Gubernur
Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo saat melakukan sidak di kantor Samsat
Makassar.
|
Para gubernur
yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI)
bertemu dengan Presiden Joko Widowo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di
Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (24/11/2014).
Di hadapan
Jokowi, para gubernur mengeluhkan pemeriksaan kepala daerah terkait kasus
dugaan korupsi.
“Ada hal yang
selama ini cukup mengganjal dalam setiap pertemuan adalah, kita sama-sama
sepakat dalam pemberantasan korupsi. Kami harap tidak ada lagi ruang dan celah
korupsi di dalam lingkungan pemerintahan. Tapi, kami berharap semua prosedur
dan aturan yang selama ini menjadi bagian dari lingkup yang berkaitan dengan
penanganan pemerintahan ditegakkan sesuai dengan aturannya,” kata Ketua APPSI
Syahrul Yasin Limpo di hadapan Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, dan
sejumlah menteri Kabinet Kerja.
Hadir dalam
pertemuan ini para gubernur dari 34 provinsi, termasuk Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama.
Kepada Jokowi,
Syahrul menyampaikan bahwa para gubernur berharap tidak ada ekspose perkara
yang mendahului pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut Syahrul,
proses hukum yang terjadi selama ini seolah menerobos prosedur pemeriksaan
kepala daerah.
“Artinya, kami
berharap tidak ada ekspose perkara yang mendahului semua rangkaian proses. Kami
kehilangan delegitimasi pemerintahan, wibawa pemerintahan, padahal belum tentu
itu menjadi persoalan. Kami berharap ada pemeriksaan BPKP, BPK, dirjen,
inspektorat, ini diatur dalam undang-undang, Bapak Presiden,” ujar Yasin.
Menurut dia,
para kepala daerah merasa seolah-olah digilir untuk mencicipi proses hukum
terkait kasus korupsi. Dengan demikian, kata Syahrul, para gubernur merasa
kehilangan akselerasi untuk membangun terobosan-terobosan.
“Kalau kami
korupsi, penjarakan kami, tetapi kalau tidak, kami butuh kekuatan untuk
melindungi kami,” sambung Syahrul yang dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi
megaproyek Center Point of Indonesia.
Gubernur
Sulawesi Selatan ini juga menyesalkan ekspose media terhadap para kepala daerah
yang namanya terseret dalam pusaran kasus dugaan tindak pidana korupsi. Terkait
dengan pemanggilan kepala daerah untuk diperiksa, Syahrul menilai sebaiknya
pemanggilan oleh penegak hukum dilakukan melalui aparat pengawas internal
pemerintah (APIP).
“Pemanggilan
aparat eksternal harus melalui APIP, aparat pengawasan internal. Kalau belum
ada, kecuali tanggapan, ini membuat delegitimasi pemerintah, saling
menjatuhkan,” ucap dia.
Yasin meminta
kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mengatur lebih lanjut masalah
tersebut. Menurut dia, masalah seperti ini membuat para kepala daerah sulit mengambil
sikap.
“Kami minta
kepada Menteri Dalam Negeri untuk pengaturan-pengaturan ini dilakukan. Sekali
lagi, masalah korupsi, penjarakan kami, kalau itu kami lakukan. Tapi, kalau
tidak, diskresi kepala daerah adalah bagian kewenangan, sulit kami mengambil
sikap, itu yang terjadi selama ini,” sambung dia.
Di samping itu,
Syahrul berharap komunikasi antara menteri dan gubernur terus dilakukan. Ia
meminta menteri berkoordinasi dengan gubernur terlebih dahulu sebelum turun ke
kabupaten.
“Kami terima
kasih semua menteri turun ke bawah, tapi kami berharap sebelum ke kabupaten,
kami disampaikan agar kami bisa mengatur lebih baik. Kami takut ketinggalan
kereta,” tutur dia.
Sebelumnya,
Yasin pernah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi meringankan atas
permintaan pihak tersangka kasus dugaan suap Buol, Bupati Buol, Amran Batalipu.
Namun, Yasin
menolak panggilan tersebut. Sebagai saksi meringankan yang diajukan tersangka,
ia berhak untuk menolak atau memenuhi panggilan KPK. (TRIBUN-TIMUR.COM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar