Kamis, 26 Februari 2015

Presiden: Utamakan Produk Beras Dalam Negeri



Presiden Joko Widodo melepas puluhan truk bermuatan beras yang akan disalurkan dalam operasi beras dan penyaluran raskin di halaman depan Gudang Bulog No. 20, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (25/2). (sumber: Suara Pembaruan)
Jakarta - WARA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Perum Bulog mengutamakan stok beras lokal ketimbang beras impor untuk mengendalikan harga beras di dalam negeri. Hal itu sangat memungkinkan karena stok beras lokal di gudang Perum Bulog saat ini mencapai 1,4 juta ton. Apalagi pada Maret sejumlah daerah di Indonesia memasuki masa panen dan April terjadi panen raya.

“Saya tegaskan bahwa pasokan kita cukup sampai panen berikutnya, stoknya ada 1,4 juta ton. Itu akan disalurkan melalui operasi pasar (OP) maupun program beras untuk rakyat miskin (raskin),” kata Jokowi saat meninjau penyaluran serentak raskin dan OP beras 2015 di Gudang Bulog Divre DKI Jakarta, Rabu (25/2).

Kepala Negara sama sekali tidak menyinggung rencana pemerintah mengimpor beras. Dengan melihat stok yang masih melimpah dan datangnya panen bulan depan, peluang impor menjadi minim. 

“Mulai Maret, Indonesia akan memulai masa panen dan mencapai titik kulminasinya pada April, ada panen raya. Jangan impor (beras), itu harus kita junjung sendiri. Kalau kita impor, itu tergantung kurs,” tutur Presiden.

Di tempat yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat mengatakan, pihaknya tidak akan mengimpor beras dalam waktu dekat. Impor hanya diperlukan jika pasokan di dalam negeri tidak mencukupi. Apalagi sebagai BUMN, Bulog harus menjalankan amanat pemerintah sebagai pemegang sahamKetika pemerintah menginstruksikan tidak impor beras, Bulog harus menjalankannya. 

“Kami tidak bicara impor. Bulog itu off taker. Kembali lagi kalau produksi nasionalnya melimpah, pengadaan dalam negeri cukup, untuk apa impor?!” ujar Lenny.

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga berjanji segera meredam gejolak harga beras di dalam negeri. Saat ini, stok beras di gudang Bulog masih mampu mencukupi kebutuhan sampai masa panen Maret hingga April 2015, yakni 1,4 juta ton. Di sisi lain, OP akan terus dilakukan dan penyaluran beras untuk rakyat miskin akan ditingkatkan volumenya.

Kepala Negara menegaskan, berapa pun beras yang dibutuhkan akan didorong masuk ke pasar, termasuk Pasar Induk Cipinang yang merupakan pasar beras terbesar di Tanah Air. Pemerintah siap menyalurkan beras hingga 300 ribu ton untuk mengendalikan harga beras melalui OP. 

"Jangan ada lagi pikiran kekurangan stok, tidak ada suplai. Suplai akan terus ada, berapa pun yang diminta. Saya juga sampaikan bahwa stok beras kita cukup sampai masa panen nanti," tegas dia.

Dalam acara yang dihadiri perwakilan Bulog dari Bandung, Palembang, Surabaya, dan Bali itu, Presiden Jokowi pun menginstruksikan mereka segera menyalurkan beras raskin sampai habis, sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi. “Dengan begitu, suplai dan permintaan bisa seimbang dan harga bisa normal kembali,” papar dia.

Dalam laporannya kepada Presiden, Lenny Sugihat mengatakan, pihaknya siap menyalurkan beras raskin dan OP di seluruh Indonesia. Sejak Januari-Februari 2015 telah disalurkan raskin sebanyak 175 ribu ton dan OP 56 ribu ton. Pada Rabu (25/2) disalurkan 25 ribu ton raskin dan 2 ribu ton beras OP yang merupakan bagian dari rencana penyaluran 300 ribu ton. “Dalam OP, kami dibantu TNI yang mengirimkan truknya untuk menyalurkan beras ke masyarakat,” kata dia.

Lenny mengungkapkan, program penyaluran raskin secara serentak ini merupakan komitmen pemerintah untuk menstabilkan harga dan menjaga daya beli masyarakat, sekaligus untuk mengurangi beban pengeluaran penerima raskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan, khususnya beras. Tahun ini, raskin diberikan kepada 15.530.587 rumah tangga sasaran (RTS) dengan alokasi 15 kg per RTS per bulan. Sedangkan OP bertujuan menyediakan beras bagi masyarakat berpendapatan rendah dengan harga jual eceran tertinggi Rp 7.400 per kg di Pulau Jawa dan Rp 7.500 per kg di luar Jawa.

Dari gudang Bulog Divre DKI Jakarta siap disalurkan 1.600 ton beras OP untuk menjaga daya beli masyarakat dengan harga Rp 7.400 per kg. Sedangkan raskin dijual seharga Rp 1.600 per kg. Kepala Divisi Regional Bulog DKI Jakarta Awaluddin Iqbal mengungkapkan, ada 118 truk yang diberangkatkan kemarin untuk penyaluran raskin dan beras OP. OP dilakukan di 12 pasar di Jakarta, yakni Pasar Minggu, Pasar Anyer Bahari, Pasar Jatinegara, Pasar Jembatan Lima, Pasar Klender, Pasar Kramatjati, Pasar Senen, Pasar Boplo, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Tomang Barat, Pasar Tanah Abang, dan Pasar Palmerah.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, pemerintah akan menggelar OP sebanyak 300 ribu ton untuk seluruh daerah di Indonesia. OP dilakukan Bulog agar harga yang ditentukan pemerintah bisa sama ketika sampai ke masyarakat. Pemerintah juga menggandeng TNI-Polri untuk mengawasi OP agar tidak terjadi kebocoran. 

"Jika ditemukan menyalurkan beras atau menahan beras akan ditindak. Kami sudah berikan sinyal, jangan main-main. Jika tidak diindahkan akan ditindak karena membuat keresahan," tandas dia.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla juga memerintahkan Perum Bulog meningkatkan distribusi raskin guna menekan harga beras yang saat ini tinggi. Kenaikan harga beras lebih disebabkan berkurangnya pasokan karena jumlah raskin yang seharusnya didistribusikan Bulog sebanyak 500 ribu ton hanya didistribusikan 140 ribu ton. Akibat tidak optimalnya distribusi raskin, harga beras di sejumlah daerah mengalami kenaikan.

Kalla menegaskan, walaupun ada kenaikan harga, saat ini belum perlu dilakukan impor karena stok yang ada di Bulog masih cukup, yakni 1,4 juta ton. Stok beras akan bertambah mengingat dalam tiga bulan ke depan terjadi panen dan panen raya. 

“Stok beras saat ini yang mencapai 1,4 juta ton sebenarnya cukup dan jumlah tersebut akan meningkat mengingat Maret, April, dan Mei akan terjadi panen. Stok dan harga aman. Harga pasti akan turun, dalam beberapa hari ini harga bisa terkendali lagi dan stok di masyarakat akan cukup,” tegas dia.

Menurut Wapres, pemerintah juga tidak menginginkan harga beras terlalu rendah karena hal itu justru akan merugikan petani. Namun, di sisi lain, harga beras jangan sampai kelewat mahal karena akan memberatkan masyarakat selaku konsumen. 

"Perlu diingat kalau harga beras terlalu rendah bagaimana petani akan untung. Jangan selalu melihat dari sisi konsumen yang menginginkan harga murah, kita juga harus pikirkan petani," ujar dia.

Tekanan Politik
Ketua PBNU yang juga Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Mochammad Maksum Machfoedz yang dihubungi Investor Daily mengungkapkan, produksi beras saat ini cenderung surplus. Konsumsi rutin juga berlangsung normal. Namun, di lapangan justru harga beras melonjak.

“Ini memang patut dipertanyakan bahwa ada 'sesuatu' yang terjadi saat ini. Ada semacam tekanan politik yang dibuat agar impor beras bisa dilakukan. Ada yang memanfaatkan situasi, sebuah tekanan politik supaya bisa impor,” papar dia.

Menurut Maksum, hal itu wajar mengingat dengan konsumsi beras nasional sebanyak 31 juta ton per tahun, bisnis beras sungguh menggiurkan. Dengan harga beras saat ini rata-rata Rp 8.000-10.000 per kg, nilai bisnis beras berkisar Rp 250-300 triliun per tahun. 

“Apabila 'dimainkan' 1 persen saja, itu sudah setara dengan keuntungan Rp 2,5 triliun per tahun. Di sinilah ada peluang pihak-pihak tertentu untuk mendorong impor. Dengan harga beras dari luar negeri Rp 7.000 per kg, sementara di dalam negeri Rp 10 ribu per kg, ada selisih 30 persen yang merupakan keuntungan apabila impor. Inilah yang dikejar para pemburu rente,” tegas dia.

Maksum mengungkapkan, pemerintah jangan membiarkan hal ini terjadi. Beras adalah komoditas strategis yang harus bisa dikendalikan oleh negara. Produksi harus ditingkatkan dan distribusi harus dibenahi. 

“Adalah tugas negara untuk menyediakan pangan bagi rakyatnya, jangan sampai negara kalah oleh para pemburu rente. Jangan hanya teriak, tapi harus bisa ditangkap dan diberi sanksi,” tutur Maksum.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Bulog Natsir Mansyur menjelaskan, selama suplai lebih sedikit dari permintaan, para spekulan akan menjadikannya sebagai peluang untuk memainkan harga. Solusinya bukan hanya menambah beras di pasar melalui OP.

Kegiatan OP ibarat Panadol yang hanya mampu mengurangi rasa sakit untuk sementara waktu. Apalagi dalam OP saat ini hanya dialokasikan 300 ribu ton, atau separuh dari kebutuhan. “Harus ada solusi jangka panjang karena saat ini manajemen perberasan di Indonesia sangat rapuh,” ujar dia.

Untuk membenahi manajemen perberasan dan meredam gejolak harga beras, kata Natsir, pemerintah harus memperkuat stok beras, baik stok beras pemerintah melalui Bulog maupun stok beras di masyarakat. 

Caranya, pemerintah perlu meningkatkan cadangan beras pemerintah (CBP) dari saat ini yang hanya 500 ribu ton. Sedangkan untuk memperkuat stok beras rakyat, pemerintah bisa menambah alokasi raskin yang saat ini 15 kg per bulan per orang (untuk 15 hari) menjadi 30 kg (untuk 30 hari). 

“Kalau stok beras pemerintah melimpah, rakyat punya stok yang cukup, siapa yang mau memainkan harga? Konsumennya kan tidak ada?!” tandas Natsir. (BS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar