Minggu, 22 Februari 2015

Beberapa Bulan Menjabat, Ini 5 Momen Kritis Diplomasi RI Era Jokowi



Jakarta - WARA - Baru enam bulan menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo sudah mendapat banyak tekanan. Tak hanya dari dalam negeri, tekanan yang dirasakan juga berasal dari luar.

Tekanan-tekanan yang didapat Jokowi tak lepas dari kebijakan yang dia buat. Salah satu kebijakannya yaitu masalah hukuman mati.

Selama beberapa bulan dia menjabat, sudah enam orang yang dieksekusi mati lantaran narkoba. Dalam waktu dekat ada 11 orang lagi yang akan menjalani hukuman mati.

Hal ini membuat dia banyak dikecam beberapa pemimpin negara lain, terutama negara yang warganya jadi terpidana hukuman mati. Sebut saja Australia dan Brasil.

Selain karena hukuman mati, ada juga kasus dengan negara tetangga, Malaysia. Kasus dengan Negeri Jiran itu tak lain dan tak bukan masalah tenaga kerja Indonesia (TKI).

Dari dalam negeri juga tak kalah tajamnya. Keputusannya untuk melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri membuatnya bagai makan buah simalakama, namun kepentingan rakyat harus jadi yang utama.

Berikut lima momen kritis diplomasi RI di era Jokowi yang jadi perhatian masyarakat dunia dan berhasil dirangkum tim merdeka.com:

Diserang banyak negara soal penenggelaman kapal

Presiden Joko Widodo sempat dapat protes dari Filipina dan Vietnam lantaran penenggelaman kapal nelayan kedua negara tersebut. Pasalnya, kapal dari kedua negara itu melewati batas perairan Indonesia dan mencuri ikan dari laut Indonesia.

Selain dari pemerintah Filipina dan Vietnam, Malaysia dan Thailand, Tiongkok serta Taiwan juga pernah protes mengenai penenggelaman kapal ini. Mereka menilai aksi Indonesia terlalu berlebihan.

Namun ada beberapa negara seperti Jepang meminta pemerintah Indonesia jangan menenggelamkan kapal milik mereka. Mereka berjanji tidak akan melanggar batas wilayah perairan Indonesia dan tidak mencuri ikan di sana.

Saling tangkap nelayan dengan Malaysia

Tak hanya masalah tenaga kerja Indonesia yang bikin Indonesia dan Malaysia sering 'berantem'. Kali ini, kedua negara serumpun ini bermasalah dengan nelayan.

Pada akhir 2014 lalu, Pemerintah Indonesia menangkap sekitar 200 nelayan asing. Para nelayan ini banyak berasal dari Malaysia.

Rupanya penangkapan nelayan tersebut memicu aksi protes dari pihak Malaysia. Pemerintah Negeri Jiran itu meminta Indonesia, melalui Presiden Joko Widodo, jangan sembarangan menangkap nelayan mereka dan meminta pemulangan kembali nelayan-nelayan tersebut.

Dikecam 8 negara soal eksekusi mati

Yang sedang hangat dibicarakan sekarang ini adalah soal eksekusi mati. Kebanyakan terpidana mati itu merupakan warga asing.

Hukuman mati memang jadi pro dan kontra. Banyak negara yang sudah tidak menjalankan hukuman mati dengan alasan kemanusiaan.

Beberapa negara sempat protes pada Presiden Joko Widodo lantaran dia menolak memberikan grasi bahkan peninjauan kembali kasus yang dialami warganya yang dijatuhi hukuman mati. Salah satu negara yang paling getol melaksanakan aksi protesnya saat ini adalah Australia.

Pemerintah Australia mengancam akan memboikot pariwisata Indonesia hingga mempertanyakan balasan dari bantuan kemanusiaan yang pernah diberikan untuk tsunami di Aceh sebagai bentuk protes mereka. Tak hanya Australiua, sebelumnya Brasil, Belanda, dan Nigeria pernah melayangkan aksi protes dengan menarik dubesnya dari Indonesia.

Barter ancaman dengan Australia soal Bali Nine 

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno L. P. Marsudi mengatakan ancaman Australia yang hendak memboikot pariwisata Indonesia hanyalah gertak sambal. Hal ini menanggapi pernyataan Menlu Australia Julie Bishop.

Baginya, Indonesia tetap akan mengeksekusi terpidana mati asal Australia.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Presiden Joko Widodo dan beberapa petinggi negara lainnya. Mereka menyebutkan Indonesia yang sedang dalam kondisi darurat narkoba, akan tetap melaksanakan proses eksekusi mati walaupun saat ini masih mematangkan teknis eksekusi tersebut.

Saling panggil pulang dubes dengan Brasil

Pemerintah Brasil bikin malu Indonesia dengan membatalkan penyerahan credential (surat kepercayaan) kepada Dubes Indonesia di sana. Hal tersebut berujung dengan pemanggilan Dubes Toto Riyanto pulang ke Indonesia

"Pemerintah Indonesia memanggil pulang Dubes RI designate untuk Brasil sampai jadwal baru penyerahan credentials dipastikan oleh Pemerintah Brasil," seperti dikutip dari pernyataan pers Kemlu kepada merdeka.com, Sabtu (21/2).

Indonesia meyakini, credentials yang seharusnya diserahkan Presiden Brasil Dilma Roussef ini jadi tertunda gara-gara isu hukuman mati. Bulan lalu Kejaksaan Agung menembak mati Michael Archer Cardoso, WN Brasil yang jadi kurir narkoba, di Cilacap.

Belakangan, ada satu lagi warga Brasil yang akan dieksekusi bersama duo Bali Nine. Yakni Rodrigo Gularte, sama-sama kasus narkoba dan kini masih ada di sel isolasi Lapas Batu, Nusakambangan.

Kemlu meyakini sikap tidak bersahabat Brasil dipicu kebijakan Indonesia mengeksekusi terpidana mati narkoba. Tapi bila balasannya sampai menunda prasyarat tugas dubes, Negeri Samba dianggap sudah keterlaluan.

"Cara penundaan penyerahan credentials yang dilakukan oleh Menlu Brasil secara tiba-tiba pada saat Dubes designate RI untuk Brasillia telah berada di Istana Presiden Brasil, merupakan suatu tindakan yang tidak dapat diterima oleh Indonesia," tulis juru bicara Kemlu. (Merdeka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar