Selasa, 10 Februari 2015
Ratna Sarumpaet: Jokowi Jangan Berlagak Pilon
Ratna Sarumpaet |
Demikian disampaikan aktivis politik, Ratna Sarumpaet, saat diwawancara Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu.
Dia juga mengkritik para ahli tata negara yang mendesak Presiden Joko Widodo untuk cepat melantik BG. Menurut dia, para ahli tata negara itu selalu berpikir berdasar undang-undang, sementara undang-undang yang mereka baca sudah amburadul.
"Saya ingatkan kalau BG diangkat juga (menjadi Kapolri) oleh Jokowi, besoknya harus dipecat. Jangan Jokowi berlagak pilon (tidak tahu apa-apa) bahwa semua keruwetan ini akan selesai di praperadilan," tegas Ratna.
Menurut dia praperadilan tidak pantas menjadi dasar untuk melantik atau tidak melantik BG karena yang dipersoalkan praperadilan adalah aspek teknis bukan materi.
"Secara materi kan sejak berapa tahun lalu dia (BG) sudah masuk daftar rekening gendut. Jokowi punya intelijen. Kan dia bisa buka soal rekening gendut BG ini. Para ahli tata negara kita pandai secara tata negara tapi secara moral kecerdasan mereka di mana?" kata dia.
Dia khawatir Jokowi akan mengeluarkan keputusan yang mengecewakan rakyat karena selama ini kata-katanya selalu "bersayap" jika ditanya seputar pelantikan BG.
"Kata-kata bersayap itu karakter orang yang tidak jujur. Saya ingatkan Jokowi, jangan berpegang pada praperadilan, tapi pada materi. Sejarah BG itu sudah bertahun-tahun lalu," ujar Ratna.
Ditegaskan dia lagi, jika Jokowi ingin terlihat hebat dan mau tunjukkan bahwa pemerintahannya berdiri di atas hukum, seharusnya dia tidak lantik BG. Jokowi harus berpikir secara moral, bukan hanya aturan konstitusi. Kalau pun konsitusi dilanggar untuk kebaikan bangsa, rakyat pasti mengerti.
"Tidak usah lantik. Kalaupun tetap melantik, pecat besoknya juga. Dua itu saja pesan saya," tegas Ratna. (RMOL)
Kompol Budi Tuding Pomal TNI AL Curi Uang Rp 2 Juta dan Cincin Kawin
Eksekusi lahan di Kompleks TNI AL |
Jakarta - WARA - Perwira Polda Metro Jaya Kompol Budi Hermanto mengaku
dipukuli aparat Polisi Militer TNI AL di Bengkel Cafe, Jumat (6/2) malam. Budi
pun mengaku ada sejumlah barang miliknya yang hilang saat kericuhan tersebut.
"Di ruangan karaoke saya izin ke kamar mandi. Di luar ribut, saya keluar, teman saya sudah mau pingsan. Saya dipukuli saya berusaha melindungi teman saya, saya dipukuli, diambil juga cicin dan barang," kata Kompol Budi saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (9/2).
"Di POM sudah datang Dikrimum. Mereka bawa cincin kawin pernikahan teman saya. Mereka membongkar tas kehilangan 2 juta kita, sampai berhamburan," lanjut Budi.
Selain melaporkan kasus ini ke Polisi Militer, Kompol Budi juga akan membawa masalah ini ke Komnas HAM. Selain masalah pencurian itu, dia juga mengaku dihajar sampai babak belur.
"Sekarang saya rusuk sakit, dekat kuping lebam. Hingga kini teman masih di opname," kata Budi.
Pihak TNI AL memberikan keterangan mereka memiliki bukti-bukti jika Kompol Budi dan rekannya menodongkan pistol dan membuat suasana keruh saat razia. (Merdeka.com)
"Di ruangan karaoke saya izin ke kamar mandi. Di luar ribut, saya keluar, teman saya sudah mau pingsan. Saya dipukuli saya berusaha melindungi teman saya, saya dipukuli, diambil juga cicin dan barang," kata Kompol Budi saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (9/2).
"Di POM sudah datang Dikrimum. Mereka bawa cincin kawin pernikahan teman saya. Mereka membongkar tas kehilangan 2 juta kita, sampai berhamburan," lanjut Budi.
Selain melaporkan kasus ini ke Polisi Militer, Kompol Budi juga akan membawa masalah ini ke Komnas HAM. Selain masalah pencurian itu, dia juga mengaku dihajar sampai babak belur.
"Sekarang saya rusuk sakit, dekat kuping lebam. Hingga kini teman masih di opname," kata Budi.
Pihak TNI AL memberikan keterangan mereka memiliki bukti-bukti jika Kompol Budi dan rekannya menodongkan pistol dan membuat suasana keruh saat razia. (Merdeka.com)
DPRD Mengaku Disuap Pemprov DKI Rp 12 Triliun untuk Golkan APBD
Plt.Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), saat tiba di gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (14/11) |
Jakarta - WARA - Kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI
Jakarta 2015 terus berlanjut. Kalau kemarin, Gubernur DKI Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnama mengaku telah menghilangkan anggaran siluman sebesar Rp 8,8
triliun dalam APBD DKI 2015.
Kini, giliran Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) DKI mengaku Pemprov DKI mencoba menyuap DPRD DKI dengan
memberikan anggaran sebesar Rp 12 triliun untuk dimasukkan ke dalam APBD DKI
2015. Tujuannya, DPRD DKI mengegolkan APBD DKI 2015.
Anggota Badan Anggaran (Banggar)
DPRD DKI, Bestari Barus mengatakan tujuan Pemprov DKI mencoba menyuap seluruh
anggota dewan yang berjumlah 106 anggota, supaya program pembangunan yang telah
disusun semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI tidak diutak-atik atau
diubah.
“Dalam pembahasan anggaran di
tingkat komisi, kita membahasnya hingga ke satuan tiga atau lebih mendetail dan
rinci. Nah supaya, program anggaran tersebut disetujui dan tidak banyak yang
dihilangkan atau dicoret, maka Pemprov DKI melalui Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) menyogok kami dengan memberikan anggaran sebesar Rp 12 triliun,”
kata Bestari di gedung DPRD DKI, Jakarta, Senin (9/2).
Anggaran sebesar itu, lanjutnya,
bebas digunakan DPRD DKI untuk mengusulkan program pokok pikiran (pokir)
anggota dewan. Beberapa usulan program yang diusulkan dalam anggaran sebesar Rp
12 triliun adalah pembelian tanah tanpa menyebutkan lokasi yang jelas serta
pembelian banyak alat berat seperti eskavator.
“Tentu kami menolak sogokan itu.
Bagi kami, kepentingan Jakarta bukan soal membeli lahan dan eskavator saja.
Banyak persoalan lain. Kalau terima sogokan itu, sama saja menyerahkan kami
semua ke LP Cipinang (penjara). Selain itu ini di luar pembahasan,” ungkap
Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD DKI ini.
Dia menuding TAPD DKI yang diketuai
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah tak mungkin melakukan praktik
penyuapan tanpa disetujui dan ada tekanan dari pimpinannya. Dengan kata lain,
Bestari yakin, penyuapan yang dilakukan TAPD itu mendapat persetujuan dari Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
“Tak mungkin ini dilakukan tanpa ada
paksaan dari pimpinannya,” ujar Bestari.
Pengakuan ini dilontarkan Bestari
untuk menanggapi tuduhan Basuki mengenai anggaran siluman yang dimasukkan DPRD
senilai Rp 8,8 triliun. Puncak kekesalan DPRD ketika Pemprov DKI menyerahkan
dokumen APBD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) yang tak sesuai dengan
kesepakatan bersama.
“Setelah kami cek ternyata isinya
kegiatannya bukan hasil pembahasan di Dewan," ungkapnya.
Misal, Barus mencontohkan, eksekutif
dan legislatif sepakat menganggarkan sejumlah dana untuk pembelian pesawat Lion
Air. Namun, kegiatan yang diserahkan ke Kementerian ternyata: pembelian pesawat
Silk Air dengan jumlah anggaran sama. "Anggarannya sama tapi kontennya
beda," tukasnya.
Karena melihat konten APBD DKI 2015
berbeda, maka DPRD DKI segera mengirimkan surat kepada Kemdagri pada pekan
lalu. Isi suratnya menyatakan APBD DKI 2015 yang dikirim Pemprov DKI adalah
ilegal.
Anggota Banggar DPRD, Fahmi Zulfikar
menegaskan tuduhan yang dinyatakan Basuki mengenai anggaran siluman Rp8,8
triliun adalah tidak benar. Tidak ada bukti otentik sama sekali yang dapat
membuktikan DPRD DKI mengalokasikan anggaran siluman.
“Tidak ada dana siluman Rp 8,8 triliun. Coba, sampai sekarang, Ahok (Basuki) tidak bisa menunjukkan bukti otentiknya. Mana?” tegasnya.
Justru yang melakukan praktik tindak
pidana korupsi adalah Basuki sendiri. Yaitu mencoba menyogok bukan dalam bentuk
uang, namun dalam bentuk kegiatan sebesar Rp 12 triliun. Kegiatan yang
diberikan oleh TAPD masih dalam kegiatan gelondongan. "Kami disuruh isi
sendiri," ujarnya.
Setelah ditelisik, paparnya,
ternyata sebagian besar kegiatan telah dimasukkan ke dalam e-budgeting
yang tidak bisa diutak-atik lagi. Kegiatan tersebut dimasukkan ke dalam sistem
jauh sebelum pembahasan di Banggar. Padahal, menurut dia, seharusnya kegiatan
baru dimasukkan ke dalam e-budgeting setelah mendapat koreksi dari
Kementerian Dalam Negeri. Ia mafhum kenapa TAPD berani menyuap sampai Rp 12
triliun. (BS)
Jadi Tersangka KPK, Kubu Komjen Budi Gunawan Minta Ganti Rugi
Sidang Praperadilan Budi Gunawan. |
Jakarta - WARA - Salah satu kuasa hokum Budi Gunawan, Maqdir Ismail
mengatakan, sesuai dengan pasal 77 KUHP, permohonan yang dapat diajukan di
dalam sidang praperadilan bisa meliputi jenis tindakan lain, selain urusan
keabsahan penangkapan dan penahanan. Menurutnya, hal itu juga termasuk dalam
hal-hal seperti penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan, maupun
ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang memiliki perkara dan
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
"Dengan kata lain, pasal 95 ayat 1 dan 2 pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka mejalankan wewenang yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in case adalah Pemohon. Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek permohonan praperadilan," ujar Maqdir dalam persidangan praperadilan, di PN Jaksel, Senin (9/2).
Maqdir mengatakan, tindakan lain yang dimaksud adalah menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik maupun penuntut umum di antaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Penetapan seseorang sebagai tersangka, khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi, lebih khusus lagi yang prosesnya dijalankan oleh KPK (termohon) akan menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in case pemohon," jelasnya.
Diketahui, dalam pasal 95 ayat 1 menyebutkan tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum ditetapkan. Kemudian pasal 2 menyebutkan, tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dalam pasal 77.
Sementara itu, menanggapi pernyataan tim kuasa hukum Budi Gunawan yang mengatakan, bahwa bisa dilakukan tuntutan penggantian kerugian baik secara moril maupun materiil, dari pihak terkait penetapan tersangkanya, Rasamala Aritonang selaku tim kuasa hukum KPK mengatakan hal itu dimungkinkan jika ada faktor pemaksaan. Dirinya menegaskan, bahwa pengganti kerugian itu bisa saja diajukan ke praperadilan, jika unsur pemaksaan tersebut benar-benar ada beserta bukti-buktinya.
"Alasan kita bukti yang cukup dan sudah dilakukan ekspos. Pasal 95 ayat 1 itu sebenarnya masalah pengganti kerugian. Kalau pengganti kerugian sebenarnya bisa diajukan ke praperadilan tapi harus ada faktor pemaksaan," kata Rasamala di PN Jaksel, Senin (9/2).
Rasamala menjelaskan sejumlah syarat dipenuhinya aspek-aspek pemaksaan tersebut. Dirinya juga menegaskan, bahwa pihaknya lagi-lagi hanya mau menanggapi hal-hal yang hanya berkaitan dengan masalah hukum, dari proses pra peradilan ini.
"Yang dimasuk tindakan lain (pemaksaan) itu, misalnya seperti memasuki rumah, penahanan, penangkapan, dan sebagainya. Kita hanya akan menjawab konteks hukumnya saja. Kalau politik tidak usah kita tanggapi. Dasar kita menetapkan tersangka itu atas bukti yang cukup," katanya menegaskan.
Rasamala mengatakan, bahwa penundaan proses praperadilan hari ini dimaksudkan untuk mengumpulkan bukti-bukti mengenai hal tersebut. Dirinya juga menekankan, sebaiknya sebagian bukti saja yang harus digelar di praperadilan, agar substansi pokok perkaranya tidak terbengkalai.
"Diberikan kesempatan untuk dua hari memberikan bukti, saksi dan ahli, nanti kita lihat. Dan harus paham juga bahwa tidak semua bukti harus digelar di sini karena ada pokok perkara. Jangan sampai semua digelar di sini, dan pokok perkaranya nanti malah jadi basi," pungkasnya. (Merdeka.com)
"Dengan kata lain, pasal 95 ayat 1 dan 2 pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka mejalankan wewenang yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in case adalah Pemohon. Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek permohonan praperadilan," ujar Maqdir dalam persidangan praperadilan, di PN Jaksel, Senin (9/2).
Maqdir mengatakan, tindakan lain yang dimaksud adalah menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik maupun penuntut umum di antaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Penetapan seseorang sebagai tersangka, khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi, lebih khusus lagi yang prosesnya dijalankan oleh KPK (termohon) akan menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in case pemohon," jelasnya.
Diketahui, dalam pasal 95 ayat 1 menyebutkan tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum ditetapkan. Kemudian pasal 2 menyebutkan, tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dalam pasal 77.
Sementara itu, menanggapi pernyataan tim kuasa hukum Budi Gunawan yang mengatakan, bahwa bisa dilakukan tuntutan penggantian kerugian baik secara moril maupun materiil, dari pihak terkait penetapan tersangkanya, Rasamala Aritonang selaku tim kuasa hukum KPK mengatakan hal itu dimungkinkan jika ada faktor pemaksaan. Dirinya menegaskan, bahwa pengganti kerugian itu bisa saja diajukan ke praperadilan, jika unsur pemaksaan tersebut benar-benar ada beserta bukti-buktinya.
"Alasan kita bukti yang cukup dan sudah dilakukan ekspos. Pasal 95 ayat 1 itu sebenarnya masalah pengganti kerugian. Kalau pengganti kerugian sebenarnya bisa diajukan ke praperadilan tapi harus ada faktor pemaksaan," kata Rasamala di PN Jaksel, Senin (9/2).
Rasamala menjelaskan sejumlah syarat dipenuhinya aspek-aspek pemaksaan tersebut. Dirinya juga menegaskan, bahwa pihaknya lagi-lagi hanya mau menanggapi hal-hal yang hanya berkaitan dengan masalah hukum, dari proses pra peradilan ini.
"Yang dimasuk tindakan lain (pemaksaan) itu, misalnya seperti memasuki rumah, penahanan, penangkapan, dan sebagainya. Kita hanya akan menjawab konteks hukumnya saja. Kalau politik tidak usah kita tanggapi. Dasar kita menetapkan tersangka itu atas bukti yang cukup," katanya menegaskan.
Rasamala mengatakan, bahwa penundaan proses praperadilan hari ini dimaksudkan untuk mengumpulkan bukti-bukti mengenai hal tersebut. Dirinya juga menekankan, sebaiknya sebagian bukti saja yang harus digelar di praperadilan, agar substansi pokok perkaranya tidak terbengkalai.
"Diberikan kesempatan untuk dua hari memberikan bukti, saksi dan ahli, nanti kita lihat. Dan harus paham juga bahwa tidak semua bukti harus digelar di sini karena ada pokok perkara. Jangan sampai semua digelar di sini, dan pokok perkaranya nanti malah jadi basi," pungkasnya. (Merdeka.com)
Senjata Api Abraham Samad Disebut Gratifikasi Dari Suhardi Alius
Bambang Widjojanto diperiksa Bareskrim. |
Jakarta - WARA - Ketua KPK Abraham Samad dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri
atas dugaan kepemilikan senjata api yang izinnya sudah kadaluarsa. Senjata api
itu bahkan disebut pemberian gratifikasi dari mantan Kabareskrim Komjen Pol
Suhardi Alius.
Menurut sang pelapor, Ketua Gerakakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Mochammad Masyur, senjata api yang dimiliki Samad jenis revolver merk Sig Seur kaliber 32. Menurut dia, senjati api tersebut pemberian dari Komjen Suhardi Alius, yang saat itu masih menjabat Kabareskrim.
"AS (Abraham Samad) menerima hibah berupa pistol dari Suhardi," katanya di Mabes Polri, Senin (9/2).
Masih menurut Masyur, pemberian senjata api itu bukan hal biasa. Dia menduga hadiah tersebut merupakan bagian dari gratifikasi.
"Gratifikasi, hasil hibah bahwa AS telah mendapatkan pistol dari Suhardi," ujarnya.
Mansyur mengatakan, laporan tersebut didasari dari tulisan blog di salah satu media online. Atas temuannya itu Samad pun dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri hari ini.
"Titik utamanya adalah Abraham Samad, tapi si pemberi juga termasuk seiring berjalannya pemeriksaan," pungkasnya.
Surat tersebut diterima penyidik dengan nomor: LP/160/II/2015/Bareskrim dengan terlapor Dr. Abraham Samad, SH, MH dengan dugaan Tindak Pidana kepemilikan senjata api tanpa izin.
Dalam pelaporan itu, dia melampirkan bukti berupa fotocopy Surat Izin pemindahtangan hibah senjata api dan bukti fotocopy berita dari media terkait senpi yang dimiliki Abraham Samad.
Diketahui, Abraham Samad dan Suhardi Alius memang memiliki kedekatan. Bahkan Suhardi sempat disebut-sebut yang membocorkan dokumen rekening gendut milik Komjen Pol Budi Gunawan. Hal ini yang membuat Suhardi langsung dicopot dari Kabareskrim ke Lemhannas. (Merdeka.com)
Menurut sang pelapor, Ketua Gerakakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Mochammad Masyur, senjata api yang dimiliki Samad jenis revolver merk Sig Seur kaliber 32. Menurut dia, senjati api tersebut pemberian dari Komjen Suhardi Alius, yang saat itu masih menjabat Kabareskrim.
"AS (Abraham Samad) menerima hibah berupa pistol dari Suhardi," katanya di Mabes Polri, Senin (9/2).
Masih menurut Masyur, pemberian senjata api itu bukan hal biasa. Dia menduga hadiah tersebut merupakan bagian dari gratifikasi.
"Gratifikasi, hasil hibah bahwa AS telah mendapatkan pistol dari Suhardi," ujarnya.
Mansyur mengatakan, laporan tersebut didasari dari tulisan blog di salah satu media online. Atas temuannya itu Samad pun dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri hari ini.
"Titik utamanya adalah Abraham Samad, tapi si pemberi juga termasuk seiring berjalannya pemeriksaan," pungkasnya.
Surat tersebut diterima penyidik dengan nomor: LP/160/II/2015/Bareskrim dengan terlapor Dr. Abraham Samad, SH, MH dengan dugaan Tindak Pidana kepemilikan senjata api tanpa izin.
Dalam pelaporan itu, dia melampirkan bukti berupa fotocopy Surat Izin pemindahtangan hibah senjata api dan bukti fotocopy berita dari media terkait senpi yang dimiliki Abraham Samad.
Diketahui, Abraham Samad dan Suhardi Alius memang memiliki kedekatan. Bahkan Suhardi sempat disebut-sebut yang membocorkan dokumen rekening gendut milik Komjen Pol Budi Gunawan. Hal ini yang membuat Suhardi langsung dicopot dari Kabareskrim ke Lemhannas. (Merdeka.com)
Hujan Tak Henti, Kantor Ahok Masih Terendam Banjir
Sempat surut, tapi kembali meninggi. Banjir di depan Kampus Untar, Jakarta Barat. |
Petugas piket Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, MT Yanto, mengatakan beberapa wilayah tersebut antara lain kawasan di bawah fly over Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jalan Karang Bolong, Jakarta Utara, Perumahan KFT Cengkareng Jakarta Barat, Jalan Persahabatan Timur Jakarta Timur, Jalan Gunung Sahari Jakarta Pusat, Kelapa Gading Jakarta Utara, Tanjung Priok Jakarta Utara, hingga Kapuk Raya Peternakan Jakarta Barat.
“Ketinggiannya antara 10 cm hingga yang paling tinggi 70 cm di Perumahan KFT Cengkareng dan 100 cm di Kapuk Raya,” ujar Yanto dalam keterangannya melalui sambungan telepon pada Senin, 9 Februari 2015.
Sementara itu, berdasarkan keterangan yang didapat dari account twitter @BPBDJakarta, kompleks Balai Kota DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, juga terpantau tergenang banjir.
Dalam sebuah foto yang diunggah oleh account twitter tersebut pada pukul 02.25 WIB dini hari tadi, terlihat salah satu tempat yang terkena banjir adalah pelataran Gedung Blok B tempat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, berkantor.
Salah satu staf Humas Pemprov DKI, Dhini Gilang Prasasti, mengatakan, banjir di kompleks kantor Pemprov DKI itu sempat surut, namun karena hujan deras kembali mengguyur sejak subuh tadi, genangan air kembali meninggi.
“Masih banjir, sekarang sedang terus berusaha dibersihkan,” ujar Dhini melalui pesan BBM.
Berdasarkan perkiraan cuaca yang dilakukan oleh BMKG DKI Jakarta, hujan akan terus mengguyur seluruh 5 kotamadya di wilayah Jakarta hingga siang hari nanti. Suhu udara hari ini diperkirakan akan berkisar antara 24 hingga 32 C, sedangkan kelembaban berkisar antara 68 hingga 96 persen.
Masyarakat yang wilayahnya terkena banjir dan membutuhkan bantuan, bisa menghubungi posko siaga Pusdalops BPBD DKI Jakarta di nomor telepon (021) 164.
Pemantauan kondisi banjir secara real time juga bisa dilakukan melalui beberapa aplikasi Jakarta Smart City seperti situs web petajakarta.org, smartcity.jakarta.go.id, bpbd.jakarta.go.id, hingga account twitter @BPBDJakarta. (Viva)
Langganan:
Postingan (Atom)