Selasa, 25 November 2014

Lima jenis kucing liar tertangkap kamera di Sumatera



Pekanbaru – WARA,
Lima jenis kucing liar yang terdapat di Pulau Sumatera terbukti mendiami daerah antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling di Provinsi Riau. Kamera otomatis yang dipasang tim peneliti WWF-Indonesia merekam kelima jenis kucing liar tersebut sedang melintas.Empat diantaranya termasuk satwa yang dilindungi. Lima jenis kucing tersebut adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorata), kucing emas (Catopuma temmincki), dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis).

Lokasi dimana lima kucing hutan unik tersebut ditemukan adalah daerah yang dikenal sebagai koridor atau jalur perlintasan satwa—penghubung dua kawasan konservasi TN Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling yang saat ini terancam oleh degradasi hutan akibat perambahan dan penebangan hutan alam dalam skala besar.

”Selain kucing congkok, semua jenis kucing liar tersebut, adalah satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/ 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa,” kata Karmila Parakkasi, Koordinator Tim Riset Harimau, WWF Indonesia. Mila menambahkan bahwa dalam kriteria lembaga konservasi IUCN, keempat jenis kucing liar tersebut masuk dalam kategori satwa terancam punah (endangered) hingga sangat terancam punah (critically endangered).

”Temuan lima jenis kucing sumatera ini membuktikan keunikan dan kekayaan jenis satwa yang dimiliki lanskap hutan Bukit Tigapuluh dan koridor penghubung disekitarnya. Temuan ini juga menunjukkan pentingnya upaya serius untuk segera melindungi kawasan tersebut dari ancaman perambahan dan maraknya penebangan hutan alam.”

Selama tiga bulan survei sistematik dengan kamera otomatis yang dilakukan WWF pada tahun 2011 di kawasan itu telah ditemukan 404 foto kucing liar, yang terdiri dari 226 foto harimau sumatera, 77 foto macan dahan, 70 foto kucing emas, 4 foto kucing batu, dan 27 foto kucing congkok. Sebelumnya pada Mei 2011, WWF merilis video induk dan tiga anak harimau Sumatera yang sedang bermain-main di depan kamera video otomatis di kawasan yang sama.

”Sayangnya kawasan tersebut mengalami deforestasi karena pembukaan hutan alam dalam skala besar oleh perusahaan dan perambahan yang dilakukan oleh masyarakat untuk kebun sawit,” kata Aditya Bayunanda Koordinator Program Global Forest Trade Network, WWF Indonesia. Menurutnya, hingga saat ini ancaman pembukaan hutan oleh perusahaan dan perambahan oleh masyarakat masih berlangsung di kawasan tersebut.

”Adanya bukti-bukti keberadaan 5 jenis kucing liar yang tinggal di area konsesi tersebut menunjukkan perlu dilakukan penataan atas izin Barito Pacific untuk membuka hutan di areal tersebut karena menurut Peraturan Kementerian Kehutanan P.3/Menhut–II/2008 kawasan yang merupakan kawasan perlindungan satwa liar wajib dilindungi oleh perusahaan. Kawasan sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh harus di jaga keutuhannya, baik dengan jalan perluasan taman nasional atau sebagai kawasan hutan restorasi,” kata Aditya.

Dalam acara “20+ Untuk Hutan Indonesia” yang diadakan WWF-Indonesia 2 November 2011 di Jakarta, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan secara terbuka mengatakan di hadapan undangan dan media bahwa pemerintah mendukung dikeluarkannya izin HPH restorasi di Bukit Tigapuluh.

WWF-Indonesia telah melakukan survei intensif untuk mengungkap berbagai misteri ekologi harimau dan kucing liar lainnya di dua lanskap Tesso Nilo dan Bukit Tigapuluh. Dari semua lokasi penelitian di lanskap tersebut , koridor satwa antara Rimbang Baling dan TN Bukit Tigapuluh merekam jenis kucing liar dengan jumlah terbanyak.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar