Sabtu, 29 November 2014

96,17% Warga Miskin di Pedesaan, Penikmat Pembangunan di Papua Bukan Orang Asli Papua



Senator Tanah Papua : Selama ini fokus pembangunan Papua berpusat pada aktivitas mempercantik dandanan kota-kota utama di Papua. Pembangunan prasarana infrastruktur banyak menghabiskan anggaran untuk mengembangkan kota-kota administrasi utama di Papua.

Kaum migran mayoritas menempati kawasan kota-kota administrasi di Papua. Sedangkan penduduk asli Papua terdistribusi ke daerah-daerah pedesaan yang menyebar hingga ke wilayah pedalaman, terpencil dan terisolir.

Fasilitas publik yang dibangun oleh Pemerintah selama ini hanya melayani kawasan kota administrasi, tetapi mengabaikan pembangunan di daerah pedesaan. Alokasi anggaran memang diklaim besar oleh Pemerintah Pusat, tetapi realitas dilapangan menunjukkan distribusi pembangunan ke kawasan miskin di daerah-daerah Papua tidak terjadi.

Masyarakat miskin di Papua lebih di dominasi oleh masyarakat asli Papua yang tinggal di daerah pedesaan. Pembangunan bagi mereka adalah barang yang sangat mahal, sekalipun pemerintah pusat mengklaim telah menggelontorkan anggaran yang cukup besar melalui dana otsus.

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan yang ditempati oleh banyak kaum migran hanya mencapai 3,38% dari total penduduk miskin di Provinsi Papua. Jumlah penduduk miskin di kawasan perkotaan di Provinsi Papua tidak begitu besar hanya mencapai 35.370 jiwa.

Jumlah penduduk miskin di kawasan pedesaan yang ditempati oleh penduduk asli Papua justru jauh lebih besar dibandingkan jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan (kawasan perkotaan di dominasi oleh kaum migran). Jumlah penduduk miskin di kawasan pedesaan mencapai 96,17% dari total penduduk miskin di Provinsi Papua.

Jika kawasan perkotaan hanya memiliki penduduk miskin sebesar 35.370 jiwa, maka penduduk miskin di kawasan pedesaan mencapai angka 889.040 jiwa. Sehingga total penduduk miskin yang tinggal di kawasan pedesaan dan perkotaan di Provinsi Papua mencapai angka 924.410 jiwa (jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua mencapai 30,05% dari total penduduknya).

Tidak begitu berbeda dengan saudara tertuanya, Provinsi Papua Barat juga mengalami nasib yang sama dimana jumlah penduduk miskin di provinsi ini mencapai 229.430 jiwa. Jumlah penduduk miskin di kawasan perkotaan mencapai 14.780 jiwa dengan persentase kemiskinan sebesar 6,44% dari total penduduk miskin di Provinsi Papua Barat.

Sedangkan jumlah penduduk miskin di kawasan pedesaan di Provinsi Papua Barat mencapai angka 214.650 jiwa. Jumlah penduduk miskin di kawasan pedesaan di Provinsi Papua Barat juga memiliki persentase terbesar dari total penduduk miskin di provinsi ini yaitu sebesar 93,56%.

Sejumlah pembangunan infrastruktur yang terekam dalam realisasi pembangunan infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di tahun 2012 justru menampilkan pembangunan yang berpusat di kawasan-kawasan kota administrasi yang banyak di huni oleh kaum migran dibandingkan penduduk asli Papua.

Sejumlah mega proyek di Provinsi Papua yang banyak menyedot anggaran besar, justru peruntukannya untuk pembangunan kawasan yang ditempati kaum migran. Sejumlah pembangunan kawasan agropolitan di Provinsi Papua justru tidak dinikmati oleh masyarakat asli Papua, seperti pembangunan kawasan agropolitan Merauke, kawasan Nimboran, kawasan Wanggar-Kab. Nabire, dan kawasan Distrik Waropen bawah-Kab. Waropen.

Pembangunan prasarana jalan sepanjang 1.400,63 kilometer (kategori jalan provinsi) hanya dinikmati oleh masyarakat perkotaan, sedangkan warga pedesaan yang lebih di dominasi oleh masyarakat asli Papua tidak menikmati fasilitas jalan. Banyak daerah yang dihuni oleh masyarakat asli Papua yang belum terjangkau fasilitas jalan dan tergolong daerah yang terisolir karena tidak dapat diakses oleh fasilitas jalan.

Sejumlah kawasan yang menjadi sentra ekonomi di Papua, lebih di dominasi oleh penduduk migran, dan pemanfaatan prasarana jalan hanya dinikmati oleh pemilik usaha dari kalangan migran. Sejumlah kendaraan mobil yang memanfaatkan lalu lintas jalan yang dibangun lebih di dominasi oleh pengguna transportasi pebisnis dan pelaku Industri di Papua (perkebunan, pertambangan, dll).

Jalan yang sedianya dibangun untuk kebutuhan tonasi bagi pengguna transportasi publik untuk kepentingan mobilitas penduduk dan pelaku ekonomi dari masyarakat kecil (ciri masyarakat asli Papua), justru cepat mengalami kerusakan disebabkan pengguna jalan di dominasi oleh kendaraan berat (pelaku industri dan bisnis). Dalam catatan kementerian Pekerjaan Umum di Provinsi Papua, sebesar 970,73 kilometer jalan nasional di Provinsi Papua mengalami kerusakan sedang dan 678 kilometer jalan nasional lainnya mengalami kerusakan yang tergolong berat.

Penggunaan fasilitas bandara untuk kepentingan ekonomi masih pula di dominasi penduduk migran. Masyarakat penduduk asli, selain penyelenggara pemerintah daerah, sangat jarang menggunakan fasilitas bandara untuk keperluan bisnis.

Pembangunan fasilitas bandara yang menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit jumlahnya hanya dinikmati oleh penduduk migran.

Di Papua setidaknya terdapat beberapa bandara yang sudah bisa mengoperasikan pesawat jenis Boeing-737 diantaranya Bandara Sentani (runway: 2.180 m x 45 m), Bandara Mozes Kilangan (runway: 2.390 m x 45 m), Bandara Mopah (runway: 1.850 m x 30 m), Bandara Frans Kaisiepo (runway: 3.570 m x 45 m). Letaknya yang berada di pusat kota administrasi menjadikan pengguna fasilitas bandara lebih di dominasi oleh masyarakat migran dibandingkan masyarakat asli Papua sendiri.

1 komentar:

  1. sayang seribu sayang semoga pemerintah saat ini lebih peka dan memperhatikan

    Berkunjung dan liburan bersama keluarga klik : Paket Wisata Dieng

    BalasHapus