Rabu, 21 Januari 2015

Banyak Transaksi Politik, Revolusi Mental Jokowi Mulai Dipertanyakan



Puluhan artis dan relawan pendukung calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla mengadakan konser musik sekaligus deklarasi Revolusi Harmoni untuk Revolusi Mental di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Rabu (11/6/2014).
Jakarta - WARA - Analis Ekonomi dan Politik dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga menilai, "Revolusi Mental" yang sejak kampanye diusung Presiden Joko Widodo hingga kini belum terbukti. Padahal, kata dia, konsep tersebut dicanangkan untuk mendorong masyarakat untuk mencegah munculnya korupsi dan bobroknya birokrasi.

"Mendekati seratus hari pemerintahan Presiden Joko Widodo, Labor Institute Indonesia berpendapat bahwa konsep Revolusi Mental yang terus digadang-gadang  Jokowi ketika saat kampanye presiden belum terbukti," ujar Andy melalui siaran pers, Selasa (20/1/2015).

Andy mengatakan, Labor Institute mencatat sejumlah indikator yang menyatakan bahwa Revolusi Mental belum terwujud. Pertama, sebut Andy, nampak "cacat" di bidang penegakkan hukum dengan hanya menunda pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Tidak tegasnya Jokowi dalam menentukan calon Kapolri, dengan masih mempertahankan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri walaupun KPK telah menetapkan BG sebagai tersangka," ujar Andy.

Selain itu, lanjut Andy, Revolusi Mental juga tidak terbukti di bidang birokrasi aparatur negara. Ia mengatakan, Presiden Jokowi mengeluarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) No 214/M/2014 per tanggal 29 Desember 2014 tentang Pengangkatan Hasban Ritonga sebagai Sekretaris Daerah Propinsi Sumatera Utara, sementara saat ini yang bersangkutan merupakan terdakwa kasus korupsi.

Sehari sebelum dilantik, Hasban menjalani persidangan dengan status terdakwa kasus sengketa lahan di Jalan Williem Iskandar, Deli Serdang. Andy mengatakan, indikator selanjutnya yaitu penunjukan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Dewan Pertimbangan Presiden yang menurutnya jauh dari harapan publik.

Ia menilai, ada unsur politis di balik penunjukan Prasetyo yang sebelumnya merupakan kader Partai Nasdem, salah satu partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat. Menurut dia, penempatan mantan politisi dalam lembaga penegak hukum dikhawatirkan dapat menghambat revolusi mental dalam penegakan hukum, termasuk kasus korupsi.

"Selain itu, kesan bagi-bagi kursi terhadap partai politik pendukung pemerintah yang tergabung dalam KIH juga terbukti dalam keanggotaan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Seharusnya Jokowi memilih tokoh-tokoh senior yang ahli dibidangnya dan bebas dari partai politik," kata Andy.

Oleh karena itu, Andy mengingatkan Jokowi untuk kembali fokus mewujudkan Revolusi Mental dalam pemerintahannya. Jika terus berlanjut, kata Andy, dukungan masyarakat kepada Jokowi dan pemerintah akan terus merosot.

"Pergeseran dukungan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi akan terus menurun apabila Jokowi tidak konsisten terhadap Konsep Revolusi Mental dan Nawa Cita yang digadang-gadang sebagai jargon kampanye Jokowi ketika mencalonkan diri sebagai Presiden," ujar Andy. (KOMPAS.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar