Rabu, 03 Desember 2014

Tawarkan Bangun Pembangkit Nuklir, Tiongkok Bernafsu Kuasai Indonesia



Jakarta - WARA -  Semua lini kehidupan di Indonesia akan dikuasai Tiongkok. Setelah perekonomian termasuk sektor minyak dan gas ingin dikuasai, kini negara tirai bambu ingin mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir.

Indonesia memang akan beruntung memiliki pembangkit tersebut, karena menjadi salah satu negara dari sedikit negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Namun bila ditelusuri dampak yang sangat berbahaya seperti yang pernah terjadi di Jepang tentu tawaran Tiongkok tersebut harus dipertimbangkan serius.

Semua ini memang bermula dari kehadiran Presiden Joko Widodo saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC di Beijing beberapa waktu lalu. Sejumlah kesepakatan dengan negara Tiongkok ditandatangani pada acara tersebut. Termasuk tawaran membangun pembangkit nuklir yang mencapai nilai US$ 12,5 miliar atau setara Rp 150 triliun.

Bila izin pembangunan PLTN tersebut diberikan pemerintah, maka Presiden Jokowi menjadi presiden pertama Indonesia yang mengizinkan pembangunan PLTN dengan skala besar. Rencananya pembangkit yang akan dibangung, 5 x 1.000 Megawatt (MW).

Menurut Direktur Utama PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki) Yudi Utomo, lokasi pembangunan PLTN akan dibangun di wilayah Bangka Belitung. Menurutnya, rencana pemerintah Tiongkok tersebut dibicarakan dengan Presiden Jokowi saat pertemuan APEC bulan lalu. 

“Inuki akan bertindak sebagai pelaksana atau operator maintenance (OM) di PLTN yang rencananya akan dibangun menggunakan teknologi Tiongkok. Bisa dipastikan 100 persen dana berasal dari Tiongkok tapi penggunaan produk dalam negeri (TKDN) lebih dari 70 persen," tutur Yudi di Jakarta, Selasa (02/12/2014).
Lebih jauh diungkapkan Tonny Agus Mulyantono, Pengamat Keslitrikan, mantan Deputi Direktur Energi Primer PLN, paling menguntungkan Indonesia bila skema pembiayaannya, berasal dari negara Tiongkok. “Bisa juga berupa pinjaman atau juga profit sharing,” ungkapnya, Rabu (03/12/2014).

Di satu sisi, menurut Tony harus ada jaminan dari pemerintah agar investasi tersebut tidak memberikan dampak buruk bagi Indonesia. Ada kekhawatiran masyarakat yang menganggap bahwa penggunaan nuklir hanya akan menjadi sumber masalah berbahaya. Paradigma tersebut terbangun akibat kejadian meledaknya reaktor nuklir Chernobyl di Rusia dan PLTN Fukushima di Jepang beberapa tahun lalu.

Selain China, akhir November 2014 lalu, pemerintah Federasi Rusia juga menawarkan kerjasama kepada Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan PLTN. Kerjasama yang ingin dilakukan Pemerintah Federasi Rusia bukan sebatas transfer teknologi namun hingga mencakup pembiayaan hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Agustus 2014 lalu,  Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menetapkan Indonesia berhasil menyelesaikan fase pertama pengembangan infrastruktur pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Fase pertama ini berisi tentang kesiapan infrastruktur untuk penetapan pelaksanaan proyek pembangunan PLTN.

Setelah lulus evaluasi IAEA dalam Integrated Nuclear Infrastructure Review Mission (INIR), Indonesia bisa melanjutkan ke fase kedua, yaitu persiapan konstruksi PLTN. 

"Dengan perencanaan yang matang, PLTN di Indonesia bisa dibangun dan beroperasi dengan aman," ungkap Deputi Direktur Jenderal IAEA Alexander Bychkov beberapa waktu lalu.

Sementara itu menurut hasil studi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), infrastruktur tapak PLTN yang sudah dinyatakan siap dan layak berada di Semenanjung Muria, Jawa Tengah, dan Pulau Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Hasil survei yang dikerjakan Batan pada 2010 menunjukkan 60 persen warga mendukung pembangunan PLTN. Namun, setelah kecelakaan di PLTN Fukushima, Jepang, akibat gempa dan tsunami pada 2011, respons warga terhadap pembangunan PLTN langsung anjlok. (fastnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar