Jumat, 12 Desember 2014

Ketulusan Para Petugas Medis Ebola, Sumber Inspirasi Dunia

Setelah melewati proses pemilihan dari jumlah puluhan nominator termasuk Presiden Joko Widodo, pada akhirnya Majalah Times menetapkan para petugas medis ebola, sebagai sosok paling berpengaruh di dunia.

Keputusan ini sangatlah tepat, sebab dibanding nominator lain, petugas medis dari berbagai penjuru dunia tersebut, merupakan tokoh kemanusiaan yang jasanya sangat bernilai. Sebab, tidak hanya kontribusi karya secara lokal bagi negara asal dirinya, tetapi keputusan datang ke negara-negara Afrika rawan virus mematikan, sungguh layak diapresiasi.

Dalam laman resmi majalah Times hari ini (11/12), petugas medis disebut sebagai “The Ebola Fighters “. 

Para dokter dan perawat pasien penderita pasien Ebola sudah banyak kehilangan rekan seperjuangan mereka, melihat sekian banyak kematian yang mengerikan, serta ancaman tak terdeteksi mengintai nyawa mereka kapan saja. Namun, banyak petugas medis tetap bertahan.

Menurut pemimpin redaksi Time, Nancy Gibbs, para petugas medis di medan perlawanan Ebola merupakan sosok pahlawan di hati semua orang. Ketika kasus Ebola pertama kali muncul, dunia seolah tak melirik dampak global dari potensi bahaya tersebut terutama bagi warga benua Afrika.

“Namun, mereka yang berada di lapangan seperti petugas medis khusus dari organisasi Dokter Tanpa Batas (MSF), pekerja medis Kristen, Samaritan Purse, dan petugas medis lainnya dari seluruh dunia, bahu membahu dengan dokter lokal mengatasi penyakit itu,” ujar Gibbs.

Kisah Foday Gallah, petugas Ambulance tak kenal lelah.

Foday Gallah hanya satu saja sosok inspiratif dari sekian petugas medis berhati tulus. Pada saat bertugas, dirinya pernah menyelamatkan satu keluarga yang terinfeksi virus ebola di rumah mereka. Dia menemukan seorang ibu dan dua anak mereka terbaring tanpa daya dan dibantu petugas lain, segera mengangkat keluarga itu ke dalam ambulance. Tetapi ternyata, masih ada lagi sisa keluarga lain yaitu nenek, kakek, dan dua anak laki-laki. Mereka sangat lemah dan menderita dehidrasi.

Usaha penyelamatan bolak-balik dengan ambulance rela dilakukan Gallah sampai dirinya menyelamatkan korban suspek terakhir Ebola di keluarga tersebut, seorang anak laki-laki berusia 4 sampai 5 tahun. Kondisinya mulai membaik dengan perawatan intensif. Di hari mengerikan bagi keluarga itu, Gallah telah menjadi penyelamat mereka, tepat sebelum terlambat.

Bagi Foday Gallah, bergulat dengan lingkungan Ebola dan harus menolong sekian banyak nyawa manusia dalam waktu cepat, merupakan pengalaman sangat khusus dalam hidupnya tahun ini. Tapi dia bertekad untuk tetap kuat, karena hanya dengan tekad pertahanan diri, ebola dapat dilawan.

Perjuangan yang sangat mengharukan dan inspiratif sayangnya kurang terekspos oleh media di Indonesia, sebagai kisah pengetuk pintu kemanusiaan terlebih karena kita baru saja sampai pada peringatan hari Hak Asasi Manusia.

Semoga, dengan penetapan para petugas medis ebola sebagai tokoh paling berpengaruh dunia, di masa mendatang akan lebih banyak lagi inspirasi untuk karya kemanusiaan dan cinta kasih tanpa pamrih!

Katie Meyler

































Ella Watson Stryker

Tidak ada komentar:

Posting Komentar