Kamis, 05 Februari 2015

Pengamat LIPI: Bukan Mustahil Jokowi Pindah Koalisi

Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan dengan pimpinan DPR di Istana Merdeka. Jakarta, Senin (02/02/2015).
Jakarta - WARA - Pengamat politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, berpendapat bahwa bukan sesuatu hal yang mustahil Presiden Joko Widodo pindah partai koalisi dan berpaling dari partai pengusungnya, PDIP.

Menurutnya, bukan sesuatu yang mengada-ada pula kalau ada pihak atau orang yang berupaya menjauhkan Jokowi dari partai koalisi pendukungnya, yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Zuhro menganalisis sekurang-kurangnya ada dua hal yang dapat menguatkan alasan Jokowi berpaling dari KIH atau PDIP. Pertama, banyak contoh kepala daerah pindah partai saat belum dua tahun menjabat. Itu terjadi, di antaranya, karena pola rekrutmen kader partai politik di Indonesia belum sepenuhnya mapan sehingga berpeluang bagi pemimpin daerah untuk gonta-ganti partai.

“(pindah partai/koalisi) itu bisa terjadi juga pada Jokowi,” kata Zuhro dihubungi VIVA.co.id pada Rabu, 4 Februari 2015.

Alasan kedua, fenomena pemimpin daerah pindah partai, bisa jadi karena alasan partai pengusung/pendukung awalnya tak lagi memberikan dukungan politik yang utuh. Lalu ada partai lain menyambut dan berkomitmen memberikan dukungan.

Dia mengamati situasi politik yang dialami Jokowi sekarang seperti itu. “Pak Jokowi bertanya-tanya: ‘dukungan (PDIP atau pun KIH) utuh atau tidak?’. Kalau ternyata tidak utuh, dia berpikir ulang untuk mencari dukungan lain.

Lagi pula, katanya, Jokowi sedang dalam posisi tidak ingin melantik Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, karena dia tak ingin melawan kehendak rakyat yang menuntut Presiden melantik calon lain. Sedangkan PDIP dan partai politik dalam KIH masih kukuh mengajukan Budi Gunawan.

Jokowi, Zuhro menambahkan, harus memilih: mengikuti kehendak partai/koalisi atau bertentangan dengan kehendak rakyat. “Kalau mengikuti kehendak rakyat, ada KMP (Koalisi Merah Putih) yang siap memberikan dukungan.”

“Pemimpin (Presiden Joko Widodo) pasti akan menghitung manfaatnya lebih banyak atau dampak buruknya yang lebih banyak. Kalau tetap melantik (Budi Gunawan), itu blunder bagi Jokowi, dan dampak buruknya lebih banyak,” dia menerangkan.

Tetapi, pertanda KMP memberikan dukungan kepada Jokowi bukan berarti koalisi pimpinan Partai Golkar itu berniat bergabung dengan Pemerintah lalu menyingkirkan KIH. KMP hanya ingin menjawab kecurigaan publik yang menuduh koalisi itu adalah biang kegaduhan politik selama ini. KMP ingin membuktikan diri sebagai kekuatan di luar pemerintah yang mendukung kebijakan Jokowi yang berpihak pada rakyat.

“Dalam politik seperti itu. Jokowi ingin ada keseimbangan baru. Kalau tidak dapat dukungan kekuatan inti (KIH), cari kekuatan lain yang rakyat juga mendukung,” katanya

Menjauhkan
Kabar perpecahan Jokowi dengan KIH mula-mula disampaikan seorang kader PDIP, Masinton Pasaribu. Dia menyebut ada sejumlah pihak di Istana yang ingin menjauhkan Jokowi dengan PDIP dan Megawati Soekarnoputri. Katanya, ada tiga orang, antara lain, Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto, Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan, dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Luhut Panjaitan dan Rini Soemarno membantah tudingan itu. Luhut bahkan meyakinkan publik komunikasi antara Jokowi dan partai pendukung masih berjalan dengan baik. “Bahkan, tadi Pak Pramono (Pramono Anung, politikus senior PDIP) menelepon,” kata dia. (Viva)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar