Sabtu, 13 Desember 2014

Kesaksian dari Suriah: Anak-anak Diculik dan Disiksa Oleh ISIS


Anak muda dipaksa untuk mempelajari ideologi kelompok ekstremis dan penyimpangan Islam.

Penyelidik PBB mengatakan pekan lalu bahwa Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Suriah, termasuk pemenggalan anak yang masih berusia 15 tahun dan menggunakan tentara anak.

Puluhan mahasiswa Kurdi Suriah yang ditawan oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah dilepaskan pada bulan Oktober. [Waleed Abu al-Khair/khusus untuk Khabar]

Anak-anak Suriah juga telah diculik oleh ISIS, seperti pada bulan Mei ketika kelompok ini menculik 153 siswa Kurdi Suriah berusia 13 sampai 16 tahun di dekat desa Manbij saat mereka pulang ke Kobani dari Aleppo, di mana mereka menjalani ujian akhir SMP.

Pada bulan Oktober, semua anak telah dibebaskan setelah aktivis meluncurkan kampanye kemanusiaan di setiap tingkat, yang mendesak mereka dilepaskan.

‘Penyiksaan’
Farhad Shaheen, 15, mengatakan selama empat bulan ia disandera, ia disiksa dan dipaksa menanamkan ajaran kelompok itu dalam pikirannya.

Abangnya berhasil membimbingnya kembali ke ajaran yang membesarkannya, katanya. ISIS berusaha untuk mencuci otaknya dan mengisi pikirannya dengan pandangan gelap.

“Saya tidak bisa melupakan masa-masa saya disandera oleh ISIS selama empat bulan dan enam hari, yang semuanya terasa sama,” kata Farhad kepada Khabar.

Dia mengatakan dia ditahan dengan anak-anak lain di sebuah sekolah di Suriah, di bawah kendali ISIS.

Anak-anak yang diculik itu menghabiskan hari-hari mereka membaca Al-Qur’an, menghadiri kelas agama, sholat dan mendengarkan ceramah agama yang mengatakan semua kelompok revolusioner Suriah adalah kafir, kata Farhad.

Kadang-kadang, beberapa anak dipukuli karena tidak mematuhi perintah pria bersenjata atau karena menolak untuk menerima pandangan mereka, tambahnya.

Sekali, Shaheen mengatakan, ia mencoba untuk melarikan diri dengan dua anak lainnya. Mereka tertangkap dan “mengalami hukuman berat, termasuk dikurung di ruangan dan dipukuli”. Dia tidak percaya ketika diberitahu dia sudah dibebaskan, karena orang-orang bersenjata sebelumnya sudah mengatakan hal yang sama kepada beberapa korban penculikan, namun tidak membebaskan mereka.

Shaheen mengatakan ia berharap untuk kembali ke sekolah tetapi kondisi pengungsian ke Turki bisa menjadi hambatan.

Kerusakan psikologis
Mohammed Shaheen, abang Farhad, mengatakan kepada Khabar ia melihat perubahan dalam perilaku, ucapan, dan keadaan pikiran adiknya setelah bebas dari penyanderaan.

Sejak itu, Muhammad mengatakan, ia telah berusaha untuk memulihkan keadaan pikiran adiknya seperti sebelum dia ditangkap.

Sejauh ini, katanya, ia telah mampu untuk membersihkan sejumlah pandangan yang telah dicoba ditanamkan oleh orang-orang bersenjata ISIS dalam pikiran Farhad, “terutama dalam kaitannya dengan takfiri [ideologi]”.

Anak-anak yang dibebaskan dari penyanderaan memerlukan perawatan khusus, Shaheen mengatakan, dengan menjelaskan bahwa ia mampu merawat adiknya karena dia adalah seorang guru dan mampu menangani kasus-kasus khusus seperti ini.

Keluarga lain bisa menghadapi masalah yang lebih besar jika “pandangan gelap” yang ditanamkan dalam pikiran anak-anak mereka masih ada, katanya.

Sebagian besar anak-anak yang dibebaskan adalah penduduk asli Kobani dan desa-desa sekitarnya, katanya. Banyak yang sekarang tersebar karena pertempuran melawan ISIS di sana dan pengungsian yang masih berlangsung, sehingga sulit untuk menindaklanjuti mereka.

Namun, sejumlah aktivis “meluncurkan kampanye di situs jejaring sosial, Facebook pada khususnya, untuk menindaklanjuti berita yang berkaitan dengan siswa tawanan”, kata Mohammed.

Dia menambahkan kenyataan bahwa siswa Kurdi Suriah telah dilepaskan, aktivis mengalihkan perhatian mereka untuk menyerukan pembebasan warga sipil lainnya yang diculik oleh ISIS tetapi yang masih belum ditemukan.

Reintegrasi
Psikolog anak dan dosen Universitas Ain Shams Enas al-Jamal mengatakan sangat penting agar anak-anak yang dibebaskan menjalani sesi terapi kejiwaan dan sosial.

Terapi seperti itu dapat dilakukan karena dua alasan, katanya: mengobati efek negatif penculikan pada jiwa anak-anak dan mengeluarkan pandangan gelap yang ditanamkan dalam pikiran mereka selama pelajaran agama palsu itu, “yang seringkali bersifat memaksa kepada anak-anak”.

Orang tua dan lingkungan pasca pelepasan anak-anak dalam beberapa bulan pertama setelah dibebaskan juga sangat penting, katanya, seraya menghimbau dijalainnya hubungan keluarga yang normal, penuh kasih sayang dan perhatian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar