Senin, 02 Februari 2015

Bolehkan Freeport Ekspor Mineral Mentah, Jokowi & Sudirman Digugat



Konpers Menteri ESDM dan Freeport.
Jakarta - WARA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said digugat oleh sebagian warga negara lantaran memberikan izin ekspor mineral mentah kepada PT Freeport Indonesia. Dalam hal ini, pemberian izin tersebut dinilai melawan amanah Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang melarang perusahaan tambang mengekspor mineral mentah jika tidak memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.

Para penggugat tersebut adalah Arif Poyuono, Haris Rusly, Kisman Latumakalita, dan Iwan Sumule. Mereka mengajukan gugatan citizen law suit atau yang lazim dikenal gugatan warga negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Gugatan ini kami daftarkan sebagai bentuk penegakan hukum dan UU yang sah secara konstitusional dan akan ketidakmengertian sikap Presiden Jokowi dan pengkhianatan Trisakti dan Nawacita dengan mengizinkan Menteri ESDM Sudirman Said menandatangani nota kesepahaman perpanjangan ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia," ujar salah satu penggugat, Arief Poyuono usai mendaftarkan gugatan di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/2).

Arief menuding Jokowi dan Sudirman telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan izin ekspor tersebut. Bahkan izin tersebut juga dinilai telah melawan konstitusi yaitu Pasal 33 UUD 1945 yang mewajibkan seluruh hasil bumi dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Selain melanggar konstitusi dan UU Minerba, penandatangan nota kesepahaman tersebut juga mengusik rasa nasionalisme kita," kata dia.

Pemberian izin tersebut telah menciptakan diskriminasi bagi perusahaan tambang nasional. Secara tegas, Arif menuding pemerintah memberikan perlakuan istimewa kepada Freeport yang jelas-jelas telah melakukan pembangkangan dengan tidak membangun smelter kurun waktu enam tahun sejak UU Minerba diundangkan.

"Sebagai perusahaan tambang terbesar, seharusnya Freeport Indonesia tidak mengalami kesulitan membangun smelter, terlebih waktu yang diberikan UU sangat layak yaitu lima tahun sejak UU tersebut diundangkan," kata dia.

Selain menggugat Jokowi dan Sudirman, Arif menyatakan juga menjadikan Freeport sebagai pihak tergugat ketiga. Dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor registrasi 50/PDT.GBTH.PI.W/2015/PN.JKT.PST ini, pihaknya meminta majelis hakim untuk membatalkan nota kesepahaman yang telah dibuat oleh pemerintah dengan Freeport.

"Tuntutan utama kami adalah meminta majelis hakim menghukum Jowi untuk membatalkan nota kesepahaman dengan Freeport serta seluruh perjanjian dan atau produk hukum lainnya secara garis besar memberikan izin ekspor meskipun belum memiliki smelter di Indonesia," terang dia.

Di samping itu, Arif juga meminta majelis hakim memberikan putusan sela selama perkara ini ditangani. Putusan sela tersebut yaitu melarang adanya aktivitas produksi maupun ekspor yang dijalankan oleh Freeport.

"Kami meminta hakim melarang adanya aktivitas pengerukan maupun ekspor selama belum ada kekuatan hukum yang tetap," pungkas dia. (Merdeka.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar