Kamis, 11 Desember 2014

KPK Periksa Laksamana Sukardi Soal SKL BLBI, Kapan Megawati?



Jakarta - WARA - Mantan Menteri BUMN era Presiden Megawati, Laksamana Sukardi menjalani pemeriksaan terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

"Dia dimintai keterangan untuk sebuah penyelidikan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu (10/12) tanpa menyebut kapan pemeriksaan Megawati

Sementara itu, Laks begitu disapa enggan memberikan komentar apapun saat tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.15 WIB. Ia hanya melempar senyum sambil bergegas menuju ruang tunggu di lobi KPK.

Mantan eksekutif Grup Lippo itu, sebelumnya pernah dimintai keterangan terkait penyelidikan SKL BLBI pada 11 Juni 2013. Ketika itu dia mengaku ditanya mengenai masalah obligor BLBI dan sidang kabinet.

KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL untuk beberapa obligor BLBI. Dalam proses itu, ada dugaan para obligor tidak memenuhi kewajibannya namun tetap mendapat SKL. SKL itu dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.

Menurut mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), selain mendapatkan masukan dari Menteri BUMN, Presiden Megawati juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti.

SKL itu lantas menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah pengutang. Berdasarkan hasil audit BPK, dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 138,4 triliun.

Berkaitan dengan penyelidikan kasus ini, KPK telah melayangkan permintaan cegah kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas nama Lusiana Yanti Hanafiah yang berasal dari swasta. Dia dicegah sejak 4 Desember 2014 untuk jangka waktu enam bulan. (fastnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar