui sebelumnya, pada 3 maret lalu, DPRD DKI menunjuk pengacara Razman Arif Nasution yang memenangkan Komjen Budi Gunawan saat praperadilan atas tuduhan tersangka oleh KPK.

Penunjukan Razman Arif bertujuan untuk melaporkan empat hal kepada tergugat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Adapun empat hal tersebut yakni persoalan etika dan norma yang dilakukan Ahok dan penghinaan kepada lembaga DPRD dengan mengatakan anggota dewan maling anggaran sebesar Rp 12,1 triliun. Lalu, pemalsuan dokumen APBD DKI 2015 dan rencana suap kepada anggota dewan sebesar Rp 12,7 triliun. Rencananya laporan tersebut akan dilakukan besok (hari ini). Dan direncanakan, Senin (9/3) pelaporan itu akan dilaksanakan. (Red)