Sistem
ini dinilai bisa menghilangkan para PNS mengutip pungli.
|
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja
Purnama
|
Jakarta - WARA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan sistem penggajian
berdasarkan kinerja atau
salary based on performance kepada para pegawai
negeri sipil (PNS) mulai tahun 2015.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan, dengan sistem itu,
para PNS, termasuk lurah dan camat, bisa membawa take home pay yang
besar setiap bulannya.
Dengan Take home pay
tersebut, terdiri gaji pokok yang disesuaikan dengan golongan kepegawaian PNS
yang bersangkutan, dan tunjangan kinerja daerah (TKD) yang diukur dari kinerja
PNS itu.
"Take home pay-nya bisa sampai Rp33 juta setiap bulan," ujar
Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 28 Januari 2015.
Selain untuk menggenjot kinerja para pegawai, sistem ini juga dinilai bisa
menghilangkan kemungkinan para PNS itu mengutip pungutan liar (pungli) dari
warga yang mereka layani. Ahok ingin menghilangkan stigma negatif yang selama
ini melekat kepada para PNS, terutama yang berhadapan langsung dengan warga.
"Enggak ada lagi tiap warga ke Kelurahan, dia mintain uang
Rp300.000 untuk bikin surat ahli waris. Enggak ada lagi lurah yang minta bagian
1 sampai 1,5 persen NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) tiap ada warga yang mau izin
buat bangunan. Kita sudah kasih mereka gaji yang tinggi," kata Ahok.
Dengan besaran take home pay yang tinggi itu pula, kata Ahok, satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) dari masing-masing PNS itu akan memberikan target
bulanan yang harus dicapai oleh para PNS.
Misalnya, jumlah kendaraan angkutan
umum tertentu yang mengetem sembarangan dan harus bisa ditilang oleh petugas yang
bekerja di Dinas Perhubungan, jumlah PKL liar yang harus bisa ditertibkan oleh
petugas Satpol PP, atau jumlah perizinan tertentu yang harus bisa diproses oleh
seorang lurah atau camat setiap bulannya.
"Kita isi target mereka harus seperti apa," ujar Ahok.
Sanksi pencopotan dari jabatan atau 'penstafan', mengancam para PNS yang
bekerja dengan tidak memenuhi target atau bekerja asal-asalan. "Enggak
usah menunggu 3 bulan, kalau (PNS) kerja enggak bener, besok juga langsung distafin,"
ujar Ahok.
Sistem penggajian berdasarkan kinerja ini sendiri, dijamin oleh Ahok tidak akan
membebani APBD DKI 2015 yang baru disahkan kemarin. Pemprov DKI menghapus pos
anggaran honorarium kegiatan di APBD DKI 2014 yang mencapai hingga Rp2,3
triliun, dan mengalihkannya ke pos anggaran TKD di APBD DKI 2015.
"Dulu uangnya hanya dimakan pimpinan-pimpinan tertentu yang ikut kegiatan,
sekarang kita bagi jadi TKD dinamis," jelas Ahok. (Viva)