Sabtu, 24 Januari 2015

Demi Keuntungan Pengembang Pohon Warga Ditebang



Jakarta – WARA - Demi keuntunqan penqembang, pohon yang ditanam oleh masyarakat sejak 20 tahun ditebanq habis oleh oknum aparat Sudin Pertamanan. Kemana lagi kita harus mangadu untuk perlindungan RTH, mana nurani aparat ?! Demi uang, kok pohon yang jadi tumbang ?!

Demikian tulisan berbunyi kritikan dan kecaman terhadap oknum aparat pemerintahan, dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, di akun facebook KPC Gema Bersuci yang notabene adalah sebuah organisasi pecinta lingkungan di wilayah Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Pasalnya, mereka merasa keberatan atas tindakan penebangan pohon yang sebelumnya adalah milik dan hasil swadaya masyarakat. Ironisnya lagi, penebangan pohon tersebut izinnya dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Ir. Nandar Sunandar yang diduga telah menerima upeti, sehingga mengabulkan pesanan yang semata-mata untuk kepentingan pengembang / pemilik Ruko Wisma Flat Angsana bernama Shodiq Abdul Aziz yang beralamat di Jalan Rawajati Indah No. 1 Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tanpa menimbang lagi adanya keberatan dari masyarakat.

https://ssl.gstatic.com/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif
Dalam suratnya yang bernomor 4116/-1. 795-252 Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Nandar memberikan ijin penebangan, pemindahan, dan pemangkasan sebagai berikut:
Jenis pohon antara lain;
1. Glodogan (diameter 40, jumlah 1, dipangkas),
2. Ketapang (diameter 30, jumlah 1, ditebang),
3. Akasia (diameter 15, jumlah 1, ditebang),
4. Karet Kebo (diameter 60, jumlah 1, dipangkas),
5. Mangga (diameter 25, jumlah 2, ditebang),
6. Mahoni (diameter 20, jumlah 1, dipindah),
7. Beringin (diameter 30-70, jumlah 2, dipangkas/dibentuk).

Lucunya dari hasil pemantauan dilapangan, ditemukan keganjilan yang tidak sesuai dengan bunyi surat ijin penebangan. Dengan kata lain, semua pohon yang disebutkan cuma dipangkas atau dibentuk nyatanya malah lenyap dan habis di tebang.

Sementara, saat dikonfirmasi oknum petugas dari seksi pertamanan Kecamatan Pasar Minggu menyatakan kalau mereka hanya menurut perintah dari Dinas. Adapun penerbitan surat ijin penebangan itu, didasari oleh permohonan pengembang dan lantaran pohon-pohon tersebut dinyatakan terkena rencana akses pintu keluar / masuk ruko milik sang Pengembang. (Goesti)

Ahok: Pak BW Bantu Saya Ungkap Pungli Dishub di Balai Uji Kir



Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di ruang kerja Gubernur, di Balaikota
Jakarta - WARA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku prihatin atas penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) oleh Bareskrim Polri pada Jumat (23/1/2015) lalu.

Basuki mengaku, KPK termasuk Bambang sudah memberi banyak jasa atas pengungkapan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. "Pak BW yang bantu saya ungkap pungli oknum Dinas Perhubungan (Dishub) di balai pengujian kir," kata Basuki di Balai Kota, Jumat malam.

Juli 2014 silam, Basuki bersama Bambang memang memergoki oknum calo membawa segepok uang senilai Rp 8 juta dengan pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000 di Balai Unit Pelayanan Terpadu Pengujian Kendaraan Bermotor Kedaung Angke, Cengkareng, Jakarta Barat.  Akibat aksi pungli itu, Pemprov DKI pun langsung menutup Balai Uji Kir Kedaung Angke.

Basuki mengaku, Pemprov DKI tetap akan terus memperkuat hubungannya dengan KPK. Terlebih lagi, Basuki saat ini sedang gencar menegakkan peraturan tarik tunai maksimal Rp 25 juta dan sistem anggaran e-budgeting.

"Saya berharap KPK terus eksis, dan kami mendukung penuh KPK untuk eksis karena kami masih butuh KPK," kata Basuki. 

Terkait kasus yang membelit KPK dan Polri, Basuki enggan berbicara secara detail. Sebab, lanjut dia, masing-masing institusi memiliki argumentasi kuat dalam memutuskan sesuatu.

"Susah jawabnya. Saya pikir polisi enggak sembarangan berani menangkap orang kalau dia enggak punya pegangan. KPK juga punya barang bukti kuat, baru berani menetapkan tersangka Budi Gunawan. Masing-masing punya argumentasi. Saya enggak pernah lihat bukti-buktinya, serahkan ke hukum saja," kata Basuki. 

Bareskrim Polri menangkap Bambang dalam rangka pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010. Polri membantah penangkapan ini terkait calon kepala Polri, Komjen (Pol) Budi Gunawan, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.  

Jumat menjelang tengah malam, aktivis yang menyambangi Gedung KPK mendapat informasi bahwa Bareskrim memutuskan untuk menahan Bambang. Namun, pada Sabtu dini hari sekitar pukul 01.20 WIB, Bambang resmi diberikan penangguhan penahanan dan keluar dari Bareskrim Polri. (KOMPAS.com)

Soal Bambang, Oegroseno: Kabareskrim Patut Ditempeleng


Oegroseno.

Jakarta - WARA - Mantan Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Oegroseno, mengaku geram dengan penahanan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto. Ia menilai langkah yang ditempuh Kepala Badan Reserse Kriminal, Komjen Budi Wiseso, itu merusak etika penegakan hukum.

"Kalau sekarang saya yang jadi Wakapolri, sudah saya tempeleng dia," ujarnya, Jumat, 23 Januari 2015.

Bambang ditangkap tim Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Jumat pagi, 23 Januari 2015. Ia dianggap telah menyuruh saksi memberikan keterangan palsu terkait sengketa pilkada Kotawaringin Barat saat masih menjalani profesi sebagai pengacara di tahun 2010. Penangkapan itu terjadi selang sepekan setelah KPK menetapkan status tersangka terhadap calon Kapolri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Menurut Oegroseno, proses hukum terhadap Bambang terkesan liar lantaran tidak dikoordinasikan dengan pelaksana tugas Kapolri yang saat ini dijabat Komisaris Jenderal Badrodin Haiti. Budi menggerakan perangkat penyidikan tanpa melaporkan rencana penangkapan itu kepada Badrodin. "Ini bukti kalau Wakapolri tidak dianggap oleh perwira berbintang tiga," katanya.

Dari sisi hukum, penyelidikan kasus itu juga terkesan janggal lantaran laporan itu telah dicabut. Namun kembangkan lagi setelah menerima laporan ulang kasus itu sepekan lalu.

"Pelapor yang dulu sudah mencabut, dan saksi yang di Pangkalan Bun juga mengaku tidak ada masalah. Kenapa jadi masalah lagi? Kalau dilaporkan lalu dicabut, dan dilaporkan lagi, ini kan akrobat," ujar Oegroseno.

Oegroseno juga menyesalkan langkah penahanan Bambang di depan anak kandungnya. Menurut dia, penahanan itu bertolak belakang dengan semangat institusi polri yang sejak lama menggaungkan konsep polisi cinta anak.

"Saya cukup terpukul ketika mengetahui penahanan itu tidak mengindahkan aspek psikologi terhadap anak. Pengalaman itu pasti tidak akan pernah mereka lupakan seumur hidup," ujarnya.

Oegroseno menilai sumber masalah ini ada pada sosok Budi Gunawan dan Budi Wiseso. Kedua perwira tinggi itu dinilai telah mencoreng wibawa instusi kepolisian untuk tujuan yang bersifat politis.

"Saya meminta presiden menjaring ulang Kapolri yang baru. Tidak usah ditunda-tunda. Calon kapolri bermasalah kok masih dipertahankan. Bisa rusak institusi polri nantinya," katanya. (Tempo)

Pengamat: Satu Per Satu Pimpinan KPK Dikerjain, Kunci di Presiden

Jakarta - WARA - Setelah Wakil Ketua Bambang Widjojanto dijadikan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri atas kasus yang terjadi tahun 2010, giliran Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja juga dilaporkan ke Bareskrim. KPK yang terindikasikan ‘dihabisi’ ini akan berlanjut. Kuncinya, ada di Presiden Jokowi.

“Ini kan sebenarnya karena masalah politik, bola liarnya berkembang. Adnan akan dilaporkan kasusnya. Kemarin AS (Abraham Samad) dan BW (Bambang Widjojanto). Satu per satu pimpinan KPK dikerjain. Nah, kunci di presiden. Apa yang bisa dilakukan secara politis ke partainya? Ini kan tendensinya memang berasal dari partainya?” tutur peneliti politik dari Populi Center, Nico Harjanto.

Hal itu disampaikan Nico dalam diskusi Perspektif Indonesia di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/1/2015). Presiden Jokowi, harus segera berkomunikasi dan melobi PDIP.

PDIP sangat berperan menimbulkan kegaduhan, yang mendukung Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri meski ditetapkan tersangka oleh KPK, yang berbuntut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri.

“Misalnya, kemarin yang paling terlihat kencang sekali mendukung Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri itu adalah dari PDIP, kemudian yang kemarin membuat tuduhan kepada AS adalah Plt sekjen PDIP. Kemudian yang membuat laporan mengenai saksi palsu Bambang Widjojanto itu juga adalah kader PDIP,” papar Nico.

“Jadi, Jokowi itu sebagai presiden harus segera berkomunikasi dengan PDIP untuk menyelesakan masalah ini secara politik. Karena kalau tidak diselesaikan secara politik, ini akan berlarut-larut lagi. Karena tidak mungkin nantinya ketika ada pengisian posisi-posisi penting dan ada pengambilan keputusan-keputusan penting, Presiden akan selalu direcoki dan direpoti dan disandera kepentingan partai-partai ini,” tandas dia.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap Bareskrim Mabes Polri, Jumat (23/1) pagi kemarin. Bareskrim menangkap Bambang di jalan raya di kawasan Depok, Jawa Barat, pada pukul 07.30 WIB. Bambang dijerat tersangka karena menyuruh melakukan atau memberikan keterangan palsu di depan sidang pengadilan MK dalam kasus Pilkada Bupati Kotawaringin Barat tahun 2010 lalu. BW dikenai pasal 242 juncto 55 KUHP dengan ancaman kurang lebih 7 tahun bui. Polisi menangkap Bambang berdasar laporan kader PDIP Sugianto Sabran pada 19 Januari 2015.

Wakil KPK lain Adnan Pandu Pradja juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Adnan dilaporkan terkait kasus pencurian saham di lokasi, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Sabtu (24/1/2015), kedua pengacara yang akan melaporkan Adnan tiba di Bareskrim. Keduanya mengatakan ingin melaporkan Adnan atas kasus PT Desy Timber di Berau Kaltim.

“Kami ingin melaporkan terkait perampokan saham,” ujar Mukhlis di Bareskrim Polri. (detik)

Orang Goblok pun Tahu, Ini Serangan Balik Polisi


Bambang Widjojanto (BW) beri keterangan pers usai salat berjamaah di Masjid Annur, Depok, Jabar, 24 Januari 2015.

Jakarta – WARA - Budayawan Butet Kertaradjasa mensinyalir penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse Kriminal Polri sebagai wujud serangan balik. 
 
Menurut dia, penangkapan Bambang ini terkesan dendam Polri terhadap KPK yang telah menetapkan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka kasus suap.
 
"Ini goblok-goblokan aja deh. Segoblok-gobloknya masyarakat Indonesia yang punya akal sehat, pasti tetap melihat bahwa penangkapan Pak Bambang itu terkait penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan," ujar Butet di gedung KPK, Jumat, 23 Januari 2015.

Saat itu Butet bergabung dengan ratusan aktivis antikorupsi yang memenuhi halaman gedung KPK. Mereka menggelar aksi menentang penangkapan Bambang dan meminta KPK menangkap Budi Gunawan. "Kami ke sini untuk bersekutu memperkuat KPK melawan berbagai usaha untuk melemahkan institusi KPK," ujarnya.

Butet tak goyah keyakinannya meski Polri sudah menerangkan penangkapan Bambang bukan sebagai bagian dari skenario serangan balik. "Tapi kan kita bukan rombongan orang goblok, kita punya akal sehat dan bisa membaca itu," ujarnya. Dia pun berharap Presiden Joko Widodo memperlihatkan tindakan antikorupsi.

Harapan seperti itu juga disampaikan oleh Aktivis hukum dan pegiat koalisi masyarakat sipil, Todung Mulya Lubis. Seharusnya, Jokowi langsung mengambil tindakan tegas dengan menghentikan kisruh tersebut dan melakukan pemulihan atas dampaknya.

“Saya sedih," ujar Todung ketika ditemui di Gedung KPK, Sabtu, 24 Januari 2015. (Tempo)

Todung Mulya Lubis : Negara Tidak Butuh Presiden yang Sekadar Blusukan



Jakarta – WARA - Ketidaktegasan Jokowi atas pernyatannya terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menuai berbagai kecaman dari beberapa pihak. Ingatan kita seperti dibawa kembali pada kasus Obor Rakyat yang sempat heboh pada masa Pilpres tahun lalu. Pasalnya, di sana pernah dituliskan apakah Jokowi alatnya Megawati.

Dengan rangkaian kejadian yang signifikan, mulai dari penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, beredarnya foto rekayasa Abraham Samad, tudingan Samad yang melakukan 'lobi politik' dalam pertemuan dengan elite partai PDIP serta penangkapan Bambang ibarat benang merah yang saling berhubungan. 
Ditambah Jokowi dalam pernyataannya tidak memberikan suatu ketegasan apapun atas situasi yang terjadi. Ia seperti menyembunyikan  keberaniannya di balik kekuasaan seseorang.

Dari sikapnya yang lembek" banyak relawan Jokowi kecewa dan menagih janji-janji yang dikumandangkan pada masa Pilpres tahun lalu. Mereka juga mendatangi gedung KPK untuk memberikan dukungan dan mengharapkan Presiden yang bertanggung jawab.

"Yang kita pilih presiden yang bertanggung jawab. Kita tidak memilih Presiden untuk blusukan. Negara ini lebih dari sekadar blusukan," kata Todung Mulya Lubis di Gedung KPK, Jl H Rasuna Said, Jakarta, Jumat (23/1). (fastnews)