Selasa, 03 Februari 2015

Kecewa Pada Jokowi, Mahasiswa Papua Gelar Demo Tuntut Referendum



Demo kemerdekaan Papua.

WARA - Sekelompok mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar demontrasi menuntut referendum bagi Papua Barat. Puluhan mahasiswa itu berorasi, membentangkan berbagai spanduk dan poster menuntut kemerdekaan bagi propinsi paling timur di Indonesia itu.

Beberapa pesan tulisan yang dibentangkan melalui poster dan spanduk di antaranya 'Berikan Kebebasan dan Hak Penentuan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua', 'Tarik Militer (TNI dan Polri) Organik dan Nonorganik Dari Seluruh Tanah Papua', 'Referendum Now For West Papua', 'Tutup Freeport, BP LNG Tanggu, Medco, Corindo dan perusahaan asing lainnya dari Papua'. Dalam orasinya mereka menolak segala bentuk intimidasi dan upaya yang mereka sebut sebagai pembantaian rakyat Papua.

Mereka mengungkapkan kekecewaan dengan perpanjangan kontrak yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla atas Freeport.

"Perpanjangan kontrak Freeport akan menambah penderitaan bagi rakyat Papua. Kami belum mendapat manfaat, kami dianggap tukang parkir. Kami sangat kecewa dengan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla," kata juru bicara aksi, Yustus Yekusamon, Senin (2/1/2015).

Sejak zaman Soeharto, bahkan hingga pemerintahan Jokowi kekerasan tetap terjadi. AMP memiliki data pembantaian atas 5 nyawa di Enrotali Kabupaten Pania pada 8 Desember lalu oleh aparat keamanan. Itupun tidak pernah direspon.

"Sampai sekarang Jokowi tidak pernah mengirimkan tim investigasinya. Padahal kejadian itu beberapa saat sebelum Jokowi menggelar acara Natal di Papua," terangnya.

AMP juga menyebut bahwa sejarah Papua telah dimanipulasi oleh kepentingan ekonomi dan politik imperialisme Amerika Serikat. Karena proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 7 Maret 1967, telah didahului dengan penandatanganan kontrak Freeport dengan pemerintahan Indonesia.

Klaim kemenangan Pepera, katanya, sudah ditentukan dua tahun sebelumnya, sehingga prosesnya syarat dengan manipulasi. Dari 809.337 penduduk Papua saat itu hanya diwakili oleh 1.025 orang, itupun terlebih dahulu dikarantina. Hanya 175 orang yang akhirnya memberikan suaranya.

"Freeport milik Imperialisme Amerika yang merupakan dalang kejahatan terhadap rakyat Papua," katanya.

Pada akhir aksi yang mendapat pengawalan aparat polisi dan TNI itu, AMP menyatakan tiga poin sikap terhadap pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pertama, menuntut penutupan dan menghentikan segala bentuk aktivitas eksploitasi semua perusahaan Multinasional Coorporation milik negara-negara imperialis dari seluruh Papua.

Kedua, meminta pemerintah menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) baik organik dan non-organik dari seluruh Tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan kemanusiaan, dan sikap ketiga, menuntut kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua. (Merdeka.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar