Rabu, 28 Januari 2015

Jimly : Kasus Budi Gunawan Lebih Rumit dari "Cicak Versus Buaya"


Aggota tim independen Jimly Asshiddiqie
Jakarta – WARA - Anggota tim independen penyelesaian masalah Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Negara RI, Jimly Asshiddiqie, menilai bahwa kasus Budi Gunawan dan Bambang Widjojanto lebih rumit dari kasus "Cicak versus Buaya". Menurut Jimly, kerumitan makin menjadi karena partai dan lembaga politik, seperti DPR, terlibat juga di dalam kasus ini.


"Ini kasus jauh lebih rumit, lebih kompleks dari 'Cicak versus Buaya' I dan II karena melibatkan DPR dan parpol," kata Jimly seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Jimly menuturkan, tim independen telah memberikan masukan yang obyektif kepada Presiden Jokowi terkait polemik KPK-Polri. Selanjutnya, tim independen menyerahkan keputusan akhir kepada Jokowi.

Saat ditanya apakah Jokowi menyampaikan kendala yang timbul dari partai politik pendukungnya, Jimly merasa hal itu tidak perlu disampaikan. Alasannya, opini publik sudah terbentuk bahwa Jokowi menunjuk tersangka kasus dugaan korupsi Komjen (Pol) Budi Gunawan karena besarnya desakan dari publik.

"Pak Jokowi tidak menyampaikan, tetapi kan itu sudah jadi pengetahuan umum," ucap Jimly.

Sebelum kasus ini mencuat, hubungan KPK dengan Polri sempat memanas, terutama ketika KPK menetapkan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka. Djoko merupakan jenderal polisi pertama yang ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Penetapan Djoko sebagai tersangka ini diikuti dengan penarikan besar-besaran penyidik Polri yang bertugas di KPK. Kepolisian juga sempat menggeruduk Gedung KPK untuk menangkap salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan, atas tuduhan melakukan tindak penganiayaan yang terjadi delapan tahun silam.

Ketegangan di antara dua institusi tersebut diselesaikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku presiden ketika itu. SBY menilai, proses penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat waktu. Serangkaian kasus itu kemudian melahirkan istilah "Cicak versus Buaya".

Kali ini, KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri.

Adapun KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar. Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menunjukkan temuan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu. (KOMPAS.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar