Sabtu, 21 Februari 2015

Apa Hukum Tes Keperawanan dalam Islam? Inilah Penjelasan Ulama


Ilustrasi
Jember – WARA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, bahwa tes keperawanan terhadap perempuan bertentangan dengan ajaran Islam.

Ketua MUI Jember, Halim Subahar mengatakan meski tampaknya seolah-olah Islami, tes keperawanan sangat berlawanan dengan prinsip-prinsip Islam yang tercantum Quran dan Hadist.

"Dalam Islam yang namanya aurat besar itu harus dirahasiakan, hasil tes justru akan tersebar kemana-mana padahal misalnya setelah dilakukan pemeriksaan dan tidak perawan, dampaknya akan sangat berat bagi perempuan karena orang akan menuduh macam-macam, padahal selaput dara bisa rusak bisa karena faktor lain seperti olahraga," jelas Halim kepada wartawan BBC Indonesia, Sri Lestari.

Pernyataan MUI Jember dilontarkan menyusul munculnya perdebatan tentang dilakukannya tes keperawanan terhadap para siswi SMU sebagai syarat kelulusan, pada Senin (9/2/2015) pekan lalu, yang telah dicabut oleh DPRD.

DPRD Jember pun akhirnya meminta maaf karena salah seorang anggotanya telah memunculkan wacana tersebut.

"Kami meminta maaf karena usulan yang muncul dalam rapat dengar pendapat ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat, dan tidak akan meneruskan wacana tersebut," jelas Wakil Ketua DPRD Ayub Junaedi.

Menurut Ayub, kontroversi itu berawal dari lontaran salah seorang anggota ketika audiensi dengan pemerintah tentang bagaimana mengatasi masalah mencegah pergaulan yang bebas di kalangan siswa sekolah.

DPRD, kata Ayub, juga tidak akan menindaklanjuti wacana tersebut karena mendiskreditkan kaum perempuan.

Pelanggaran hak perempuan
Wacana tes keperawanan di Jember, juga pernah muncul antara lain di Padang dan Jambi.

Beberapa waktu lalu, Human Rights Watch (HRW), merilis hasil penelitian terhadap polwan dan calon polwan di enam kota di Indonesia yang menyatakan bahwa mereka diwajibkan melakukan tes keperawanan yang membuat "trauma."

Komisioner Komnas Perempuan Mascruhah menilai wacana tentang tes keperawanan ini merupakan bentuk pencarian sensasi saja dan terjadi berulang kali karena ada anggota DPRD memilki perspektif yang diskriminatif terhadap perempuan.

"Kita melakukan pendekatan terhadap komunitas-komunitas perempuan untuk mencegah munculnya wacana tersebut, karena ini melanggar hak-hak perempuan," kata dia.

Wacana dan usulan perda mengenai tes keperawanan di sejumlah daerah, menurut Mascruhah, akhirnya gugur karena memang tidak cukup kuat untuk dijadikan peraturan daerah dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat.(BBC)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar