Sabtu, 27 Desember 2014

Pengamat Politik : Jangan Anggap Remeh Ancaman ISIS



Bandung - WARA - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Dr Muradi mengatakan, ancaman ISIS yang diunggah di youtube harus dilihat sebagai bentuk terkonsolidasinya gerakan radikal dan terorisme di Indonesia. Masa habernasi dan tiarap dari jejaring terorisme di Indonesia pasca tewasnya Dr Azahari dan Noordin M Top telah berlalu. Jadi ancaman itu jangan dianggap remeh.


"Jejaring radikal ini juga telah melakukan regenerasi yang baik pasca pengiriman ratusan orang ke Suriah dan Irak selama setahun terakhir dan puluhan diantaranya telah kembali ke indonesia via Batam, Medan, Makasar dan Surabaya," kata Muradi di Bandung, Sabtu (27/12).

Muradi mengatakan, mereka yang kembali ke Indonesia inilah yang membangun jejaring baru dan memotivasi jejaring lama untuk kembali menyebar teror di Indonesia. Artinya, lanjut Muradi, ada hal urgen yang harus disikapi oleh TNI, Polri, BNPT, dan Densus 88 terkait dengan ancaman yang disebar via sosial media tersebut.

Menurut Muradi, ada lima hal yang harus dilakukan oleh institusi keamanan dalam merespon ancaman tersebut.

Pertama, ancaman ini harus dilihat sebagai bagian dari kemungkinan menguatnya gerakan radikal di indonesia sebagai efek dari pengiriman ratusan orang ke Suriah dan Irak. Ini juga merupakan bagian dari rangkaian penyanderaan di Sidney Australia beberapa waktu lalu.

Kedua, institusi keamanan harus mendahului menyerang dan menghadang gerakan teror dan radikal di indonesia, baik jejaring lama maupun jejaring baru dari reinkarnasi jejaring ISIS di Indonesia

Ketiga, institusi keamanan harus memastikan penangkapan gembong terorisme di indonesia atau setidaknya menghancurkan basis dan jejaring teror yang ada agar ada efek gentar yang membuat manuver dan upaya untuk melakukan teror tidak dilakukan secara masif. Momentum menangkap Santoso dapat dijadikan efek gentar dari pelaku teror itu bahwa institusi keamanan serius menyikapi ancaman tersebut.

Keempat, mengefektifkan peran publik dengan jejaring tokoh masyarakat, dan tokoh agama bersama dengan organissasi yang dimiliki oleh TNI, Polri, BIN, dan juga BNPT seperti Babinsa, Babinkamtibmas, Polmas, FKDM, dan juga FKPT untuk melakukan deteksi dini agar dapat memastikan bahwa jejaring teror dan kelompok radikal terbatasi ruang geraknya

Dan kelima, pemerintah harus memastikan bahwa langkah untuk memberantas terorisme di Indonesia membutuhkan kebijakan yang terintegratif dari semua elemen masyarakat, dan hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan kebijakan pemerintah.

"Salah satu yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mengganti pimpinan TNI, Polri, Densus 88 dan juga BNPT jika dinilai gagal. Hal ini agar ada motivasi yang lebih besar dari sekadar menjalankan peran dan fungsi rutin mereka," kata pria yang dikenal dekat dengan Presiden Jokowi ini. (Tribun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar