Minggu, 14 Desember 2014

Ahok Ancam Pecat Pegawai DKI yang Terbukti Korupsi

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam peringatan Hari Anti Korupsi bertajuk Demokrasi Tanpa Korupsi di Museum Nasional, Jakarta, Minggu (14/12).
Jakarta - WARA - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyadari masih banyak pegawai di pemerintah provinsi yang melakukan tindak korupsi, walau telah mengantongi gaji tinggi. Oleh karena itu dia mengancam tidak segan-segan memecat atau menurunkan pangkat PNS DKI Jakarta yang terbukti melakukan tindak korupsi.

Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Ahok tersebut usai menghadiri acara Indonesia Corruption Watch bertajuk Demokrasi Tanpa Korupsi di Museum Nasional pada Minggu, 14 Desember 2014. Dia menegaskan, ancaman tersebut tidak sekadar gertak sambal karena bisa direalisasikan mulai bulan ini.

“Kemudian setelah dipecat atau diturunkan pangkatnya menjadi staf biasa, saya mau melihat mental si pegawai ini bagaimana. Apakah bertobat atau punya nyali untuk melawan,” ujar Ahok.

Dia menyadari untuk memberantas korupsi di kalangan Pemprov DKI Jakarta tidak mudah. Oleh sebab itu dia mengajak publik untuk ikut mengawasi dan semangat memberantas korupsi.

“Dengan adanya acara yang digelar oleh ICW ini kan menyadarkan kita bahwa kita tidak sendiri dalam memberantas korupsi. Masih banyak orang yang berperang melawan penyakit kronis ini,” kata dia. 

Dalam kesempatan itu, mantan Bupati Belitung Timur turut menyebut, demokrasi di Indonesia, biasanya selalu diikuti oleh tindak korupsi. Sebab, sistem pengawasannya sejak awal telah dikebiri.

“Aturan yang terdapat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berfungsi mencocokkan daftar harta kekayaan yang dimiliki bukan menyelidiki dari mana benda-benda itu diperoleh para pejabat,” ujar Ahok.

Seharusnya menurut Ahok, jika seorang pejabat DKI memiliki 10 mobil, KPK turut menanyakan bukti pembayaran pajak untuk 10 kendaraan itu. Apakah dia memperoleh benda tersebut melalui cara yang benar.

Oleh sebab itu, mulai tahun depan, Ahok  mengajak KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk meneken nota kesepahaman, tidak boleh ada lagi transaksi tunai lebih dari Rp25 juta. Hal tersebut, kata Ahok, agar memudahkan pelacakan dan membuat transaksi terekam jelas.

Sehingga, jika ada transaksi merugikan, bisa langsung ditelusuri dengan cepat. (VIVAnews )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar