Selasa, 15 Juli 2014

Neneng, Korban Kesewenangan PDIP




Majalengka-WN,
Adalah Neneng Een Komariah, mantan anggota DPRD fraksi PDI-Perjuangan Kabupaten Majalengka (wakil rakyat perempuan, sang penyambung lidah aspirasi kaum petani) dikaki bukit Gunung Ciremai, tepatnya di Desa Tejamulya Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Telah menjadi korban atas kesewenangan partai PDIP, yang memfitnahnya meninggal dunia, sementara dirinya dalam kondisi segar bugar.

Sungguh sangat aneh tapi benar-benar nyata, mungkin dari sekian banyak para wakil rakyat atau anggota DPR/DPRD yang ada di Indonesia, tampaknya hanya Neneng Een Komariah saja yang mengalami nasib tragis dilengserkan oleh partai PDIP dari jabatannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Majalengka Jawa Barat dengan dasar alasan dinyatakan "telah meninggal dunia" (Pasal 94 ayat 1 huruf a, UU susduk MPR/DPR/DPRD), padahal dengan jelas kondisi Neneng, dalam keadaan sehat wal 'afiat.

Selain alasan yang sangat biadab tersebut, konon katanya Neneng dianggap sebagai kader partai yang telah melanggar ketentuan AD/ARD Partai, karena ada anggota kluarganya yang menjadi anggota partai dan menjadi caleg dari partai lain.

Hal tersebut membuat hati Neneng merasa sangat terluka atas tuduhan dan dasar-dasar alasan yg dibuat sangat kental dengan nuansa politis dan sangat diskriminatif. Terlebih surat ajuan PAW yang terkesan dilakukan secara sembunyi-sembunyi terbut, tiba-tiba dan tanpa disengaja ditemukan langsung oleh Neneng di ruangan bagian umum Sekretariat Dewan DPRD Kab. Majalengka Jawa Barat.

Sebelum mengambil upaya gugatan hukum melalui Pengadilan Negeri Majalengka, yang kemudian pada akhirnya memilih tidak meneruskan proses gugatan setelah proses hukum itu sendiri tidak dihormati alias mereka labrak.

Neneng, sebenarnya telah berupaya menanyakan tentang masalah, mengapa dirinya sampai diperlakukan sedemikian oleh parpol yang konon katanya mempunyai jargon sebagai partai "wong cilik" dan parpol yang pengusung demokrasi, dengan berkirim surat secara resmi kepada Ibu Megawati Soekarnoputri, sebagai Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan. Namun sayang, 3 kali surat yang dia kirimkan, ternyata sampai dengan detik ini pun tak kunjung mendapatkan jawaban.

Neneng mnuturkan, bahwa jika dirinya dianggap telah melanggar ketentuan AD/ART partai, maka semestinya dirinya terlebih dahulu diberikan teguran melalui surat peringatan SP1 dan SP2. Dan jika pemberhentian tersebut didasarkan hanya karena gara-gara ada anggota kluarganya yang menjadi anggota parpol atau menjadi Caleg dari parpol lain, maka semestinya Ibu Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI-P, Bapak Sidharto Danu Subroto (Ketua MPR dan Ketua DPP PDIP) dan Bapak Tjahjo Kumolo (selaku Sekjen DPP PDIP), memperlakukan hal yang sama yaitu memberhentikan juga Sdr. Maruarar Sirait, anggota DPR RI fraksi PDIP, karena bukankah saudara atau adik kandungnya sendiri yaitu Batara Immanuel Sirait, menjadi kader parpol dan caleg dari partai lain, dengan kata lain dari partai yang berbeda.?

Permasalahan diskriminasi politik yang menimpa Neneng, sesungguhnya secara resmi telah terjadi sejak 6-7 bulan lalu dilaporkan ke lembaga Komnas HAM, namun sungguh disayangkan Komnas HAM terkesan mandul dan impoten.

Selain itu, Neneng juga pernah menggugat secara resmi melalui hukum Perdata di kantor Pengadilan Negri Majalengka, ketika putusan awal, sesungguhnya majelis hakim membrikan putusan menolak jawaban eksepsi dari para tergugat (DPC, DPD, dan DPP PDI-P), namun karena mereka tak menghormati proses hukum yang masih sedang berjalan dan belum adanya putusan hukum yang incraht dari lembaga pengadilan, dan ternyata proses PAW tetap terjadi.

Maka selain karena keterbatasan dana yang dimilikinya, pada proses gugatan tersebut, akhirnya Neneg memilih tidak meneruskan. Proses hukumnya saja sudah tidak dihormati dan mereka labrak.
“Ya untuk apa saya melanjutkan gugatan tersebut, dimanakah keadilan itu berada.? ingatlah, Allah SWT maha mengetahui, mana yang benar dan mana yang salah. Pasti Allah akan membuat perhitungan atau balasan atas perlakuan kedhzoliman yang mereka lakukan terhadap saya,” ujar Neneng pasrah.

RRI Dapat Uang dari Mana Bisa Buat "Quick Count"?

Kompas.com/SABRINA ASRIL Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua


Jakarta, — Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Max Sopacua, mengatakan, alasan Komisi I memanggil Radio Republik Indonesia (RRI) terkait hitung cepat Pemilu Presiden 2014 bukan hanya karena RRI dianggap memihak. Namun, kata Max, RRI harus mempertanggungjawabkan sumber pendanaan hitung cepat itu karena menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Kalau RRI dipanggil, wajar saja. Selama ini RRI menggunakan APBN. Untuk siaran bilangnya uang enggak cukup, kok bisa melakukan survei. Dari mana anggarannya?" kata Max, saat dihubungi pada Selasa (15/7/2014).

Max mengungkapkan, sumber pendanaan itu lebih penting untuk diketahui daripada soal memihak atau tidak memihak. Komisi I, kata Max, ingin mengetahui pos anggaran mana yang dipakai RRI untuk membiayai kegiatan tersebut. Max mengatakan khawatir bahwa terjadi penyalahgunaan anggaran untuk melakukan hitung cepat itu.

"Di sisi lain, RRI ini kan dibuat untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan politik. Apalagi RRI pakai uang negara, ini tidak boleh," kata mantan presenter TVRI itu.

RRI tidak hanya melakukan hitung cepat saat Pilpres 9 Juli lalu. Pada pemilu legislatif 9 April lalu, lembaga itu juga melakukan kegiatan yang sama. Lalu, mengapa DPR baru mempermasalahkannya sekarang? Saat ditanya soal ini, Max berdalih bahwa Komisi I juga akan menanyakan hitung cepat pileg.

"Itu pileg dan pilpres yang nanti akan ditanyakan, dari mana anggarannya?" kata Max.

Sebelumnya, rencana pemanggilan RRI ini diungkapkan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq. Menurut Mahfudz, yang juga anggota timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, RRI bukan lembaga survei resmi yang dapat melakukan hitung cepat. Selain itu, RRI merupakan lembaga penyiaran publik yang harus dapat menjaga netralitasnya saat pilpres.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin membantah adanya rencana pemanggilan jajaran RRI. Dia menjelaskan, memanggil seseorang atau lembaga ke DPR RI harus dengan persetujuan semua fraksi yang ada di komisi.

Hasil hitung cepat RRI menunjukkan, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul dengan perolehan 52,71 persen. Adapun Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 47,29 persen. (Sumber : Kompas.com)

Prabowo: Saya mantan prajurit ngerti perang, saya Ingin damai


Prabowo: Saya mantan prajurit ngerti perang, saya ingin damai
Prabowo hadiri peluncuran buku 10 tahun koperasi.
 
Merdeka.com - Calon presiden Prabowo Subianto mengaku pihaknya sudah menahan diri setelah pemilihan umum presiden. Dia menjamin akan tetap menjaga suasana damai setelah KPU resmi mengumumkan hasil pilpres.

Hal itu diungkapkan Prabowo saat menyambangi Ketua Muhammadiyah di markas Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (15/7). Dalam acara tersebut juga dihadiri bos MNC Grup Hary Tanoesoedibjo dan Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical).

"Semua peserta adalah putra-putra bangsa. Saya bertekad untuk terus menjaga suasana yang sebaik-baiknya. Kami pun punya kekuatan besar, tapi kami menahan. Kami di mana-mana diintimidasi, di Sumedang, kantor rumah Ketua DPC PKS dibakar. Tapi kami ingin damai sekali, apalagi ini Ramadan," kata Prabowo di lokasi.

Mantan Danjen Kopassus itu menambahkan, dirinya sangat mengetahui arti dan makna dalam perang. Maka itu, dia enggan berbuat seperti itu. "Saya mantan prajurit, tahu artinya perang, makanya saya ingin damai," ucapnya.

Di sisi lain, Prabowo menyebut bahwa ada negara asing yang ingin menghancurkan Indonesia. "Saya khawatir ada negara tertentu yang ingin Indonesia ramai, kadang-kadang ada negara yang belum puas kalau Indonesia belum pecah," terangnya.

Prabowo: Sampai Mati Saya Pegang Janji

"Kalau Prabowo yang tanda tangan, sampai mati akan saya ikuti."
Selasa, 15 Juli 2014
Calon presiden nomor urut satu Prabowo Subianto memberikan sambutan saat menghadiri koalisi permanen Koalisi Merah Putih, Jakarta, Senin (14/07/2014).
Calon presiden nomor urut satu Prabowo Subianto memberikan sambutan saat menghadiri koalisi permanen Koalisi Merah Putih, Jakarta, Senin (14/07/2014). (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)

Jakarta, - Calon presiden Prabowo Subianto menerima piagam  Deklarasi Permanen Koalisi Merah-Putih di Taman Proklamasi, Jakarta, Senin 14 Juli 2014. Piagam kesepakatan kerjasama di parlemen ini menjadi hal yang penting bagi pemerintahan ke depan dimana tujuh partai resmi bergabung dalam piagam ini.

"Saya berterimakasih atas kesepakatan ini. Kalau Prabowo yang tanda tangan sampai mati akan saya ikuti. Kita bukan orang yang ingkar janji. Sampai mati saya pegang janji," tegasnya di depan enam ketua partai.

Parabowo mengatakan dengan deklarasi ini kekuatan di parlemen semakin membuatnya yakin untuk memimpin Indonesia. Ia mengatakan sungguh dirinya memang membutukan dukungan parlemen untuk memimpin roda pemerintahan yang efektif dan efisien.

"Dengan penandatanganan ini kekuatan kita di parlemen semakin tegas. Kita mempunyai kekuatan 2/3 dari parlemen. Di mana parlemen saat ini diisi oleh 10 partai," jelasnya.

Meski kemenangan sudah di depan mata ketua dewan pembina partai Gerindra ini meminta semua pendukungnya tidak eforia. Ia meminta semua untuk tenang dan tidak terbawa suasana.

"Kita harus taat asas. Kita harus taat undang undang. Kita harus bersabar. Orang sabar adalah orang yang kuat. Kita tunggu semua hasil keputusan KPU," jelasnya.

Namun purnawirawan jenderal bintang tiga ini meminta semua pendukungnya untuk tetap wasapada.
"Kita harus waspada. Jangan dianggap sabar kita lemah atau takut. Demi kebenaran keadilan, kedialan dan kejujuran kami siap berkorban untuk menjaga republik ini," ujarnya.
 
Prabowo, adalah seorang prajurit sejati yang senantiasa memegang janji dan berkomitmen dengan apa yang terlah disepakatinya. Hal tersebut sudah terbukti dengan kesetiaan selama ini menahan diri atas apa yang menimpa dirinya.