Minggu, 22 Februari 2015

Pimpinan KPK Baru Diminta Teken Pakta Integritas



Pelantikan Pimpinan KPK Sementara - Ketua sementara KPK, Taufiequrachman Ruki (tengah) berfoto bersama dengan Wakil Ketua sementara KPK, Johan Budi SP (kedua kanan), Wakil Ketua sementara KPK, Indriyanto Seno Adji (kedua kiri), Wakil Ketua KPK Zulkarnen (kiri) dan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja (kanan) usai acara sumpah jabatan pimpinan baru sementara KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/2).

Jakarta – WARA - Tiga organisasi relawan pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi), yaitu Laskar Rakyat Jokowi (LRJ), Aliansi Nasionalis Nahdliyin (ANN), dan Sahabat Nusantara (SN) minta para Pimpinan KPK baru untuk menandatangani Pakta Integritas.

Menurut Ketua Umum LRJ, Riano Oscha, penandatanganan atau penekenan Pakta Integritas itu penting untuk lebih meyakinkan rakyat,  sebagai jaminan bahwa mereka akan melaksanakan tugas secara baik dan benar.

"Para pimpinan KPK memang tidak tersangkut dalam kasus hukum. Jika kemudian ternyata tersangkut masalah hukum, mereka harus mundur," kata Riano, di Jakarta, Jumat (20/2).

Mengingat, lanjut Riano, salah satu Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK yang ditunjuk Presiden Jokowi, yaitu Djohan Budi SP, pernah dilaporkan ke Mabes Polri bersama pimpinan KPK terdahulu, Chandra M. Hamzah.

Djohan Budi, tandasnya, adalah sosok yang masih terkait dengan rejim pimpinan KPK yang telah diberhentikan oleh Presiden. Djohan Budi itu juga  masih tersangkut masalah. Karena pernah dilaporkan ke Mabes Polri.

"Seharusnya Presiden Jokowi tidak menjadikan orang yang dilaporkan ke institusi hukum menjadi Plt Pimpinan KPK. Karena masih banyak sosok-sosok lain yang lebih kredibel dibanding Djohan Budi untuk diangkat menjadi Plt Pimpinan KPK,"  kata Riano.

Sementara Ketua ANN, Marihot Siahaan, mendorong agar Mabes Polri untuk memproses hukum terhadap mantan pimpinan KPK yang diberhentikan, yaitu Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW). Juga terhadap 21 penyidik KPK yang disebut-sebut memiliki senjata api tanpa ijin.

"Kami tidak ingin terjadi jual beli kasus. Polri harus terus melanjutkan proses hukum terhadap AS dan BW. Juga termasuk 21 penyidik KPK. Polri jangan menghentikan penyidikan terhadap mereka, dan Polri juga kami minta tidak mengada-adakan perkara baru.

Polri harus menjalankan prinsip equality before law atau bahwa semua sama di depan hukum," kata Marihot.
Harapan serupa juga disampaikan oleh Koordinator SN, Giat Wahyudi. "Kami meminta Polri tidak mempetieskan kasus AS dan BW. Polri harus menolak jika masalah hukum ditarik ke ranah politik," ujar Giat.

Karena, sambung Giat, jika Polri sampai mau diarahkan untuk membawa persoalan hukum terhadap AS dan BW ke ranah penyelesaian lewat transaksi politik, itu sangat berbahaya. "Karena akan terjadi hukum rimba dan gagalnya program nawa cita yang diusung Presiden Jokowi," ujar Giat.

Tapi yang pasti, menurut ketiganya, relawan mengapresiasi langkah yang telah diambil Presiden Jokowi dalam pengangkatan Kapolri. "Keputusan yang diambil Presiden Jokowi itu adalah memang sesuai program nawacita Presiden Jokowi untuk memberikan kepastian rasa aman warga negara dengan membangun Polri yang profesional.

 "Juga memperkuat KPK dengan pimpinan yang bersih dan berwibawa," papar Riano yang diamini Marihot dan Giat. (SP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar