Sabtu, 07 Februari 2015

Mahfud MD Bela Abraham Samad Soal Dugaan Kasus Pemalsuan Dokumen



Mahfud MD

Jakarta – WARA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD membela Ketua KPK Abraham Samad (AS) yang terancam dipidanakan Polri atas tuduhan memalsukan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagaimana laporan Feriyani Lim yang juga telah ditersangkakan oleh Polda Sulselbar.

Menurut Mahfud, secara hukum, kalau pun AS memalsukan dokumen hal itu bukan pelanggaran serius, kendati melanggar hal itu tidak membawa dampak kerugian yang besar (mala prohibita). Bukan melanggar aturan resmi serta bertentangan dalam prinsip umum masyarakat yang berdampak besar (mala inse).

"Seperti misalnya orang mencantumkan nama orang di KK karena keperluan praktis, misalnya saya punya pembantu tanpa ada dokumen resmi dari daerah asalnya, saya bawa ke kantor Kelurahan, tolong ini cantumkan pembantu
saya ke dalam keluarga saya. Itu mungkin dari prosedur salah, tetapi kesalahannya mala prohibita bukan mala inse," kata Mahfud usai mendatangi Kantor KPK, di Jakarta, Jumat (6/2).

Contoh lain yang digunakan Mahfud menggambarkan kasus AS adalah pelanggaran hukum menerobos lampu merah yang dilakukan seseorang pada tengah malam.
Secara ketentuan hal itu melanggar aturan, namun tidak merugikan orang lain karena jalan raya di tengah malam sepi.

"Sama juga orang yang dituduh memalsukan dokumen padahal masalahnya sepele. Orang punya KTP banyak, padahal hakim-hakim, pejabat KTP nya lebih dari satu. Semua melanggar aturan, tetapi itu mala prohibita bukan mala inse,’" katanya.

Dengan begitu Mahfud berpandangan, jika kasus AS terus dipaksakan otomatis menimbulkan kesan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Apalagi arah kebijakan hukum nasional adalah restorative justice.

"Begitu dijadikan pidana yang serius menimbulkan kesan kriminalisasi. Kita ini sebenarnya punya arah kebijakan yaitu arah hukum yang ke arah restorative justice. Itu tidak terlalu membesarkan hal yang sepele," katanya.

Diketahui, kendati belum mengumumkan AS sebagai tersangka, Polri menyatakan telah menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk yang bersangkutan atas kasus pemalsuan dokumen.

Pemerintah lebih memilih menunggu kepastian AS tersangka untuk kemudian menerbitkan Perppu. (SP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar