Minggu, 18 Januari 2015

Lagi, Beredar Foto Mesra Elvira dengan Seorang Lelaki

Sempat beredar foto mesra dengan wajah Abraham Samad dengan Putri Indonesia 2014.

Jakarta - WARA - Masyarakat sempat dihebohkan dengan beredarnya foto mesra lelaki yang berwajah mirip Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dengan wajah yang mirip dengan Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira.

Foto tersebut beredar satu hari setelah KPK menetapkan calon Kapolri, Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan gratifikasi saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SSDM Mabes Polri tahun 2004-2006 dan jabatan-jabatan lainnya di Polri.

Pakar telematika termasuk Abimanyu Wachjoewidajat secara tegas mengatakan foto tersebut adalah hasil editan alias palsu. Samad juga sudah memberikan pernyataan soal foto palsu tersebut.

“Itu hanya gosip untuk menjatuhkan kredibilitas saya setelah menetapkan status tersangka pada BG,” kata dia, Rabu 14 Januari 2015

Baru-baru ini, foto Elvira Devinamira kembali muncul di dunia maya, namun dengan laki-laki berbeda. Foto memperlihatkan lelaki berkacamata yang berpose mesra, persis seperti yang terlihat pada foto hasil editan Abraham Samad. Siapa laki-laki di foto tersebut?

Banyak netizen yang mengenali laki-laki tersebut adalah Agan Harahap, ahli edit foto. Dalam blog Agan Harahap, sudah banyak tokoh dunia dan nasional dia edit, seakan-akan foto tersebut benar-benar terjadi. (suara)

Pilot : Pak Menteri Kok Jawabannya Seenak Udelnya, Ngawur Banget!

Jakarta - WARA - Menteri Pemerintahan Jokowi kembali membuat kontroversi, Kali ini Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tak yang setelah puas mengobrak- abrik kantor operasional penerbangan, Jonan pun membekukan ijin rute beberapa maskapai penerbangan. Langkah berikutnya, dengan dalih keselamatan penerbangan, ia menghapuskan tiket murah yang selama ini menjadi ajang perang harga antara maskapai penerbangan berbiaya rendah (Low Budget Carrier, LCC). Yang terakhir, terjadi semalam, 14 Januari 2015 dalam acara talk show “Mata Najwa”.

Talk show yang dipandu oleh Najwa Shihab kali ini bertema “Jurus Jonan”. Ada beberapa hal penting yang ditanyakan kepada Jonan, sebagai narasumber utama dalam acara tersebut. Salah satunya adalah mengenai 61 ijin rute yang dianggap bermasalah.

Jonan mengatakan, AirAsia QZ8501 tak miliki ijin terbang pada Ahad. Najwa kemudian bertanya kepada Jonan, bagaimana mungkin tak miliki ijin namun bisa terbang.

Jonan menjawab, “Ada 2 pertanyaan terkait ini. Pertama, bagaimana mungkin tidak miliki ijin rute kok bisa terbang. Yang kedua, kenapa tidak diterbitkan terbang. Mau tanya yang mana?”

Najwa menjawab, “Dua-duanya”

Jonan kemudian menjawab, “Jika ditanyakan mengapa bisa terbang, ya bisa. Punya sayap kan? Ya jadi bisa terbang”.

Jawaban Jonan yang terkesan main-main ini sangat disayangkan oleh beberapa pilot yang turut menyaksikan acara tersebut.

“Waduh, Pak Menteri kok jawabannya seenak udelnya, ngawur banget”, ujar Norman, seorang penerbang sipil yang kini menjadi instruktur di sebuah sekolah penerbangan, semalam 14 Januari 2015.

“Becandanya Pak Jonan garing. Itu kan acara talk show yang formal, bukan acara dagelan. Jawaban

Pak Jonan malah memberi kesan ia melecehkan acara tersebut,” ujar Captain Setiawan, seorang pilot senior AirAsia.

Sementara, Faisal, seorang penerbang Garuda Indonesia justru mengamati jawaban Jonan pada pertanyaan pertama yang diajukan Najwa, mengenai mutasi di  lingkungan Kemenhub.

“Ada 11 pejabat yang dimutasi. Salah satunya pejabat eselon 13 , ujar Najwa.

Jonan langsung menjawab, “Tidak ada eselon 1 yang dimutasi.”

Ternyata, menurut Jonan, jabatan definitif DirJen Perhubungan Udara, telah kosong selama 8 bulan!

“9 bulan terakhir tidak ada Direktur Jenderal Perhungan Udara definitif di Indonesia, menunjukkan seperti apa kualitas regulator penerbangan Indonesia,” tandas Faisal.

Kekosongan jabatan itu tentu termasuk sebagai penyebab “ketidaktelitian secara administratif” -seperti yang dikatakan Jonan- yang menyebabkan adanya kekacauan dalam pengelolaan jasa transportasi udara di Indonesia.

Alangkah lebih bijaknya, jika Jonan merendahkan hati dan mau mengakui kesalahannya di hadapan publik, ketimbang membuat pernyataan-pernyataan yang akan membuat publik semakin antipati padanya.

Kejadian yang hampir sama pun sering dilakukan oleh presiden Jokowi. Dimana Jokowi juga menjawab pertanyaan dengan ‘ngawur’, seperti pernah kejadian dikampus salah satu perguruan tinggi Jogjakarta tempo lalu, “Saya cuma mengalihkan subsidi, bukan menaikkan harga BBM,” pernah di ucapkan oleh pria yang rajin berdusta itu dihadapan para mahasiswa. Ini membuktikan bahwa Jonan dan Jokowi itu “11 123 . (intriknews)

Di Mana Etikamu, Wahai Pak Pemimpin?



Surabaya – WARA - Polemik mengenai pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri mengundang reaksi dosen Etika dan Filsafat Universitas Airlangga Gitadi Tegas.
Gitadi mengungkapkan, jika sudah ada indikasi kuat bahwa Budi Gunawan tidak melakukan korupsi, maka akan ada persoalan etika yang perlu ditegakkan. Sebaliknya, jika memang ternyata bisnis Budi Gunawan memang sah dan tidak ada pelanggaran hukum, justru masyarakat yang harus meminta maaf karena terlanjur mengadili.
“Karena itu masyarakat tidak boleh langsung mengadili. Harus menunggu pembuktian dari KPK dulu. KPK pasti tidak akan sembarangan mengungkapkan hal itu kalau tidak didasarkan pada fakta yang kuat,” ujar Gitadi ketika dihubungi lewat telepon (16/1).

Meski demikian, memang ada yang perlu dipertanyakan dalam masalah rekrutmen calon Kapolri kali ini. Misalnya pembelaan diri Budi Gunawan mengenai bisnis keluarganya dan pernyataan bahwa dirinya tidak bersalah. 

“Selain itu masalah kepemimpinan Jokowi juga perlu dipertanyakan karena menunjuk calon Kapolri secara sepihak tanpa konsultasi dari Kapolri sebelumnya dan lembaga-lembaga seperti KPK dan PPATK,” tukas Gitadi.

Mengenai kepantasan siapa yang menduduk jabatan Kapolri kali ini secara etika perlu dikembalikan pada pihak yang merekrut atau direkrut. Gitadi menyayangkan praktek-praktek yang baik atau good governance yang berhasil diwujudkan oleh pemerintahan sebelumnya tidak ditiru sehingga memunculkan polemik semacam ini. (koranopini)

Mendung Iringi Pemakaman Rani di Kampung Ciranjang Cianjur



Cianjur - WARA - Rani Adriani (40), terpidana mati kasus narkoba akhirnya dimakamkan di pemakaman keluarga di RT 01/08 Kampung Ciranjang, Desa Ciranjang, Cianjur, Jawa Barat. Prosesi pemakaman yang berlangsung selama 15 menit ini diiringi isak tangis sanak keluarga yang ikut mengiringinya dari surau Haji Syarif hingga liang pemakaman.

Pantauan merdeka.com, Minggu (18/1), proses pemakaman ini mengundang perhatian warga sekitar. Ratusan warga sekitar berkumpul hingga mengelilingi kompleks makam pribadi yang luasnya hanya puluhan meter ini.

Pemakaman berlangsung sekitar pukul 11.30 WIB. Usai disalatkan, jenazah langsung dibawa ke pemakaman diiringi kumandang azan. Cuaca di sekitar lokasi pemakaman juga tampak mendung.

"Wajahnya tenang, bersih. Dia sudah soleha," ungkap salah seorang keluarga.

Sebelumnya, keluarga Rani Adriani, terpidana mati dalam kasus narkoba menyampaikan permintaan maaf secara khusus kepada masyarakat Indonesia. Dia mengakui, tindakan Rani mengikuti jejak Ola merupakan perbuatan yang salah, apalagi kasus yang dihadapinya sulit mendapatkan kata maaf.

"Kami menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, sampai tetangga pun kami lakukan. Kami juga memohon maaf kepada warga Cianjur," ujar sepupu Rani, Yuki di kediaman keluarga Rani, Ciranjang, Cianjur, Jawa Barat, Minggu (18/1).

Meski demikian, Yuki meyakini Rani hanyalah korban akibat perbuatan Ola, sahabatnya, hingga harus menjalani eksekusi mati. Sebab Ola yang merupakan gembong sebenarnya malah sempat menerima grasi dari presiden, sedangkan Rani ditolak.

"Saya mewakili keluarga Rani. Sejujurnya niat Rani bukan itu (selundupkan narkoba), dia hanya korban. Jelas murni korban," ungkapnya.

Dia menjelaskan, Rani tak pernah tahu dimanfaatkan Ola sebagai kurir. Dia hanya ditawari bepergian ke luar negeri oleh Ola yang juga keluarganya, tak disangka, Ola menyisipkan barang lain dalam bawaan mereka.

"Ternyata Ola membawa misi tanpa Rani sadari, Rani enggak pernah tahu, dia tahu setelah melihat barang bukti tersebut di Polda. Kepada keluarga, Rani mengaku tak pernah sentuh, sebab sudah di-pack rapi dalam koper. Dia duga tempat baju," tutupnya. (Merdeka)


Yusril Kritik Cara Jokowi Berhentikan Sutarman



Jakarta - WARA - Pemberhentian Jenderal Sutarman dan penunjukan Komjen Budi Gunawan untuk menggantikannya menuai polemik. Bahkan, pengamat hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra ikut mengkritik cara Jokowi melakukan reorganisasi di Korps Bhayangkara.

Yusril menyatakan, proses pemberhentian yang dilakukan Jokowi terhadap Sutarman bertentangan dengan undang-undang, sebab pemberhentiannya tidak melalui persetujuan DPR terlebih dahulu.

"Saya ingat betul perdebatan perumusan pasal ini DPR ketika saya mewakili Pemerintah membahas RUU Kepolisian. Mestinya Presiden dan DPR tahu bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dilakukan satu paket bukan dipisah," tulis Yusril dalam akun @Yusrilihza_Mhd, Sabtu (17/1).

Pernyataan yang disampaikan Yusril ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Di mana dalam Pasal 11 ayat (2) tertulis, "Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai alasannya."

Berdasarkan alasan itu, maka Presiden Jokowi tidak bisa seenaknya memberhentikan Sutarman dari jabatannya. Pengajuan pemberhentian pun harus disertakan dalam pengajuan calon Kapolri baru yang ditujukan kepada DPR.

"Presiden tidak bisa berhentikan Kapolri tanpa meminta persetujuan DPR seperti sekarang dilakukan terhadap Sutarman. Kecuali karena alasan mendesak, presiden dapat berhentikan Kapolri tanpa minta persetujuan DPR," tegas dia.

Yusril menambahkan, dalam mengajukan pemberhentian harus memenuhi salah satu syarat sesuai yang tercantum dalam undang-undang, yakni melanggar sumpah jabatan atau dianggap membahayakan keamanan negara. Jika itu terpenuhi, maka Jokowi bisa memberhentikan Kapolri dan menunjuk Plt tanpa harus melalui persetujuan DPR.

"Apakah Sutarman melakukan pelanggaran sumpah jabatan atau melakukan makar sebelum diberhentikan presiden? Saya tidak tahu."

Tak hanya soal pemberhentian, berdasarkan undang-undang tersebut pula, pengangkatan Plt Kapolri juga harus melalui persetujuan dewan.

"Pada saat yg bersamaan, presiden harus meminta persetujuan DPR tentang pengangkatan Plt tadi," tutupnya. (Merdeka.com)

Pemerintah Belanda dan Brasil Kecewa Terhadap Eksekusi Mati di RI


Presiden Brasil Dilma Roussef

WARA - Pemerintah Brasil dan Belanda memanggil pulang Duta Besar mereka ke negara masing-masing usai warganya dieksekusi mati oleh regu tembak di Pulau Nusakambangan dini hari tadi. Padahal, sebelumnya Pemerintah Belanda dan Brasil memohon agar Indonesia membatalkan eksekusi mati tersebut. 
 
Kantor berita Reuters, Minggu, 18 Januari 2015 melansir Dubes Brasil untuk Indonesia, Paulo Alberto Da Silveira Soares, ditarik pulang untuk berkonsultasi dengan pemerintah. Mereka mengatakan eksekusi mati terhadap Marco Archer Cardoso Moreira jelas akan berdampak ke hubungan bilateral kedua negara. 

"Pemberlakuan hukuman mati, yang dikecam oleh masyarakat dunia, jelas sangat mempengaruhi hubungan dengan negara kami," ujar Presiden Dilma Roussef dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita Brasil. 

Sementara, Pemerintah Belanda menarik Dubes Tjeerd de Zwaan, karena pemerintah tetap mengeksekusi warga mereka, Ang Kiem Soei. 

"Ini merupakan sebuah hukuman yang kejam dan tidak berperikemanusiaan yang menolak martabat dan integritas manusia," ujar Menteri Luar Negeri, Bert Koenders. 

Sebelum dieksekusi, pengacara Soei, berkicau di media sosial, bahwa kliennya berterima kasih atas upaya Pemerintah Belanda untuk melobi Indonesia, kendati gagal. Soei pun memilih untuk tetap dieksekusi dalam keadaan mata tidak ditutup. 

Selain warga asal Belanda dan Brasil, Indonesia turut mengeksekusi mati terpidana narkoba asal Malawi, Nigeria dan Vietnam. Presiden Joko Widodo telah merestui eksekusi hukuman mati setelah menolak grasi yang diajukan oleh para napi itu. 

Ini merupakan eksekusi pertama dan terbanyak setelah kali terakhir dilakukan pada 5 tahun lalu. Penghidupan kembali hukuman mati dikecam oleh banyak pihak termasuk organisasi Amnesti Internasional dan Uni Eropa. 

"Ini merupakan sebuah negara yang beberapa tahun lalu telah mengambil langkah positif untuk menjauhi hukuman mati. Tetapi otoritas yang saat ini berkuasa sepertinya malah mengambil langkah yang berbeda," ungkap Direktur Amnesti Internasional kawasan Asia Tenggara, Rupert Abbott. 

Sementara UE beranggapan hukuman mati yang masih berlaku di Indonesia dianggap kejam dan tidak manusiawi. (Viva)