Kamis, 04 Desember 2014

Soal KTKLN, PJTKI Sayangkan Presiden Jokowi Tabrak UU


Ribuan Buruh Migran Indonesia (BMI) Hong Kong Minggu (1/9) berunjuk rasa menuntut penghapusan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), karena menjadi ajang pemerasan bagi BMI. (sumber: Ist)

Jakarta WARA - Para pelaku penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, sangat menyayangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengeluarkan kebijakan menghapus Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) untuk TKI.


Pasalnya, KTKLN merupakan amanat UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. "Kenapa Presiden harus tabrak UU? Ini sangat bahaya. Presiden yang menabrak UU suatu ciri pemimpin yang otoriter bahkan totaliter," kata Ketua Bidang Organisasi dan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Jasa Penempatan TKI Asia Perusahaan Pasifik (Ajaspac), Halomoann Hutapea, Selasa (2/12) malam.

Sebagaimana diberitakan, Presiden Jokowi menjawab permintaan para TKI lewat e-Blusukan dari Gedung Bina Graha, Istana Negara, Jakarta, Minggu (30/11), mengatakan, KTKLN dihapus. "Udah, KTKLN dihapus," kata Jokowi.

UU 39 / 2004 Pasal 26 ayat (2) berbunyi," Penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan: a. perusahaan yang bersangkutan harus berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum Indonesia; b. TKI yang itempatkan merupakan pekerja perusahaan itu sendiri; c. perusahaan memiliki bukti hubungan kepemilikan atau perjanjian pekerjaan yang diketahui oleh Perwakilan Republik Indonesia; d. TKI telah memiliki perjanjian kerja; e. TKI telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dan/atau memiliki polis asuransi; dan f. TKI yang ditempatkan wajib memiliki KTKLN."

Pasal Pasal 62 UU ayat (1) UU tersebut, menyatakan, setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Pasal 62 ayat (2) mengatakan, KTKLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan TKI di negara tujuan. Pasal 64 UU itu menyatakan, pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN.

Berdasarkan itu, kata Halomoan, kebijakan Presiden menghapus KTKLN sungguh menabrak UU. Kalau Presiden menghapus KTKLN seharusnya merevisi terlebih dahulu UU yang mengaturnya. "Atau memang merasa mendesak ya keluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Tapi untuk hal ini belum ada yang terlalu mendesak," kata dia.

Menurut Halomoan, TKI memperoleh KTKLN sesuai ketentuan UU adalah secara gratis bukan dipungut biaya sebagai dipraktikan selama ini. Yang salah selama ini, kata dia, oknum pemerintah sendiri terutama dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang memungut biaya untuk TKI yang harus memperoleh KTKLN.

"Kalau ada tikus dalam rumah, kenapa tikusnya saja yang ditangkap? Kenapa rumahnya yang dibakar? Demikian juga hal ini. Kenapa tidak pejabatnya saja yang ditertibkan? Jokowi benar-benar merusak sistem demokrasi karena tabrak UU," tegas Halomoan.

Menurut Halomoan, ketika KTKLN dihapus maka pengiriman TKI secara ilegal akan semakin marak. "Karena KTKLN itu penting untuk pendataan TKI. Lihat saja nanti akan semakin sulit mendata," kata dia.
Senada Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), Ayub Basalamah, menyayangkan Presiden menabrak UU. "Yang salah adalah oknum pemerintah sendiri. Kenapa UU ditabrak?" kata dia.

Namun, Ayub pasrah dengan keputusan pemerintah. "Ya, kita pasrah apa maunya pemerintah. Dia tabrak hukum silahkan," kata dia. Ayub berharap, pemerintah segera keluarkan kebijakan lain untuk mengganti KTKLN.

Menurut Ayub, saat ini sebanyak 20.000 TKI legal dikirim ke luar negeri setiap bulan, dan TKI illegalnya sekitar 10.000 setiap bulan. "Nah, kalau KTKLN dihapus TKI ilegal akan semakin banyak," kata dia.
Sementara Menteri Ketenagakerjaan Muh Hanif Dhakiri ketika ditanya mengenai hal ini di kantornya, Selasa (2/12) sore mengatakan, semangat pemerintah adalah memberikan pelayanan dan perlindungan untuk TKI. Nah, untuk mengganti KTKLN pemerintah sedang memikirkannya. "Kita masih memikirkan pengganti KTKLN," kata dia.

Ketika ditanya mengenai Presiden menabrak UU, Hanif menjawab, "Jangan melihat menabrak UU-nya tetapi melihat semangat pelayanan dan perlindungan untuk TKI," kata dia. (Suara Pembaruan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar