Kamis, 29 Januari 2015

UGM Bela Jokowi Mati-matian



Yogyakarta - WARA - Gonjang-ganjing antara KPK dengan Polri berdampak pada Presiden Jokowi. Kisruh dua institusi tersebut dinilai sebagian kalangan karena kepemimpinan Jokowi yang lemah sehingga dua lembaga tersebut kembali terlibat seteru.

Meski demikian, tidak semua pihak menyalahkan Jokowi dalam kisruh KPK dan Polri. Universitas Gajah Mada (UGM) tempat dahulu Jokowi menimba ilmu membela mati-matian mantan wali kota Solo itu.

Menurut Rektor UGM Dwikorita Karnawati langkah Presiden Joko Widodo menggandeng sejumlah tokoh masyarakat dalam mencari penyelesaian KPK vs Polri sudah tepat. Menurut dia, memang seharusnya presiden mendengarkan suara rakyat, termasuk tokoh masyarakat dan akademisi.

Dwikorita Karnawati juga membela Presiden Jokowi terkait isu lain yang saat ini sedang hot. Apa saja pembelaan UGM untuk Jokowi? Berikut ulasannya:

UGM ajak masyarakat pertahankan Jokowi sampai 5 tahun

Tiga bulan sudah Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Munculnya kekisruhan antar lembaga serta keputusannya dalam mengambil kebijakan ditengarai sebagai pertanda mantan wali kota Solo tersebut tidak mampu memimpin negara ini.

Sejumlah kalangan memprediksi masa jabatan Jokowi tak akan selesai hingga 5 tahun mendatang. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Effendi Simbolon bahkan pesimistis, pemerintahan Jokowi hanya akan bertahan kurang dari 2 tahun. Menurut dia publik sudah mulai sadar atas kinerja Jokowi yang terus menuai kontroversi.

Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Paripurna P Sugarda berpendapat lain. Menurutnya, pemerintahan Jokowi harus dipertahankan sampai 5 tahun mendatang. Jika harus berhenti di tengah jalan resikonya terlalu tinggi.

"Kita tidak ingin terjadi gejolak-gejolak yang tinggi biayanya. Apalagi kalau kita harus memulai semua dari awal. Apalagi tahun ini kita akan menghadapi Single ASEAN Economic Community dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Semua sudah di depan mata, kalau kita harus mulai dari awal, biaya dan resikonya sangat tinggi," ujar Paripurna, saat ditemui merdeka.com di Sukoharjo, Selasa (27/1).

Menurut Mantan Dekan Fakultas Hukum UGM tersebut, terpilihnya Jokowi menjadi presiden juga didukung oleh rakyat, bukan hanya oleh partai politik. Masyarakat dan semua elemen lainnya, kata Paripurna harus ikut menjaga agar Jokowi tidak berhenti di tengah jalan.

Rektor UGM Dwikorita Karnawati menambahkan, menghadapi gejolak seperti sekarang ini negara Indonesia harus tangguh. Masyarakat harus bisa berpikir untuk konteks negara. Indonesia, kata dia, harus kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta tidak menjadi under-bow negara lain.

"Agar negara kita tangguh, pimpinan kita harus tangguh. Nah agar pimpinan kita tangguh, kita, rakyat yang sudah memilih beliau, ya harus mendukung. Ini tidak hanya menyelamatkan presiden, tapi juga menyelamatkan negara. Kalau presiden kita mendapat masalah, yang rugi kan bukan cuma presiden, tapi juga negara dan rakyat Indonesia," paparnya.

Dwikorita mengajak rakyat Indonesia untuk bersama sama menegakkan persatuan. Ia juga mengimbau agar para elit politik maupun siapapun yang mempunyai kepentingan untuk mau sedikit mengalah, demi kepentingan yang lebih besar.

"Jangan sampai kita terjebak dalam pemikiran, hanya dua tahun misalnya. Itu melemahkan diri kita sendiri. Kita harus berusaha agar itu tidak terjadi. Musuh kita itu bukan ada di dalam, tapi dari luar," pungkasnya.


UGM dukung Jokowi bentuk tim independen

Rektor UGM Dwikorita Karnawati menilai langkah Presiden Joko Widodo menggandeng sejumlah tokoh masyarakat untuk menyelesaikan konflik Polri vs KPK sudah tepat. Menurut dia, memang seharusnya presiden mendengarkan suara rakyat, termasuk tokoh masyarakat dan akademisi.

"Itu sudah termasuk salah satu klausul yang kami rekomendasikan. Yang dilakukan presiden termasuk langkah maju dengan mendengarkan masukan dari tokoh masyarakat, akademisi, LSM yang menjaga kemurnian langkah-langkah beliau," ujar Dwikorita kepada merdeka.com, di Sukoharjo, Selasa (28/1).

Terkait ucapan Jokowi, saat menggelar konferensi pers bersama sejumlah tokoh, belum lama ini, Dwikorita menilai langkah tersebut sebagai langkah maju. Apa yang diucapkan Jokowi merupakan awal ketegasan seorang presiden dalam rangka penegakan hukum. Ia meminta agar semua anak bangsa mendorong langkah Jokowi.

"Itu awal dari ketegasan beliau. Perlu didorong terus dari semua pihak. Semua pihak harus mengesampingkan kepentingan pribadi dan kelompok," katanya.


Rektor UGM minta pernyataan Menteri Tedjo tak didramatisir

Pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno yang menuding Komisi PemberantasanKorupsi (KPK) telah melakukan provokasi massa mendapat banyak kecaman. Bahkan muncul gerakan yang mendukung lembaga antikorupsi tersebut. Tedjo menyebut para pendukung KPK sebagai rakyat yang tak jelas.

Pernyataan Tedjo Edhy Purdijatno, juga menjadi buah bibir di media sosial. Bahkan, nama Tedjo mendadak mencuat sebagai trending topics di Twitter. Bahkan sebagian lagi mengolok-ngolok Menteri Tedjo dan menyandingkannya dengan pesulap Pak Tarno.

Menanggapi hal tersebut, Rektor UGM Dwikorita Karnawati menanggapinya dengan santai. Ia meminta masyarakat agar tidak menanggapinya secara berlebihan. Masyarakat diminta untuk berkonsentrasi atau memikirkan hal lain yang lebih berguna.

"Nggak usah ditanggapi secara berlebihan, tidak usah didramatisir. Statement apapun kadang membuat kita menjadi saling mengumpat. Kalau kita berpikir untuk kepentingan negara, kalau ada statement itu tidak pas, ya kita komentari sekali saja boleh. Kita tanggapi dengan senyuman saja," ujar Dwikorita, kepada merdeka.com, di Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (27/1).

Masyarakat, kata dia, harus bisa bersikap dewasa, apalagi masyarakat Indonesia mempunyai pengalaman yang cukup panjang saat terjadinya proses reformasi. Kalau masyarakat sensitif, lanjut Rektor, tidak akan ada selesainya, sehingga tidak sempat berpikir dan bekerja. Masyarakat, masih kata Rektor, jangan hanya berkutat pada masalah itu saja. Saling hantam di dalam hingga kita lupa ke tujuan utama.

"Kita tidak ingin terjebak, meskipun kami juga dianggap tidak jelas. Nggak perlu kita dramatisir, lalu sakit hati dan membalas dengan statement lagi, kapan selesainya? Energi kita akan habis, lebih penting kita jaga konstitusi, jaga kesatuan bangsa," pungkasnya. (Merdeka.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar