Kamis, 04 Desember 2014

Pemerintahan Jokowi Masih Belum Sentuh Akar Masalah Sektor Migas



Jakarta - WARA – Satu bulan lebih pemerintahan Jokowi-JK, Menteri ESDM membuat gebrakan dengan membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dikepalai oleh Faisal Basri pada pertengahan November lalu. Tim ini bertugas untuk mengkaji seluruh kebijakan dan aturan main tata kelola migas dari hulu hingga hilir yang memberi peluang mafia migas beroperasi secara leluasa. Selain itu menata ulang kelembagaan, mempercepat revisi UU Migas dan mendorong lahirnya iklim industri migas di Indonesia yang bebas dari para pemburu rente.

Namun bagaimana dengan produksi migas nasional, apakah pemerintahan Jokowi-JK mampu mengatasi ancaman sebagai negara net importer energi yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2019?

Saat ini konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,5 juta barel per hari, sementara di tahun 2019 diperkirakan kebutuhan energi nasional mencapai 6,19 juta barel setara minyak per hari (boepd) pada 2019. Dan pasokan energi dalam negeri hanya 6,04 juta boepod.

Pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai  dari kinerja Pemerintahan Jokowi setelah satu bulan lebih, lebih banyak condong ke aspek formalitas dan tampilan. 

“Banyak hal yang dikerjakan justru lebih kepada upaya memenuhi keinginan publik seperti memberantas mafia migas, namun hal substansi  atau akar masalahnya belum terlihat. Di sektor migas inti persoalannya adalah bagaimana meningkatkan  cadangan produksi migas  dan itu belum ke sana,” terangnya.

Menurut Komaidi Notonegoro, tema yang diusung di depan publik oleh pemerintahan Jokowi-JK di sektor migas saat ini masih sebatas formalitas dan tampilan  karena itu yang laku dijual ke publik. “Sentimennya  masih kampanye," ujar Komaidi.

Dengan kondisi ini, kalau tidak melakukan apapun, Indonesia akan menjadi net energy importer mulai 2019 nanti. Lukman Mahfoedz, Ketua Indonesia Petroleum Association (IPA) menghitung angka kebutuhan energi akan menyentuh 7,7 juta boepd sudah termasuk berbagai jenis energi lain selain minyak dan gas pada 2025. 

Pada saat itu, kebutuhan migas masih cukup besar, yakni sekitar 47 persen atau 3,6 juta boepd. Dengan kondisi migas saat ini, maka akan ada sekitar 2,4-2,5 juta boepd kekurangan pasokan yang harus dipikirkan solusinya. (fastnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar