Jumat, 12 Desember 2014

Jokowi Jangan Tolak Grasi jika Hanya Ingin Tunjukkan Ketegasan



Jakarta - WARA - Direktur Imparsial Al Araf mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo yang menyatakan akan menolak grasi yang diajukan 64 terpidana mati kasus narkoba. Menurut dia, Jokowi harus mempertimbangkan segala aspek sebelum menyatakan menolak atau menerima permohonan grasi dari para terpidana mati

"Jangan karena ingin menunjukkan sikap tegas, jadi menolak grasi dari yang dimohonkan oleh terpidana," kata Al Araf kepada Kompas.com, Selasa (9/12/2014) malam.

Al Araf mengatakan, di era modern seperti sekarang ini, hukuman mati bukan lagi cara yang tepat untuk memidanakan seseorang. Hukuman mati, menurut dia, tidak akan membawa efek jera bagi masyarakat atau pelaku. 

Selain itu, lanjut Al Araf, hukuman mati juga berisiko jika ada kesalahan dalam proses hukum yang dijalani terpidana. Apalagi, kesalahan dalam proses peradilan sudah sering terjadi di Indonesia.

"Kalau terpidana mati dieksekusi dan ternyata ada kesalahan, kita tidak punya kesempatan memperbaikinya," ujar Al Araf.

Al Araf juga menilai, hukuman mati akan memperpanjang rantai kekerasan. Seharusnya, kata dia, kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan, tidak dibalas dengan kekerasan pula.

"Dalam hal hukuman mati ini seharusnya jokowi mempertimbangkan banyak aspek," katanya.

Sebelumnya, Jokowi memastikan akan menolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Kepastian itu disampaikan Presiden Jokowi di hadapan civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dalam kuliah umum yang digelar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Selasa (9/12/2014).

"Saya akan tolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Saat ini permohonannya sebagian sudah ada di meja saya dan sebagian masih berputar-putar di lingkungan Istana," kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menegaskan, kesalahan itu sulit untuk dimaafkan karena mereka umumnya adalah para bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa. (KOMPAS.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar