Senin, 01 Desember 2014

Indonesia Harus Hati-hati dengan Niat Hamas Buka Kantor di Jakarta



Jangan sampai RI terbawa dalam konflik perpecahan internal Palestina.

Seorang perempuan memegang Bendera Indonesia & Palestina saat aksi solidaritas mengutuk penyerangan Masjid Al-Aqsa oleh Israel di Jakarta, Jumat (14/11/2014).

WARA - Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, meminta Pemerintah RI, bersikap hati-hati terhadap kunjungan delegasi Hamas ke pertemuan dengan anggota DPR RI pada Jumat, 28 November 2014. Tujuan dari kunjungan mereka saat itu, yakni meminta dukungan untuk mendirikan kantor perwakilan di Jakarta.

Dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews pada Senin, 1 Desember 2014, mantan Dekan Fakultas Hukum itu berharap Pemerintah Indonesia tidak langsung memberikan dukungan begitu saja terhadap rencana itu. Menurut Hikmahanto, ada tiga hal yang patut untuk diperhatikan pemerintah.

“Pertama, apakah kantor perwakilan Hamas akan menjadi kantor perwakilan Palestina?,” tanya dia.

Sebab, kata Hikmahanto, RI telah lama mengakui Palestina sebagai negara yang dideklarasikan pada 16 November 1988 di Aljazair. Pengakuan itu, lanjutnya, diwujudkan dalam Joint Communique dimulainya hubungan diplomatik antara RI dengan Palestina pada tingkat Kedutaan Besar pada 19 November 1989.

“Kedua, di Palestina, terdapat dua faksi kuat yaitu Fatah dan Hamas. Kedua faksi ini, memiliki perbedaan yang signifikan terkait Negara Palestina merdeka,” ujar Guru Besar UI itu.

Bagi Fatah, ungkap Hikmahanto, mereka bisa menerima kenyataan Israel sebagai sebuah negara yang berdampingan dengan Palestina. Namun, Hamas justru mengambil sikap yang berseberangan.

“Mereka akan selalu memperjuangkan untuk tidak akan mengakui Negara Israel demi kemerdekaan Palestina,” kata dia.

Hikmanto mengingatkan agar Indonesia tidak perlu ikut terlibat dalam perpecahan internal di Palestina. Yang perlu wajib didukung, kata dia, yakni kemerdekaan Palestina.

“Tetapi, Indonesia tidak perlu sampai harus berada di dalam pusaran perpecahan internal Palestina,” imbuh dia.

Hal ketiga yang perlu diperhatikan yaitu, Indonesia perlu berkonsultasi kepada pemerintah resmi Palestina di Jakarta, termasuk dengan Duta Besar Palestina.

Dalam keterangan tertulisnya, Hikmahanto menyarankan agar RI sebaiknya memiliki kebijakan satu Palestina (One Palestina Policy).

“Siapa pun pemenang pemilu di Palestina, apakah dia berasal dari Fatah atau Hamas dan mereka menjadi penguasa yang sah, maka dia lah yang menjadi pemerintah resmi di mata Indonesia,” ujarnya.

Hikmahanto turut menyarankan kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, agar memberi penjelasan kepada para penyelenggara negara mengenai sikap Indonesia atas masalah yang menimpa Palestina.

“Tujuannya, supaya Indonesia memiliki satu persepsi dan sikap mengenai Palestina,” kata dia.

Minta Dukungan

Sebelumnya, keinginan Hamas itu disampaikan kepada DPR dan diterima oleh Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq pada akhir pekan lalu. Di mata Mahfudz, keinginan Hamas membuka kantor perwakilan menandakan kesediaan faksi tersebut untuk membuka komunikasi ke dunia luar. Tujuannya, agar mendorong kerangka penyelesaian dalam masalah Palestina.

Mahfudz membantah dengan dibukanya kantor perwakilan Hamas di Jakarta akan menggeser otoritas resmi dan fungsi Kedubes Palestina di Jakarta.

“Keberadaan kantor itu akan memudahkan komunikasi kepada dua aktor politik utama Palestina, yaitu Fatah dan Hamas,” kata dia. (VIVAnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar