Senin, 22 Desember 2014

Jangan Paksa Pegawai Pakai Atribut Natal


Sejumlah tahanan wanita dengan kostum santa claus bersiap-siap tampil dalam acara jelang perayaan Natal di penjara wanita Santa Monica, Lima, Peru, 19 Desember 2014. REUTERS

Jakarta - WARA - Wakil Ketua Komisi Agama DPR Sodik Mudjahid mengimbau para pengusaha hotel, restoran, serta pusat perbelanjaan tak memaksa karyawannya memakai atribut Natal. Atribut ini, kata dia, bisa berupa topi, maupun baju Santa Claus.

Menurut Sodik, pakaian Santa itu identik dengan budaya dan akidah tertentu. "Pengusaha tersebut tak boleh memaksa karyawan yang berbeda keyakinannya memakai atribut natal," kata Sodik, Jumat, 19 Desember 2014.

Andai terjadi pemaksaan, kata Sodik, berarti telah terjadi bentuk intoleransi dan kedangkalan pemahaman keragaman agama. "Memaksa karyawan mengenakan pakaian yang identik dengan agama lain sama dengan memaksa orang lain menganut ritual agama tertentu," ujar politikus Gerindra ini.

Sebelumnya, Front Pembela Islam mengharamkan ajaran yang memperbolehkan umat Islam memberikan ucapan selamat Natal. Kalau mereka melakukan, kata dia, berarti mereka sudah murtad. "Tak terkecuali bagi siapa pun, termasuk Presiden Jokowi," kata Majelis Syuro FPI, Misbahul Anam.

Misbahul Anam ketika dihubungi, Kamis, 18 Desember 2014, menyatakan ucapan Natal memiliki dampak pengakuan terhadap eksistensi agama lain. Sebab, definisi Natal dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti hari kelahiran Yesus Kristus. "Jadi ketika ada orang Islam yang mengucapkan Natal, artinya mereka memberi selamat atas kelahiran Yesus," kata Anam.

Sedang tokoh organisasi massa Islam Muhammadiyah, Syafii Maarif, mengatakan ucapan "Selamat Natal" sama bobotnya dengan menuturkan "Apa Kabar", "Selamat Pagi" dan sapaan lainnya. Menurut Syafii, sapaan itu justru bisa menimbulkan perdamaian. "Damai di hati, damai di bumi," kata Buya Syafii, sapaan akrabnya. (Tempo.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar